26.3 C
Jakarta

Sel Terorisme di (LDK) Kampus

Artikel Trending

Milenial IslamSel Terorisme di (LDK) Kampus
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pasca pembubaran HTI dan FPI, lembaga-lembaga dakwah kampus (LDK) kian merosot tapi membahayakan. Bisa dibilang, lembaga dakwah kampus antara ada dan tiada. Jika sebelumnya mengadakan rutin pengajiannya tiap satu minggu sekali. Tahun ini, hanya satu bulan sekali. Itu pun kalau ada.

Padahal, kalau kita lihat, betapa gigih dan istikamahnya LDK ini. Mereka terus bergerak melakukan dakwah dan terlihat tiap tahunnya anggotanya kian bertambah. Anak-anak LDK ini, seperti punya energi lebih untuk mewacanakan agama dan segala jenis programnya kepada semua umat. Tapi mengapa hari ini mereka berubah secara drastis?

Pasca Bubarnya HTI-FPI

Tampak bubarnya HTI dan FPI memberi dampak besar terhadap LDK. LDK kampus-kampus negeri (PTKIN) atau swasta seperti sembunyi-sembunyi ketika mengadakan acara. Mereka seperti takut-takut. Tidak seperti gerak LDK yang kita lihat sebelumnya.

Ketidakleluasaan gerak LDK kampus menjadi tanda tanya besar. Mengapa demikian terjadi? Penyebabnya bisa tiga. Pertama, dari segi konten atau materi yang mereka paparkan teranggap bersinggungan dengan ormas terlarang. Kedua, pemateri atau anggota LDK berada dalam kaderisasi ormas terlarang tersebut baik struktural atau lainnya. Ketiga, mereka seperti sudah merasa tidak aman dalam mendakwahkan agama yang mereka pahami.

Dalam tiga kriteria di atas bisa jadi terjadi di dalam tubuh KDK selama ini. Dan terlihat orang-orang yang berpengaruh di dalam struktur LDK tidak muncul. Sebenarnya orang-orang ini yang dulunya sangat memberi efek pengaruh besar terhadap kedirian LDK. Mereka punya rekam jejak dan basis massa agak banyak di dalam aktivis kampus atau luar kampus.

Sementara hari ini, gerak pencarian pemateri LDK saja bergeser. Mereka bertaktik mencari ustaz-ustaz yang dekat dengan ormas keagamaan yang diterima oleh masyarakat, seperti dari kalangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Itu dipilih, kendati mereka harus menyusaikan dengan keadaan yang menerpa di dalam tubuh LDK, dan wacana serta dinamika dalam umat Islam sendiri. Tapi tokoh NU dan MU ini dihadirkan hanya menjadi selingan semata.

Di sisi lain, LDK ketika mencari tokoh atau ustaz yang memiliki kesuksesan di bidang lain, seperti punya yayasan dan bisnis yang moncer. Pemateri ini biasanya dicari dari basis ormas kanan yang juga memiliki kesamaan ideologi dengan para anggota LDK. Yang paling banyak mereka menghadirkan tokoh-tokoh muda dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

BACA JUGA  Ramadan: Melihat Janji Manis Aktivis Khilafah yang Harus Dibasmi

Sementara pada sisi konten materi, hari ini mereka mencari materi yang lumayan moderat. Mereka tidak mamatok materi ketat seperti tahun-tahun sebelumnya. Hampir semuanya menyerahkan materi kepada kehendak pemateri secara penuh. Bahkan dikasih materi dalam kitab kuning pun mereka tampak mau-mau saja.

Taktik ini mereka lakukan untuk mencari jalan alternatif baru bagaimana LDK bisa hidup dan masih berjalan. Namun, apapun jalan yang dipilih porosnya tetap ke jalan utama: mendirikan agama Islam. Dan semua anggota yang bergabung dengannya, untuk dihibahkan kepada partai yang membidani mereka selama ini.

Penjadian Anggota

Namun demikian, setelah tiadanya HTI dan FPI, basis LDK seperti tercerai berai. Gerak anggota kampus ini tidak terkontrol. Mereka seperti terkoyak dan bergerak secara terpisah seolah tanpa komando dari pemimpin puncak. Hari ini mereka seperti berjalan dalam sel-sel kecil yang terpisah, independen, dan sulit terdeteksi. Mereka seperti mengalami keadaan yang kehilangan arah gerakan.

Kondisi demikian, kemudian dimanfaatkan oleh jaringan kelompok teror. Ini terlihat dari fenomena Muhammad Syarif, pelaku bom bunuh diri, pada salat Jumat di Masjid al-Zikra, Markas Polresta Cirebon, penembakan Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang perempuan berusia 25 tahun, dan keterlibatan sejumlah sarjana di PTKIN (UIN Syarif Jakarta), di mana mereka menjadi otak rencana aksi pengeboman di Serpong pada 21/4/2011.

Bahkan hari ini, sebagian besar dari mahasiswa menyatakan telah terekrut dan berbaiat kepada jaringan Negara Islam Indonesia (NII), dan Negara Islam di Irak dan Suriah ISIS. Hal demikian telah banyak ditemui bahkan dalam skala besar di kampus-kampus perguruan tinggi umum (PTU). Menurut berbagai hasil penelitian, perguruan tinggi umum lebih rentan terhadap perekrutan kelompok radikal daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam (PTAI) (Azra, 2020).

Hari ini, kampus-kampus PTU dan PTAI menjadi lahan subur perekrutan sel-sel ekstrem teroris. Meraka, dalam bahasa kelompok NII, dijadikan sebagai usrah (keluarga) atau dalam bahasa ISIS dijadikan martir. Dan pada tingkat selanjutnya, mereka dijadikan bahan peledak yang mematikan bagi bangsa dan negara di Indonesia, di bawah perintah Amir NII dan ISIS.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru