26.8 C
Jakarta
Array

Sekali Lagi, Dakwah yang Rahmatan Lil Alamin

Artikel Trending

Sekali Lagi, Dakwah yang Rahmatan Lil Alamin
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Islam itu baik sekali, sangat besar dan sangat indah. Kenapa dibela? Islam hadir membela manusia, bukan sebaliknya. Saya ini bau, hatinya kotor, apa pantas bela Islam” (Cak Nun). Islam sesungguhnya hadir justru untuk melindungi manusia, bukan manusia melindungi Islam. Dengan kata lain, kehadiran agama untuk menata manusia dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam etika.

Ironinya, pemikiran mengenai kehadiran agama seperti itu tidak semua orang memahami, beberapa orang yang bergabung dalam ormas-ormas tertentu melakukan tindakan anarkis secara vulgar mengatasnamakan pembelaan Islam. Bahkan membawa panji-panji ke-Tuhan-an dalam melakukan tindakan anarkis. Anarkis atas nama pembelaan agama, terutama Islam mewujudkan agama secara kaffah, tetapi melupakan sisi bahwa agama diperuntukkan untuk semua manusia. Teragisnya,  mereka menggunakan kekerasan demi mewujudkan tindakan ini. Tindakan ini akan merugikan agama itu sendiri, sebab telah mencoreng ajaran agama yang universal menjadi sebuah ajaran yang anarkis.

Yang lebih mengawatirkan kembali, beberapa orang yang bercita-cita menegakkan agama secara kaffah, hanya mengartikan agama yang kaffah hanya dapat berdiri dengan kehadiran agama yang bentuk sistem pemerintahan. Tren ini bukan hal yang baru, tetapi sudah ada sejak abad ke 19, tren tersebut didorong memperlakukan agama tidak semata-mata sebagai keyakinan tetapi sebagai sebuah ideologi politik. Ideologi ini menurut agama menjadi bukan saja sebuah pengalaman spiritual tetapi juga sebagai sistem politik. Bagi mereka, sistem politik jumlah lebih penting ketimbang aspek spiritual agama.

Agama Dijadikan Simbol

Saat agama sudah dianggap sebagai sebuah simbol dan ideologi untuk mendirikan sebuah negara. Dianggap hukum tersebut sempurna sebagai wahyu Tuhan dan dengan memikirkan ulang tidak diperkenankan. Bila ada orang yang berbuat semacam itu dikatakan sebagai kejahatan serius. Menurut mereka, pengubahan adalah penyimpangan dan penyimpangan merupakan dosa di mata Tuhan.

Lantas, negara-negara yang menerapkan agama sebagai ideologinya, mereka tidak hanya menerapkan hukum-hukum Tuhan secara ketat, tetapi menghukum keras semua yang mengajak pada perubahan. Bagi mereka, ini bukan soal kendati mencederai inti agama, tetapi yang terpenting adalah sistem politik. Tidak ada posisi karena ini adalah kehendak Tuhan yang tidak bisa diganggu. Tidak perlu jauh, pemerintahan dengan ideologi agama akhirnya akan mengarah pada otoritarianisme yang paling buruk.

Teladan Dakwah Rosulullah

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl: 125).

Puisi Allah tersebut sungguh sempurna. Meskipun para Mufasir berbeda pendapat seputar latar belakang turunnya (sabab an-nuzul) puisi tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh al-Wahidi, bahwa ayat ini turun setelah Nabi Muhammad Saw. menyaksikan 70 jenazah sahabat yang mati syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman nabi. Penjelasan tersebut berbeda dengan penjelasn Al-Qurtubi, bahwa puisi Allah ini turun di kota Mekkah ketika adanya peringatan kepada Nabi Muhammad, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dangan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.

Meskipun demikian, puisi ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, muslim ataupun kafir. Dan, tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an-nuzul­-nya (andai kata  ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, puisi ini diberikan kepada siapa saja, tidak golongan atau ormas tertentu.

Dakwah Yang Manusiawi

Muslim dapat mempertahankan Islam di tengah pesatnya kemajuan zaman dengan melakukan dakwah yang baik dan manusiawi. Ketika menafsirkan puisi tuhan tersebut, maka dakwah dapat dilakukan dengan tiga cara. Yakni,  mengajak manusia kepada jalan Allah dengan kebijaksanaan (hikmah), pelajaran (nasihat) yang baik, dan cegahlah mereka dengan cara yang baik.

Cara dakwah ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saat bertemu dengan seorang pemuda. Beliau ditanya oleh pemuda tersebut, “ya Rosululloh, izinkanlah saya berzina”. Apa yang dilakukan oleh Rosululloh? Beliau memandang pemuda tersebut dengan penuh kasih sayang dan mengajaknya berdialog. Kemudian, Nabi Muhammad menjawab pertanyaan tersebut “Sukakah kamu bila itu terjadi pada ibumu?”. “Tidak demi Allah” jawab anak muda itu.

Kemudian Nabi Muhammad melanjutkan dengan pertanyaan, “Sukakah kamu bila itu terjadi pada saudara perempuanmu?”. “Tidak, demi Allah”, jawab anak muda itu. “Sukakah kamu bila itu terjadi pada anak perempuanmu?” tanya Nabi Muhammad kembali. Pemuda itu menjawab dengan jawaban yang sama. Beliau bertanya lagi “Sukakah kamu bila itu terjadi pada istrimu?”. Anak muda itu menjawab, “Tidak, Demi Allah”. Rasulullah lalu berkata,“Demikianlah halnya dengan semua perempuan, mereka itu berkedudukan sebagai ibu, saudara perempuan, istri, atau anak perempuan.” Kemudian beliau meletakkan telapak tangannya di dada pemuda itu, lalu mendoakannya.

Alangkah indahnya teladan yang diberikan Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajarannya, begitu lembut dan penuh dengan kasih sayang. Nasihatnya, tidak menyakiti si pendengarnya, bahkan menyadari kekeliruan yang dibuatnya. Dan, si pendengar tidak menganggap nasihat itu sebagai larangan, melainkan contoh yang akan terjadi terhadap dirinya dan keluarganya.

Ketika melihat puisi Allah (QS. an-Nahl: 125) yang begitu manusiawi, dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan rasa kasih sayang. Bahwa orang yang melakukan dakwah secara anarkis dan mengatasnamakan pembelaan Islam, justru dirinya terkesan lebih hebat, lebih mulia bahkan paling benar dari Islam. Allah serta utusan-Nya, memberikan contoh yang baik dan menjunjung tinggi hak manusia.

Sesungguhnya Islam tidak mengajarkan dakwah dengan melakukan kekerasan, dan menganggap dirinya paling benar/hebat. Perlu diingat, Allah itu Maha Benar, Allah itu Maha Segalanya. Kalau manusia ingin hebat, maka dia harus bisa menaklukkan dirinya sendiri. Sebagaimana yang perkataan Nabi Muhammad setelah Perang Badar, bahwa perang besar adalah perang melawan hawa nafsu.

Sisi kemanusiaan

Nabi Muhammad telah melakukan dakwah yang dengan rasa kemanusiaan yang sangat tinggi, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Berbanding terbalik, sifat-sifat kemanusiawian seseorang (terutama umat muslim) sekarang semakin terkikis dan menghilang dari kehidupan sosial. Mereka (baik ormas atau perorangan) akan melakukan tindakkan anarki sekedar untuk menegakkan ideologinya. Yang menusuk hati adalah mereka mengatasnamakan jihad dibawah bendera Islam.

Ketika melihat semakin merosotnya nilai-nilai kemanusiaan pada umat muslim, mulailah melakukan perubahan cara berpikir yang arif. Melakukan tindakan yang diajarkan Nabi Muhammad secara untuh dan sungguh-sungguh. Tidak hanya melakukan tindakan melepas kewajiban manusia sebagai hamba Allah.

Seseorang melakukan ibadah hanya melepaskan kewajiban sebagai hamba Allah –baik shalat, zakat dan lainnya, tanpa melakukan penghayatan kenapa manusia disuruh menyebah Allah dan berbuat baik kepada manusia? Yang terjadi adalah pedang untuk menanam ajaran Nabi Muhammad.

Jangan dilupakan, Allah menyuruh hambanya tidak hanya menyembah dengan-Nya saja, melainkan Allah menyuruh menyebarkan virus-virus kebaikan kepada sesama manusia untuk menyempurnakan kehidupan di dunia. Semoga tidak ada kekerasan atas nama Islam, karena Islam tak perlu dibela.

*Ngarjito Ardi Setyanto, merupakan Ketua Asrama Garawiksa.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru