27.3 C
Jakarta

Semarak Muktamar NU Ke-34: PR Islam Moderat Masih Banyak

Artikel Trending

EditorialSemarak Muktamar NU Ke-34: PR Islam Moderat Masih Banyak
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Muktamar ke-34 di Lampung, mulai Rabu (22/12) kemarin, dan akan berlangsung hingga tanggal 25 Desember. Pemilihan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjadi salah satu agenda utama Muktamar kali ini. Syuriah dan dan Tanfidziyah akan segera suksesi, tentu saja semarak Muktamar ke-34 NU tidak hanya pemilihan belaka. Banyak tugas menanti di depan, dan yang terpilih akan bertugas menyelesaikan PR tersebut.

Penting dicatat di awal, semarak Muktamar NU Ke-34 tidak hanya diwarnai adu gagasan, melainkan juga kampanye hitam antarkandidat, serta narasi politik oleh para politisi tanah air. Di sepanjang jalan menuju lokasi muktamar, berbagai baliho partai terpampang. Juga di sepanjang waktu menuju agenda besar ini, hujatan masing-masing pihak kandidat tak terelakkan. Ini jelas menjadi tantangan, mengingat NU adalah ormas terbesar.

NU merupakan salah satu elemen penting dalam hal keislaman dan keindonesiaan. Keberislaman yang ramah lokalitas, yang menjunjung tinggi pluralitas dan toleransi, melalui gagasan besar Islam Nusantara, adalah pusaka yang mesti dijaga.

Tawassuth antara dua kutub bukanlah perkara mudah. Tawassuth mensyaratkan kecakapan pengetahuan dan kebijaksanaan. Sementara untuk menjadi ekstrem, seseorang cukup bermodalkan semangat dan fanatisme,” tegas Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, saat memberikan sambutan dalam pembukaan Muktamar ke-34 kemarin.

Sebagai representasi organisasi Islam moderat selain Muhammadiyah, NU memiliki proyeksi politik yang sejalur dengan pilar-pilar kebangsaan: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. NU mengemban amanah untuk melindungi negara dari ideologi yang mengancam, dari transnasionalisme yang berhasrat mendirikan kekhilafahan. Namun, apakah sepak terjang politik kebangsaan NU selama ini telah berada di garis idealnya?

Pertanyaan ini dilandaskan pada situasi politik terkini, di mana NU tampak sibuk dengan politik internal, yang menguat terutama menjelang muktamar kemarin. Ketika dua kubu saling mengumpat, ketika para tokoh yang disegani bertikai, maka yang mengais untung adalah pihak-pihak yang selama ini memang tidak sehaluan dengan NU. Mereka yang memang tak sependapat dengan politik kebangsaan NU akan menemukan pembenaran atas cemoohan mereka.

BACA JUGA  Digital Native: Strategi Baru Kontra-Radikalisasi

Seorang dai Salafi-Wahhabi berceramah di panggung, dengan percaya diri, bahwa semua konflik-perseteruan tersebut semata karena ‘ashabiyah, fanatisme. Kemudian ia mengajak jemaah untuk meninggalkan kelompok semacam itu, kembali kepada Islam murni, non-fanatis, yang hanya punya dua pegangan: Al-Qur’an dan hadis. Setelah itu Islam moderat yang NU usung semakin tak laku di pasaran—purifikasi Islam telah lebih menarik. Salah siapa?

Semarak Muktamar NU Ke-34 harus diikuti kesadaran kolektif Nahdliyyin dan umat Islam secara umum, bahwa PR Islam moderat yang masih bejibun membutuhkan langkah taktis segera. Bahwa negara ini tengah berada dalam ancaman serius transnasionalisme, dalam beragam bentuknya, baik yang menginginkan khilafah mengganti Pancasila atau yang menginginkan pemurnian Islam mendestruksi formula keberislaman yang sudah ada.

Dengan jemaah di atas seratus juta, NU mesti memiliki sepak terjang politik kebangsaan yang aktual, faktual, dan jangka panjang. Islam moderat, atau moderasi beragama, tidak boleh sekadar menjadi proyek yang tertuang dalam AD/ART, sementara pada saat yang bersamaan keterlibatannya dalam politik membuat lawan melihat kelemahan lalu memanfaatkan. Salafi-Wahhabi dengan pemurniannya, HTI dengan khilafahnya, punya celah menjelekkan wasathiyah.

Masa depan NU harus mapan dalam berbagai bidang, juga matang secara politik struktural internal. Segala yang berbau polemik tidak boleh sampai meruntuhkan integritasnya sebagai promotor Islam moderat, karena berbahaya terhadap moderasi beragama itu sendiri. Melihat NU yang telah mapan dengan kemoderatannya, adalah disayangkan jika kiprahnya dalam menyebarkan wasathiyah harus gagal karena konflik internal yang akan membuat para musuh Islam moderat semakin antipati.

PR ini harus disadari seluruh pihak di tengah semarak Muktamar NU ke-35 di Lampung yang akan digelar hari ini dan besok. Siapa pun yang jadi Ketua Umum dan Rais Aam nanti, ialah yang mengemban amanah tentang Islam moderat ini. Apakah setelah ini Muktamar NU ke-35 masih akan berbau ricuh, saling hujat, kampanye hitam, intrik politik yang sama sekali tak mencerminkan Islam moderat? Malu!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru