30 C
Jakarta

Sejarah Keterlibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme

Artikel Trending

Milenial IslamSejarah Keterlibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Banyak yang tidak menyangka bahwa perempuan juga akan terlibat dalam aksi terorisme. Terutama para perempuan Indonesia, yang secara kultur sosial dan nilai-nilai kehidupan-keagamaan, lekat dengan nuansa keadaban yang toleran.

Tapi sejarah telah tergores. Tinta perempuan menuliskan sejarah sendiri dalam buku riwayat babak terorisme di Indonesia. Di beberapa aksi yang terjadi, seperti ketika seorang perempuan mencoba menerobos masuk ke halaman Istana Negara di Jakarta Pusat, dengan menodongkan senjata kepada para penjaga. Ini terlihat bahwa perempuan tidak pasif lagi dalam aktivitas kehidupan terorisme.

Apalagi, para perempuan yang mencoba melakukan bom bunuh diri, seperti Dewi bersama suaminya yang melakukan aksi bom bunuh diri di Makassar. Ada Zakiyah Aini, mahasiswa Gunadarma yang melakukan teror ke Mabes Polri, dan beberapa perempuan yang melakukan percobaan bom bunuh diri seperti Bom Panci di Jakarta. Mendadak perempuan menjadi lebih bringas dan fanatik ketimbang laki-laki.

Sejarah Keterlibatan Perempuan

Mengapa ini terjadi? Sejarah keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme, sebenarnya sudah lama dan panjang. Sejak Abad ke-19, perempuan telah mengambil bagian dalam dunia terorisme. Dalam catatan para sejarah, bahkan sejak 1970-an, perempuan termasuk aktif dalam memerankan tindakan terorisme.

Di Indonesia, perempuan masuk dalam ranah terorisme mungkin bisa dibilang baru, meski tidak baru-baru amat. Menurut catatan yang saya punya, perempuan masuk ke dunia terorisme dimulai sejak tahun 2018. Ini pun terjadi sebab terjadinya perubahan ranah jihad yang dilakukan oleh Al-Qaeda dan ISIS.

Keterlibatan perempuan dalam aktivitas terorisme menjadi-jadi sejak Al-Qaeda membolehkan perempuan terlibat dalam perang Jihad. Ini terjadi pertama kalinya, pada 2005, saat Abu Mus’ab Az-Zarqawi, seorang pemimpin al-Qaeda dari Yordania, menjadi orang pertama yang membolehkan perempuan angkat senjata. Meski sebelumnya al-Qaeda memandang bahwa membolehkan perempuan berjihad sebagai ‘kejahatan besar’. Tapi faktanya karena terdesak, ia lakukan demi keberlangsungan tumbuhkembangnya.

Kemudian pada 2017, ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) juga ikut-ikutan membolehkan perempuan masuk dalam perang. ISIS mengubah kebijakan, yang awalnya “jihad adalah tanggung jawab seorang laki-laki”, diubah menjadi, “perempuan muslim harus bertugas mendampingi para pejuang laki-laki di medan perang”.

Di Indonesia, teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi paling bringas, juga menyerukan hal yang sama mirip, yakni anggotanya termasuk perempuan jika tidak bisa hijrah ke Suriah diperkenankan melakukan aksi jihad di Indonesia. Sejak inilah para perempuan di Indonesia, ambil bagian dalam aksi-aksi besar terorisme. Dan sejak ini pulalah, aksi jihad teroris oleh perempuan memasuki fase baru.

BACA JUGA  Trik Memahami Kamuflase HTI Agar Selamat dari Propagandanya

Mengapa Perempaun Mau Terlibat?

Dalam temuan beberapa peniliti, perempuan melakukan aksi terror salah satunya adalah dia menemukan kelamahan dalam perjuangan laki-laki. Dari penglihatan tersebut, perempuan-perempuan ini merasa perlu turut membantu dalam melakukan aksi juang bersama suaminya. Bahkan anak-anaknya, turut ikut serta diajak untuk berjihad bersama.

Termasuk faktor yang tak kalah penting, perempuan-perempuan ini mendapat legitimasi dar kelompoknya. Ini yang dimanfaatkan oleh organisasi teroris seperti Al-Qaeda dan ISIS. Karena mereka tercampak bahkan terpojok secara kekuatan, politik, senjata, dan dengan demikian, mereka secara suka rela melibatkan perempuan dalam ragam aksinya. Bahkan dalam riwayatnya, Osama bin Laden, pemimpin al-Qaeda, mengapresiasi peran perempuan dalam jihad dengan melahirkan generasi pejuang baru dan mendukung jihad laki-laki (suami).

Ditambah lagi, perempuan memiliki sisi emosional yang sangat tinggi. Segi emosional ini menjadikan perempuan-perempuan ini fanatik secara aksi dan ideologi. Dengan suka rela dan lewat restu pimpinan, suami dan keluarga, perempuan ini lantas melakukan aksi dengan mengangkat senjata, bahkan melakukan amaliah bom bunuh diri. Dalam riwayat teroris perempuan, jika perempuan direstui untuk berjihad—ia lebih dihargai, seperti lebih berdaya, dan secara gender, ia seperti tak kalah kuat dengan laki-laki.

Argumen Kunci

Argumen terpenting perempuan mengapa mau melakukan aksi jihad, ia terinspirasi dengan istri nabi dan para parempuan di waktu zaman sahabat. Mereka terinspirasi dengan kepada para sahabat, seperti Aisyah binti Abu Bakar Ra dan Ummu Sulaim Ra (Shahih Bukhari, no. 2918, 3858, 4113: dan Shahih Muslim, no. 4786), Ummu Salit Ra (Shahih Bukhari, no. 2919 dan 4120) di Perang Uhud, Ar-Rabi’ binti al-Mu’awwidz Ra tentang para perempuan yang ikut terlibat dalam berbagai peperangan (Shahih Bukhari, no. 2920 dan 2921), Ummu ‘Athiyyah al-Anshariyah Ra tentang dirinya sendiri yang ikut Nabi Muhammad Saw dalam 7 peperangan (Shahih Muslim, no. 4793). Perempuan-perempuan ini dalam sejarahnya terlibat dalam peperangan yang menentukan jalan terang Islam.

Tapi sayangnya, perempuan yang ikut berperang dalam jihad agama di belahan dunia saat ini, ia hanya sekadar berjihad bersama teroris Al-Qaeda dan ISIS dalam perjuangan agama yang salah kaprah. Artinya, ia hanya korban dari eksploitasi keagamaan di dalam zaman modern ini.

Apa yang faktor dan yang menyebabkan perempuan fanatik dan sungguh-sungguh dalam melakoni aksi terorisme. Hari Jumat, saya akan mengulasnya. Tunggulah, Sobat Harakatuna.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru