26.8 C
Jakarta
Array

Sekelumit Tentang Islam Nusantara

Artikel Trending

Sekelumit Tentang Islam Nusantara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Islam ya Islam, Ndak usah di Tambah-tambah” begitulah kata yang sering diungkapkan oleh beberapa oknum yang menolak mengenai adanya Islam Nusantara, namun saya yakin mereka tidak tahu jika Islam Nusantara sejatinya hanya sebuah “Tema” Muktamar Nahdatul Ulama ke 33, yang terlanjur Nge-Hits.

Ya, menurut pemahaman saya, Islam Nusantara bukan sebuah madzab, aliran atau sekte dan sejenisnya sih, sebab ia muncul hanya sebagai tema krusial yang dijadikan image sebuah organisasi wasatiyah, Nahdatul Ulama. Yang mencirikan Islam yang bernuansa Nusantara. Maksudnya, menjadi orang Islam itu bukan harus jadi orang Arab, siapapun bisa menjadi orang Islam, meskipun ia pakai batik, pakai baju kokoh, pakai Jarit dan sejenisnya, ia tetap bisa jadi orang Islam dan tidak ada kewajiban baginya untuk menjadi orang Arab atau berbudaya seperti orang arab.

Memang Islam tidak bisa dilepaskan oleh budaya Arab, tapi yang perlu kita pahami ada tidak semua budaya Arab itu Islam, sebab jikalah budaya Arab itu sesuai dengan agama Islam, maka kenapa Al-quran banyak “mengkritik” kebiasaan orang Arab, begitu Juga Hadis Nabi, banyak yang memberikan sindiran, anjuran hingga larangan terhadap tradisi Jahiliyah.

Namun, tentunya tidak hanya budaya Arab saja, budaya apapun di dunia ini pasti ada nilai buruk dan baiknya, makanya dalam kaidah fiqih di jelaskan “al muhafadhah ala qodimis solih, wal akhdu bil jadidi aslah” Menjaga tradisi yang baik dan mengambil modernitas yang lebih baik”. Artinya sebagai orang Islam, kita berhak mengembangkan potensi kita untuk menerima hal-hal yang baik dan lebih baik, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah Islam.

Kembali ke Islam Nusantara, sebenarnya Sejak digunakannya tema Islam Nusantara beberapa tahun yang lalu, sudah banyak pengkritik yang secara tegas menolak, bahkan banyak juga yang mencaci maki, dikatakan jika tema ini mempecah belah, terlalu kejawa-jawaan dan seterusnya. Tapi, mereka tidak sadar, jika sejujurnya tema ini hanya di peruntunkan bagi warga Nahdiyah, alias warga Nahdatul Ulama, sebab tema ini merepresentasikan gaya keagamaan warga Nahdiyyin, yang menyatukan budaya dengan agama. Sehingga bisa selaras dan mampu berjalan beriringan.

Perkara orang diluar Nahdlatul Ulama setuju dan tidak setuju, itu urusan mereka. Tapi mengapa mereka malah mengkafirkan, menghina dan mengajak orang lain untuk tidak ikut dekat dengan tema Islam Nusantara?, ini baru persoalan lain.

Padahal ini cuma tema yang diusung oleh Nahdliyyin dan mewakili gaya keagamaan yang mereka anut. Anehnya kok tiba-tiba ada yang datang dan menghujat, mengkafirkan, menyesatkan tema ini, padahal ini hanya sekedar tema atau jargon. Seperti jargon Wahabi yang mengatakan “Kembali ke Al-Quran dan Sunah” atau jargon Muhammadiyah “Islam Berkemajuan”, Semua itu sama, cuma yang beda adalah organisasinya dan kebencian terhadap organisasi pencetusnya.

Jujur, permasalahan tema Islam Nusantara ini hanya mengenai orang yang tidak suka dengan Nahdlatul Ulama atau bisa dibilang mereka yang tidak nyaman dengan Nahdlatul Ulama, sehingga apapun tema yang dikeluarkan oleh NU pasti akan dianggap salah, kafir, sesat dan sejenisnya. Padahal cuma itu persoalannya.

Namun, ada yang perlu kita cermati, salah satunya adalah mengapa selalu Nahdlatul Ulama yang disudutkan, apakah karena NU satu satunya yang menolak dan lantang menyerukan toleransi, anti teroris. Bahkan secara tegas menolak paham takfiri dan Wahabi? Atau karena NU itu Indonesia? Wallahu a’lam.

Ada beberapa pendapat yang menyebutnya adanya upaya penghancuran organisasi ini, sebab organisasi ini dianggap sebagai sandungan dan yang jelas-jelas lantang menentang dan menyuarakan kebangsan hanya Nahdlatul Ulama, bahkan memiliki lagu mars yang mencerminkan kecintaan terhadap Negara yaitu Mars Hubbul Watan. Atau, ada upaya lain dibalik kembali boomingnya Islam Nusatara ini, saya lantas berpikir, apa dan bagaimana memahami realitas ini, misalnya kenapa di tahun politik ini Islam Nusantara kembali diguncangkan, bahkan imagenya diperburuk, mulai dari dai televisi hingga elit politik dan sekelas ulama MUI.

Saya beranggapan jika hal ini hanya permainan untuk tahun politik 2019, dimana di situ terdapat agenda besar, agenda politik praktis. Berkaca kepada kondisi politik Pilgub Jakarta, kita bisa membaca jika politik membutuhkan isu yang pantas digoreng untuk menjatuhkan Lawan. Tentu kita ingat isu “penista agama”, Ya isu ini begitu nyata mampu mendulang suara di Pilgub Jakarta, tentu saya tidak berpendapat jika gubenur sekarang itu menang karena isu ini, tentu tidak. Sebab kedua calon Gubenur pada waktu itu sama sama memiki tim buzzer, tukang fitnah dan pembentuk opini publik.

Yang kita fokuskan disini adalah mengenai Isu yang digunakan, yaitu isu “penista agama”, yang nyatanya mampu mengubah jalan pikir banyak orang. Tapi sayangnya isu ini gagal karena Pilkada 2018. Mengapa demikian?, Karena pada Pilkada 2018 ini, beberapa Partai yang diimagekan sebagai partai pembela penista agama dan partai penolak penista agama, nyatanya rukun menjadi satu, mengusung calon yang sama. sehingga masyarakat semakin bingung, sebab katanya tidak boleh memilih partai pendukung penista agama tapi kok, partai yang katanya bukan partainya penista agama ikut dalam satu barisanya.

Ya, karena Pikada 2018 ini, image “partai penista” hampir sudah tidak berpengaruh kembali, sebab nyatanya mereka satu komando, satu barisan dengan partai lain. Dan karena image itu tidak dapat digunakan untuk tahun politik berikutnya, maka diperlukan isu baru. Jadi, isu apakah yang akan digunakan? Isu ekonomi, tentunya percuma sebab tidak terlalu signifikan dengan keadaan masyarakat saat ini. Isu tenaga kerja asing?, Saya rasa kurang laku juga, sebab Indonesia terlalu murah gajinya, siapa toh yang mau kerja. Jadi isu apa yang cocok, kemungkinan isu yang sensitif yang mampu mengerakan masa. Yaitu isu Agama.

Dan karena Nahdlatul Ulama akhir-akhir ini banyak diperhatikan, maka ya mau tidak mau tema yang diusung oleh Nahdlatul Ulama yang kemungkinan besar akan digunakan untuk isu politik tahun depan.
Kemungkinannya tentu ada dua, dimana nanti akan dipetakan mana partai atau calon presiden yang berafiliasi dengan Islam Nusantara, dan mana partai dan calon presiden yang tidak berafiliasi dengan Islam Nusantara, tinggal menunggu hasil perang opini antara pro Islam Nusantara dan kontra Islam Nusantara.

Tentu, ini semacam meja judi yang besar antar partai politik, sebab mereka mempertaruhkan konsep Islam Nusantara, jika nantinya masyarakat lebih percaya kepada Islam Nusantara, tentunya partai pengusung dan yang berafiliasi akan mendulang kemenangan, jika tidak ya sebaliknya. Jadi, bagi warga Nahdiyyin apa keuntunganya dan kerugiannya?, jujur tidak ada untungnya sama sekali, sebab Ini hanya bukti nyata jika waga Nahdliyyin hanya diambil keuntunganya saja, diambil manfaatnya, seperti kata mbah Wahab ketika keluar dari Marsyumi “ini hanya Ukhuwah Kusiriyah” atau bisa diartikan sebagai tambal butuh, NU hanya diperah dan diambil masanya saja. Sehingga saya rasa tepat bagi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk selalu berkata tidak kepada politik praktis, NU hanya setuju pada politik kebangsaan, tidak perlu ikut dalam politik praktis, apalagi mengakui ini partai NU dan Ini bukan NU, apalagi menjual warga Nahdlyyin, tentu tidak. NU lebih besar dari pada partai politik. Tapi, jangan lupa kader NU juga harus ikut andil dalam politik negara sebab NU itu organisasi kebangsaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru