32.9 C
Jakarta

Sehat Faktual dan Digital di Tengah Wabah Corona

Artikel Trending

Milenial IslamSehat Faktual dan Digital di Tengah Wabah Corona
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Saat ini adalah masa-masa sulit bagi pemerintah untuk menangani virus Corona di tanah air. Rilis data dari ke hari yang disampaikan oleh pemerintah menunjukkan pada situasi yang semakin kurang baik. Sabtu 21 Maret 2020 data pasien terjangkit corona mendekati angka 500 orang. Suatu kondisi yang cukup mengkawatirkan.

Berbagai upaya oleh pemerintah telah dilakukan, mulai dari penanganan bagi mereka yang terpapar hingga upaya pencegahan bagi mereka yang tidak terpapar. Pilihan dari upaya tersebut tentu adalah pilihan yang telah dipikirkan secara matang dan rinci. Sehingga di sisi lain tidak perlu ada perdebatan-perdebatan sengit di tengah-tengah masa sulit ini.

Social distancing adalah salah satu upaya pemerintah untuk menutup mata rantai penularan virus Corona. Pilihan tersebut tentu bukanlah yang terbaik, jika nalar ambisius kita merujuk pada espektasi ideal. Beberapa pakar, politisi dan praktisi lainnya memiliki argumentasi dan opini yang beragam, diantaranya ada yang memaksa pemerintah memberlakukan lockdown. Tentu pilihan-pilihan tersebut sama-sama memiliki maksud dan tujuan yang mulia, tetapi tidak dapat semuanya dipenuhi dan dipilih. Resiko dan keberlangsungan negara menjadi salah satu pertimbangan utama, sehingga dalam hal ini semua kalangan hendaknya berlega diri mematuhi apa yang telah menjadi pilihan pemerintah.

Memilih berhusnuddzan bukan persoalan mudah. Kebijakan social distancing tersebut menuai banyak argumentasi di tengah-tengah masyarakat. Pro kontra untuk sebuah kebijakan sejatinya adalah hal yang lumrah, kritik dan opini sangat dilindungi di negeri ini. Tentu kritik dan opini yang disampaikan harus berdasar pertimbangan-pertimbangan yang memadai dan bermartabat. Dari sisi pertimbangan semestinya ada data, analisa dan kesimpulan, barulah kemudian dapat dkategorikan memadai. Sementara sisi martabat dapat dipenuhi dengan memberikan masukan melalui mekanisme dan ruang-ruang yang telah disediakan. Bukan sekedar “nyampah” di medsos atau labirin-labirin digital yang tidak jelas.

Kritik dan tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam hal ini tidak selamanya bermakna tidak percaya (suuddhan) dengan pemerintah. Kategori “suuddhan” itu berlaku ketika budaya opini dan kritik itu disampaikan dengan cara “nyampah”. Misalnya, analisa yang tidak komprehensif, bahasa provokatif,  disampaikan di medsos dan enggan untuk mempwrtanggungjawbakan secara formal.

BACA JUGA  Remoderasi Pendidikan di Indonesia

Kecenderungan “nyampah” ini lambat laun tidak sekedar berhenti pada tataran “suuddhan”, tetapi telah membudaya. Sehingga amat sulit ditemukan “barang bersih” yang berseliweran di medsos. Berita, anjuran dan ajakan di medsos sudah banyak yang tercampur dengan pola-pola hidup “nyampah”. Maka kurang benar, kalau sikap dan prilaku itu hanya merujuk pada medsos, apalagi untuk persoalan wabah corona saat ini.

Begitulah kenyataan sebagian kehidupan masyarakat Indonesia yang jauh berbeda dengan negara-negara maju. Misalnya, Amerika yang saat ini juga terkena wabah corona. Masyarakat Amerika lebih memilih produktif dan kreatif selama masa menjalani kebijakan pemerintahnya terkait persoalan corona. Walau juga tidak semua juga setuju dengan kebijakan pemerintah, tetapi minimal mereka tidak “senyampah” yang terjadi di ruang medsos sebagian masyarakat Indonesia.

Selama masa social distancing, beberapa media di Amerika banyak dipenuhi oleh opini-opini menarik dan produktif. Misalnya opini mengenai sisi positif dari merebahnya virus corona, beberpa yang lain ada yang memberikan tips hidup produktif selama masa social distancing, masalah pendidikan anak, transisi dari belajar di kelas ke pembelajaran online dan masih banyak opini-opini menyegarkan lainnya. Sementara kita di Indonesia jauh berbeda, masih bersikukuh pada perdebatan apakah “takut kepada Allah atau takut pada corona”.

Budaya “nyampah” baik faktual maupun digital harus segera diatasi. Hidup bersih di tengah-tengah wabah corona ini tidak hanya persoalan kebersihan fisik dan kehdiupan faktual. Tetapi hidup bersih di ruang digital itu juga penting, dimulai dari asupan informasi yang bersih, sehingga juga melahirkan kehidupan digital yang sehat.

Akhirnya, semoga virus corona yang melanda negeri tercinta dan seluruh dunia ini segera selesai. Mari kita bersama melawan virus corona dan virus-virus yang lain menuju Indonesia sehat dan maju.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru