26.7 C
Jakarta

Serial Kebangsaan (III): Ide Kebangsaan Menentang Sistem Khilafah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanSerial Kebangsaan (III): Ide Kebangsaan Menentang Sistem Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ide-ide kebangsaan (nationality) hendaknya ditanamkan dalam benak masing-masing orang yang mencita-citakan hidup berbangsa dan bernegara. Tidak bakal tercapai hidup semacam itu bilamana sikap fanatik masih menguasai pribadi seseorang.

Sikap fanatik, bagaimanapun alasannya, tetap tidak dapat dibenarkan. Karena, sikap ini bertentangan dengan kebenaran yang memiliki cakupan yang luas. Fanatisme memang membahayakan terjalinnya persaudaraan antar sesama.

Dalam bukunya Islam dan Kebangsaan Quraish Shihab menulis, bahwa spirit Kebangsaan diperkenalkan pada akhir abad ke-18 melalui kehadiran Napoleon Bonaparte (1769-1821 M) saat kedatangan ekspedisinya ke Mesir.

Seruan tentang Kebangsaan, lanjut Quraish Shihab, dikumandangkan untuk mendorong Mesir melepaskan diri dari kekhalifahan Utsmani Turki. Hal itu bertujuan bahwa orang Mesir berbeda dengan orang Turki dan tidak memiliki ikatan hubungan seketurunan.

Spirit Kebangsaan dibangun untuk menetapkan nilai-nilai dalam mengelola masyarakat atau negara seperti keadilan dan musyawarah. Sementara, bentuk-bentuknya disesuaikan dengan kesepakatan bersama.

Islam memang tidak menentukan bentuk, namun hanya menentukan nilai. Tidak penting apa bentuk sistem negara yang digunakan oleh masing-masing negara. Yang terpenting, negara itu menegakkan keadilan dan musyawarah.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Karena itu, Islam tidak membenarkan khilafah sebagai satu-satunya sistem negara yang paling benar. Sistem khilafah ini digunakan oleh Taqiuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir (HT) dan Abu Bakar al-Baghdadi pendiri Islamic State of Irak and Syria (ISIS).

Kedua tokoh penggagas kelompok radikalis ini menawarkan ide-idenya dengan sikap eksklusif (tertutup). Mereka tidak peduli untuk mengkafirkan siapapun yang menentang ide-idenya. Pengkafiran ini secara tidak langsung mereka memutuskan tali persaudaraan.

Sayyidina Ali Ibnu Abu Thalib, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam bukunya, menyebutkan: “Siapa yang Anda temui, maka dia kalau bukan saudara Anda seagama, maka dia saudara Anda sekemanusiaan.” Maksudnya, semua manusia bersaudara satu sama lain. Karena itu, tidak boleh saling mengkafirkan.

Persaudaraan ini tidak memandang keagamaan seseorang. Disebutkan dalam surah al-A’raf ayat 65, bahwa Nabi Hud disebut oleh Allah sebagai saudara kaumnya yang menentang ajaran-ajaran yang ia sampaikan. Maka, penting untuk menanamkan spirit kebangsaan agar cinta yang bersemi dalam diri manusia dibunuh oleh nafsu khilafah yang membahayakan.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru