32.7 C
Jakarta

Selebritis-selebritis yang Menjadi Agen Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamSelebritis-selebritis yang Menjadi Agen Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Apakah Anda termasuk orang yang gemar menonton konten YouTube para selebritis tanah air? Jika iya, maka tidak ada yang salah dengan tontonan tersebut. Hari-hari ini, terutama saat pandemi COVID-19 melanda, banyak selebritis cari sampingan: menjadi YouTuber, salah satunya. Ditambah lagi fakta, religiusitas mereka melonjak secara signifikan. Ada yang suka nonton YouTube The Sungkars Family? Atau penggemar kanal Cerita Untungs? Atau kanal Video Legend-nya Ahmad Dhani?

Tiga kanal YouTube yang saya sebutkan barusan, kalau kita mengikuti konten-kontennya, menonjolkan religiusitas yang tinggi. Namun sayang, Islam versi mereka para pemilik akun tersebut, tampaknya tidak menganut Nahdhatul Ulama atau Muhammadiyah. Para selebritis yang ‘sudah hijrah’ tersebut lebih memilih ustaz yang tampaknya, hanya tampaknya, tidak berafiliasi ke ormas manapun. Barangkali, mereka mengira, ustaz yang demikian itu lebih murni, bersih, tanpa tendensi ideologi apa pun.

Kita tak asing dengan konten Teuku Wisnu, Irwansyah, Arie Untung, yang makan bersama Ustaz Khalid Basalamah. Kita juga tidak jarang melihat mereka ngaji ke ustaz Felix Siauw, bahkan dengan konten ketika Felix Siauw mengajar seluruh keluarga Ahmad Dhani. Belajar kepada siapa pun, tentu merupakan hak setiap orang. Tidak ada yang salah dengan yang namanya semangat belajar memperdalam Islam. Problemnya, bagaimana misalkan yang diajarkan justru menjerumuskan, tanpa disadari?

Mengetahui rekam jejak guru merupakan keniscayaan. Imam Syafi’i mengetahui kealiman Imam Malik, ia pun berguru kepadanya. Imam Ahmad bin Hanbal mengetahui semua tentang diri Imam Syafi’i, ia pun menjadi muridnya. Tanpa bermaksud menyangsikan kapasitas keilmuan Felix Siauw, di sini ingin diajukan sebuah pertanyaan dasar: kenapa harus Felix? Bukankah masih banyak kiai yang lebih otoritatif? Kenapa justru dirinya yang laku terhadao selebritis-selebritis hijrah tersebut?

Sepak terjang Felix untuk menegakkan khilafah di Indonesia sudah bukan lagi rahasia. Setelah kemarin dirinya bersama para aktivis HTI lainnya menggelar Talkshow Launching Film Jejak Khilafah di Nusantara yang mencatut nama Sejarawan Peter Carey, sudah jelas bahwa ia sama sekali tidak memiliki respek terhadap ideologi negara dan sistem pemerintahan Indonesia. Islam di hati dan mindset Felix ialah Islam yang bersistem khilafah. Sekarang pertanyaannya, bagaimana nasib para selebritis hijrah  tersebut?

Berislam Versi Felix

Term ‘murni’ dalam Islam laiknya tidak disalahartikan sebagai ajaran yang sama sekali lepas dari pengaruh ulama. Artinya, Islam murni bukanlah Islam yang hanya mengambil dari yang tertulis di Al-Qur’an dan hadis dengan mengabaikan tafsir, ijma ulama, atau pun qiyas sama sekali. Khalid Basalamah bisa jadi sering menerangkan hal-ihwal bid’ah, dan Felix juga bukan lagi baru ketika men-thaghut-kan para penentang khilafah. Islam yang diajarkan, ialah Islam ala mereka. Itu pasti.

Ketika Ahmad Dhani sekeluarga mengaji kepada Felix, misalnya tentang rasionalisasi Tuhan, maka yang mereka dengarkan tidak berlandaskan turats klasik. Kendati, Felix, pada saat yang bersamaan, mengklaim diri sebagai personifikasi umat Islam. Memutus rantai sanad turats klasik dengan keilmuan masa kini merupakan bentuk ahistorisitas. Boleh jadi kita memaklumi, para selebritis hijrah, sebagaimana umumnya masyarakat urban, harus diajarkan Islam yang rasional. Namun apakah itu cukup untuk mengklaim sebagai ajaran Islam arus utama?

BACA JUGA  Polarisasi dan Disintegrasi: Residu Pemilu yang Harus Diantisipasi

Dari sini seharusnya kita membaca, Islam yang dianggap murni oleh mereka tidak benar-benar murni, sebab kemurnian tersebut ternyata subjektif. Bisa jadi sebagai dasar, mereka tidak diajari yang bias ideologi tertentu. Tetapi itu bersifat sementara. Lambat laun mereka akan digiring kepada ideologi tokoh panutan mereka sendiri. Khalid Basalamah siapa, Felix Siauw siapa, nanti akan jelas ketika cara keberislaman para selebritis itu mengikuti setiap tata cara tokoh panutannya.

Ideologi salafi-Wahhabi dan ideologi tahriri—ideologi Hizbut Tahrir—yang melekat dalam masing-masing mereka berdua, akan banyak memengaruhi mindset keberislaman mereka ke depan. Para selebritis yang sudah berhijrah, sebagai public sphere, manusia publik, yang memiliki banyak fans, yang tingkahnya akan ditiru banyak penggemar, dengan demikian, memiliki andil yang relatif besar terhadap iklim keberagamaan di masa yang akan datang.

Lalu kenapa kita harus mengidolakan selebritis yang salah memilih ustaz tersebut?

‘Salah memilih’ di sini sama sekali bukanlah penilaian subjektif berlandaskan kebencian terhadap Khalid Basalamah maupun Felix Siauw. Tetapi, melupakan jejak mereka, konten ceramah mereka, abai dengan konsen ideologi mereka, merupakan kesalahan yang fatal. Kalau saja para fans mengikuti semua yang dilakukan Teuku Wisnu, Arie Untung, Ahmad Dhani, dkk, sementara pada saat yang bersamaan mereka sudah terdoktrin ideologi tertentu, bukankah itu namanya beramai-ramai menjadi radikal? Yang mengais untung jelas Felix, karena para selebritis itu, bagaimanapun, adalah korban belaka.

Selebritis Korban Indoktrinasi

Selebritis menjadi korban indoktrinasi memang bukan perkara baru. Pemahaman agama yang dangkal, karena baru belajar Islam, memang mudah dipengaruhi, terutama karena semangatnya yang menggebu-gebu tanpa diimbangi pengetahuan yang mumpuni. Boleh jadi, mereka memilih para ustaz mereka karena benar-benar melihat kemurnian Islam di sana. Khalid Basalamah tak terikat identitas politik tertentu, dan Felix tidak memiliki partai tertentu.

Berbeda halnya, misal, dengan Muhammadiyah dan NU yang seringkali terlibat politik. Keterlibatan tersebut merupakan ikhtiar untuk menjaga negeri, agar tidak dikuasai oleh orang yang riskan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ternyata itu disalahpahami sebagai bentuk ‘ketidakmurnian’, lalu para selebritis lebih tergiur untuk mengikuti para ustaz yang dianggapnya lebih independen. Label independen di sini memang sedikit benar, karena memang Felix bukan HTI, atau menyangkal demikian karena toh HTI sudah bubar.

Sungguhpun demikian, untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak memiliki kepentingan kekuasaan itu merupakan kesimpulan yang terburu-buru. Para selebritis melupakan fakta, bahwa dirinya tengah diindoktrinasi, dan diberikan pemahaman keislaman yang—seringkali—manipulatif. Kalau kita mau abai, membiarkan mereka bukanlah suatu kerugian. Tetapi ini menyangkut tingkah para penggemar mereka. Bukankah penggemar akan mengikuti apa pun kata atau, perbuatan atau, ideologi sekalipun, dari sang idola?

Terhadap selebritis yang sudah menjadi korban indoktrinasi, kenapa tidak mulai hari ini kita membuat self-protection: mengapa kita harus mengidolakan selebritis yang salah memilih ustaz?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru