29.1 C
Jakarta
Array

Sel-sel Teroris Masih Eksis

Artikel Trending

Sel-sel Teroris Masih Eksis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belum lama ini kita dikejutkan dengan sebuah insiden penyerangan terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto. Wiranto diserang menggunakan senjata tajam saat berkunjung ke Pandeglang, Banten, pada Kamis (10/10/2019). Diketahui dalam aksi teroris tersebut, di mana pelaku penusukan itu. Abu Rara alias SA (31), yang bersama istrinya, FD (21) langsung diringkus oleh pihak keamanan di lokasi kejadian. Karena itu, setiap pelaku teroris harulah diletakkan di sel-sel teroris.

Pihak keamanan menduga pelaku merupakan bagian dari Kelompok Jamaah Anshorud Daulah (JAD), kelompok terorisme di Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS. Menurut keterangan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, pelaku penusukan terhadap Wiranto tersebut diduga ada kaitannya dengan lima orang yang ditangkap membawa bom di Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu (Media Indonesia, 11/10/2019).

Kejadian tersebut semakin menggugah kesadaran kita bahwa sel-sel teroris dan paham radikalisme dan ekstremisme masih berkeliaran masyarakat. Mereka kini bahkan melakukan serangan langsung secara sporadis kepada siapa saja, terutama para pejabat tinggi negara. Di benak mereka yang terpapar radikalisme agama, para pejabat negara dan juga kepolisian adalah thaghut atau musuh yang mesti diperangi, sebab berpedoman pada hal yang tak sesuai syariat yang ditetapkan Allah Swt.

Seperti dilansir Tempo.co (3/11/2019), menurut pengakuan SA, ia melakukan amaliyah tanpa mengincar individu atau kelompok orang tertentu. “Qadarullah atau takdir Allah bahwa ia yang datang ke Pandeglang. Saya tetap akan melakukan amaliyah meski yang datang bukan Pak Wiranto. Penusukan itu sudah menjadi takdir Pak Wiranto” kata SA, dalam Majalah Tempo (3-9 November 2019).

JAD dan Terorisme

Jika dicermati dalam insiden penyerangan Wiranto di Banten tersebut, pelaku penyerangan SA diketahui mengajak istinya FD. Hal ini mengingatkan kita pada serangan terorisme di tiga gereja di Surabaya tahun lalu, di mana pelaku mengajak istri dan anaknya dalam melancarkan aksi teror tersebut. Al Chaidar (2019), pengamat terorisme dari Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh Aceh, melihat serangan terhadap Wiranto yang terjadi di Banten tersebut juga termasuk jenis terorisme keluarga (familial terrorism). Keterlibatan pasangan hidup atau suami istri, adalah bentuk paling mendasar dari serangan familial terrorism ini, yang merupakan ciri khas serangan kelompok JAD. Mereka beranggapan, istri harus diajak serta dalam aksi agar bisa masuk surga berbarengan.

Di samping itu, Chaidar juga memandang penggunaan senjata berupa pisau atau disebut dengan “kunai”, jenis senjata yang mudah didapatkan atau domestic weapon, juga menggambarkan bahwa pelaku merupakan kelompok JAD yang berafiliasi dengan ISIS. Ini sesuai fatwa dan seruan pimpinan ISIS di Asia Tenggara, Abu Abdullah al Filipin, untuk menggunakan senjata apa saja demi menggentarkan musuh (kompas.com, 11/10/2019).

Siapa SA dan FA?

Jika diketahui bahwa SA alias Abu Rara dan FA adalah anggota JAD yang berafiliasi dengan ISIS, lalu dari jalur manakah mereka terpapar kelompok radikal tersebut. Mengenai hal ini, pada September lalu, kepolisian telah menangkap sejumlah nama yang berkaitan dengan SA alias Abu Rara, yakni Fazri Pahlawan alias Abu Zee, selaku pemimpin kelompok JAD Bekasi. Kepolisian menyebut Abu Rara terpapar  paham radikalisme dari media sosial Abu Zee tersebut, dan sempat dinikahkan dengan FA di Bekasi. SA dan FA tidak dimasukkan dalam DPO lantaran diduga hanya terpapar radikalisme dan belum pernah melakukan serangan teror, sampai kemudian tiba-tiba menyerang Wiranto (Tempo.co, 11/10/2019).

JAD selama ini dikenal sebagai tempat meleburnya semua faksi teroris pro ISIS yang pernah dipimpin Aman Abdurrahman. Desember 2016, Aman Abdurrahman dari balik Lapas Nusakambangan menyerahkan mandat kepemimpinan ke Zainal Anshori, Ketua JAD Jawa Timur. Penyerahan mandat tersebut diresmikan dengan mengundang perwakilan pimpinan sel JAD di seluruh Indonesia di Malang. Di sana, Zainal Anshori meneruskan amanat yang diterimanya dari Al-Baghdadi, amir ISIS pusat. Amanatnya: meminta semua sel ISIS di seluruh dunia untuk melakukan amaliah (Koran Jakarta, 14./10/2019).

Sejak saat itulah, sel-sel teroris kecil, termasuk jenis terorisme keluarga yang mengajak istri dan anak, melakukan aksi teror terhadap tokoh, kelompok, atau siapa pun yang dianggap tak sehaluan atau menghalangi tujuan mereka. JAD memang diketahui merupakan organisasi yang punya sel-sel kecil yang bisa melakukan teror secara mandiri. Termasuk, menyerang dengan cara-cara sporadis dan dengan senjata seadannya (mudah didapat), sebagaimana ditunjukkan Abu Rara alias SA dan FD istrinya.

Waspada Sel-sel Teroris

Insiden penyerangan terhadap Wiranto mestinya menjadikan kita semua, baik negara maupun masyarakat semakin waspada terhadap kelompok radikal-terorisme, terlebih kepada sel-sel teroris kecil yang sulit diprediksi pergerakannya. Penulis memandang, setidaknya ada tiga hal yang mesti menjadi catatan atas peristiwa penyerangan tersebut.

Pertama, pihak keamanan semestinya semakin meningkatkan kewaspadaan sekaligus pengamanan di masyarakat, termasuk terhadap para pejabat tinggi negara. Selama ini, memang sudah ada SOP pengawalan dari kepolisian terhadap pejabat, termasuk setingkat menteri. Namun, kejadian di Banten tersebut menunjukkan bahwa pengamanan tersebut masih belum maksimal.

Kedua, masyarakat, kita semua, mesti selalu waspada dan peka dengan lingkungan sekitar masing-masing, terutama dalam mengawasi gerak-gerik orang atau kelompok tertentu yang dianggap mencurigakan. Seperti dikabarkan, pelaku penyerangan Wiranto dinilai warga sekitar kurang bersosialisasi dan tak penah ikut kegiatan kemasyarakatan. Ini pelajaran bagi kita semua agar lebih peka dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Jika ada hal-hal yang mencurigakan, tak ada salahnya segera berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat. Ini penting sebagai bentuk deteksi dini penyebaran paham radikalisme-terorisme.

Ketiga, meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal-terorisme di internet atau media sosial. SA dan FD dikabarkan terpapar dan direkrut jaringan teroris melalui media sosial. Ini mesti menyadarkan kita agar semakin hati-hati dalam beraktivitas di dunia maya. Jangan sampai kita gampang terpengaruh oleh konten-konten radikal yang ada di media sosial. Dalam hal ini, kita juga mesti mengawasi konten-konten di media sosial yang dikonsumsi oleh anak-anak kita.  

Di luar itu semua, satu hal paling mendasar dalam mewaspadai penyebaran paham radikalisme-terorisme adalah dengan terus memperkuat pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif, dan toleran, juga nilai-nilai cinta Tanah Air. Kita tahu, agama apa pun pada dasarnya selalu mengajarkan kebaikan, persaudaraan, dan perdamaian, bukan kebencian dan kekerasan. Wallahu a’lam.

Al Mahfud
Al Mahfud
Penikmat buku, penulis lepas, Aktif menulis topik-topik radikalisme-terorisme, Alumni IAIN Kudus.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru