31.8 C
Jakarta

SDM Bank Syariah Harus Paham Islam

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahSDM Bank Syariah Harus Paham Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

SDM Bank Syariah sebagai sumber daya yang menggerakkan aktivitas bisnis Perbankan Syariah, dituntut tidak hanya memahami seluk-beluk dunia perbankan saja. Akan tetapi, SDM Bank Syariah juga harus memahami ajaran Islam secara kaffah baik melalui pengajian yang diselenggarakan di kantor ataupun di luar kantor, yang kemudian ditopang dengan belajar secara otodidak. Hal tersebut didasarkan bahwa SDM Bank Syariah bukan saja menjual produk-produk perbankan yang sesuai dengan syariah Islam, tetapi lebih menjadikan institusinya sebagai media dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam kepada semua umat manusia.

Dengan demikian, SDM Bank Syariah menjadi garda terdepan sebagai da’i untuk menyampaikan mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (buruk)—baik kepada setiap nasabah yang datang, calon nasabah, ataupun terhadap masyarakat secara umum. Sebagai seorang da’i, tentu saja penguasaan terhadap ajaran Islam menjadi hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap SDM Bank Syariah. Karena mereka akan menjadi tempat bertanya umat berkaitan dengan berbagai macam problematika kehidupan sehari-hari, khususnya berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan keuangan yang sesuai dengan syariat Islam.

Memahami Esensi Islam

Kehadiran Perbankan Syariah, tidak terlepas dari adanya pemahaman terhadap nilai-nilai yang diadopsi dari ajaran Islam, khususnya berkaitan dengan adanya pengharaman bunga bank. Dimana, bunga bank bila didasarkan terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah), maka bunga bank sama dengan ribawi. Hal tersebut disebabkan, praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi di zaman Rasulullah Saw yakni riba nasi’ah, dan hukumnya haram.

Pengharaman berkaitan dengan praktik ribawi tersebut, merupakan aturan yang diperintahkan oleh Allah Swt di dalam al-Qur’an, yang diperintahkan secara bertahap untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mula-mula diturunkan surat al-Rum [30]: 39, dimana Allah Swt mencoba mengedukasi masyarakat ketika itu dengan mengatakan bahwa tambahan yang ada pada riba, sebenarnya di sisi Allah itu tidak bertambah.

Kemudian, Allah Swt menurunkan surat An-Nisa’ [4]: 160-161, dimana Allah Swt hendak menggambarkan bagaimana orang-orang Yahudi dahulu menjalankan praktik ribawi, padahal mereka telah dilarang, maka mereka dibinasakan. Selanjutnya, Allah Swt mempertegas hukum ribawi dengan menurunkan surat Ali-Imran [3]: 130, dimana Allah Swt melarang orang-orang yang beriman memakan riba. Bentuk larangan tersebut (nahyu) menandakan pengharaman dari Allah Swt.

Berkaitan dengan ajaran pelarangan ribawi, tak cukup saja dilakukan dengan edukasi melalui ayat al-Qur’an. Rasulullah Saw juga melalui salah satu hadist yang diriwayatkan Ahmad, memberikan mekanisme dalam bertransaksi agar tidak terkena ribawi, yaitu: “(penukaran) antara emas dengan emas, perak dengan perak, gandung dengan gandum, syair dengan syair, korma dengan korma, garam dengan garam itu harus sama dan dibayar kontan. Jika berbeda (penukaran) barang di atas, maka juallah barang tersebut sekehendak kamu sekalian dengan syarat dibayar kontan”.

Narasi pengharam bunga bank tersebut—yang kemudian diadopsi oleh Bank Syariah dengan mengedepankan konsep perbankan non-bunga tetapi menggunakan konsep bagi-hasil, adalah salah satu ajaran yang terdapat dalam Islam. Masih banyak ajaran lainnya yang perlu diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari—baik yang memiliki landasan hukum dari sumbernya langsung (baca: sumber asli) seperti al-Qur’an dan al-Hadist, ataupun dari sumber hukum lain (baca: sumber pelengkap) seperti qiyas, maslahah, urf, dan lain sebagainya.

Semua hal tersebut, membutuhkan pemahaman ilmu pengetahuan yang komprehensif, sehingga seorang da’i mampu mendakwahkan kepada orang lain dengan penyampaian yang lebih mudah dicerna. Bila masyarakat memiliki problematika berkaitan dengan ajaran Islam, maka masyarakat bisa bertanya kepada da’i yang bersangkutan berkenaan dengan hal tersebut. Tentu saja, jawaban yang diberikan bukan saja jawaban yang bersifat normatif belaka, tetapi hingga masuk ke dalam tataran empirik. Sehingga masyarakat yang bertanya akan tercerahkan atas penjelasan yang diberikan oleh da’i yang bersangkutan.

Maka dari itu, suda semestinya SDM Bank Syariah memiliki pemahaman bahwa dirinya sebagai seorang karyawan di Bank Syariah esensinya ialah seorang da’i. Sebagai seorang da’i, tentu saja dirinya harus memiliki pemahaman keislaman yang mumpuni—mulai dari permasalahan ibadah mahdoh (langsung) seperti sholat, puasa, haji, dan lain sebagainya; ibadah ghairu mahdoh (tak langsung/ibadah sosial) seperti sedekah, bermuamalah, berumah tangga, dan lain sebagainya; ataupun permasalahan keislaman lainnya—yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Nah, bila sebagai seorang SDM Bank Syariah belum memiliki kapasitas ilmu keislaman seperti yang disebutkan—disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda-beda di antara satu dengan yang lainnya, maka tugas selanjutnya ialah mulai untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman—baik belajar secara formal ataupun non-formal, yang diikuti dengan belajar secara otodidak. Jika pun memungkinkan, buatlah kurikulum secara pribadi, ilmu apa saja yang akan dipelajari. Kemudian, buatlah jadwal yang terstruktur dan terencana, bagaimana sistem belajarnya.

Misalnya, selama satu tahun ke depan, kita sebagai SDM Bank Syariah memilih untuk memperdalam keilmuan di bidang al-Qur’an dan al-Hadist, maka buatlah jadwal secara tersistematis—mulai dari jadwal belajar, tempat dan guru yang akan mengajar, materi-materi yang akan dipelajari, hingga pencapaian apa yang akan dijadikan sebagai evaluasi terhadap kesuksesan belajar selama satu tahun.

Tak lupa juga, misalnya selama satu tahun ke depan sebagai SDM Bank Syariah juga mempelajari Bahasa Arab. Karena Bahasa Arab merupakan dasar bila diri kita hendak mengkaji ilmu keislaman.  Dimana, rerata semua rujukan dari ilmu keislaman berbahasa Arab. Maka, menjadi sebuah keharusan bagi seseorang yang ingin mendalami ilmu keislaman, untuk memahami Bahasa Arab. Paling tidak, memahami dasar-dasar Bahasa Arab.

Dan seterusnya, untuk tahun ke dua ilmu keislaman apa saja yang akan dipelajari. Begitu juga di tahun ke tiga, tahun ke empat, tahun kelima, dan tahun-tahun berikutnya. Bayangkan saja, bila sebagai seorang SDM Bank Syariah, kita memiliki kesadaran bahwa diri kita bukan saja menjadi karyawan yang hanya semata-mata bekerja menjalankan kewajiban bisnis perbankan, akan tetapi juga sebagai seorang da’i—dengan cara mempersiapkan diri belajar ilmu keislaman mulai dari dasar, tanpa terasa ilmu keislaman yang kita miliki akan bertambah. Semakin lama kita bekerja, bukan saja kita semakin pusing dengan pekerjaan demi pekerjaan kantor. Tetapi, membuat diri kita makin mengetahui ilmu keislaman, disebabkan diri kita rajin dan tekun mempelajari ilmu keislaman.

Menguasai Dasar-Dasar Keislaman

Setelah kita mengetahui bahwa SDM Bank Syariah bukan sekadar menjalankan aktivitas bisnis perbankan dengan menggunakan prinsip syariah, tetapi dituntut juga menjadi da’i penyampai risalah kenabian kepada masyarakat, maka tugas selanjutnya ialah mulai melakukan kategorisasi rumpun ilmu keislaman. Hal tersebut untuk memudahkan setiap SDM Bank Syariah dalam memahami dasar-dasar ilmu keislaman. Sehingga dengan memahminya, sebagai seorang bankir sekaligus da’i, akan benar-benar siap terjun memberikan pencerahan ke masyarakat.

Demi memberikan kemudahan dalam mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman, saya coba membaginya menjadi empat dasar ilmu keislaman, yaitu: ilmu al-Qur’an (tajwid, tafsir, asbab an-nuzul, nasikh wa mansukh, dan lain sebagainya), ilmu Hadist (rijalul hadist, nasikh wa mansukh, asbabul wurud, dan lain sebagainya), ilmu fikih (fikih, ushul fikih, dan qawaid fikih), dan ilmu pelengkap (ilmu kalam, tasawuf, filsafat, dan lain sebagainya).

Keempat pembagian dasar-dasar ilmu keislaman tersebut, hanya bentuk klasifikasi yang dibuat oleh penulis saja. Bila Anda sebagai SDM Bank Syariah memiliki model klasifikasi dari dasar-dasar ilmu keislaman, maka dipersilahkan untuk membuat klasifikasinya. Intinya, dari klasifikasi dasar-dasar ilmu keislaman yang dibuat, untuk lebih memudahkan diri kita sebagai SDM Bank Syariah dalam mempelajari dan memahami ajaran Islam. Sehingga membuat setiap SDM Bank Syariah yang hendak memulai untuk mendalami dasar-dasar keislaman, bersemangat dan diberi kemudahan dalam mempelajarinya.

Tentu saja, akan banyak halangan dan rintangan yang akan datang menghadang, ketika kita sebagai SDM Bank Syariah memutuskan untuk mulai mendalami ajaran Islam. Apalagi, bila dikaitkan dengan tuntutan kerja sebagai seorang bankir, tentunya perusahaan akan menuntut adanya peningkatan produktivitas demi memperoleh net profit margin setiap tahunnya—yang merupakan amanat dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Maka dari itu, SDM Bank Syariah harus mampu mengatur dan mempergunakan waktu sebaik mungkin.

Misalnya, menggunakan waktu senggang sehabis Sholat Dzuhur dan Ashar dengan mengulang hafalan ayat-ayat al-Qur’dan dan bait-bait hadist kala berada di kantor, membaca buku saat menunggu waktu rapat, menggunakan waktu senggang kala berada di rumah untuk mengulang pelajaran-pelajaran yang sedang dipelajari, dan lain sebagainya. Intinya, kita sebagai SDM Bank Syariah dalam mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman tidak ada yang mengawasi dan memberikan penilaian. Maka dari itu, dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan untuk mempelajari dan mendalaminya.

Prilaku Organisasi yang Islami

Ajaran Islam yang dipelajari oleh SDM Bank Syariah, baik secara langsung ataupun tidak langsung, bisa dipastikan akan berdampak terhadap budaya organisasi. Edy Sutrisno (2018: 1-2) mengartikan budaya organisasi dengan mengutip pandangan Kilmann dkk, bahwa budaya organisasi merupakan perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya.

Jadi, adanya proses pembelajaran terhadap ajaran Islam yang semuanya berbentuk nilai-nilai, perlahan-lahan akan membentuk sikap dan cara pandang hidup yang lebih islami terhadap diri individu SDM Bank Syariah itu sendiri. Dimana, nilai-nilai akan menyerap dan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di dunia kerja. Sehingga, konsep kerja yang dilakukan oleh dirinya tak lagi sebagai penggugur kewajiban, tetapi esensinya ialah beribadah ghairu mahdoh kepada Allah Swt. Karena konsepnya adalah beribadah dan merasa langsung diawasi oleh Allah Swt, tentu saja dirinya akan memberikan kinerja  yang terbaik untuk perusahaan.

Bila setiap SDM Bank Syariah memiliki pemikiran seperti itu, kemudian berusaha ditularkan kepada SDM yang belum memiliki kesadaran, maka perlahan-lahan akan terbentuk budaya organisasi yang islami. Budaya organisasi yang islami merupakan sebuah konsep budaya organisasi atau budaya kerja yang lebih menitikberatkan bahwa bekerja merupakan bagian dari ibadah kepada Allah Swt. Semua pekerjaan akan dijalankan dengan penuh keikhlasan, bertanggung jawab, dan sesuai deadline yang ditetapkan oleh perusahaan.

Dengan demikian, dapat dihipotesakan bahwa dengan mempelajari dasar-dasar keislaman akan mampu membentuk nilai-nilai yang dengan sendirinya mampu meningkatkan produktivitas kerja baik individu ataupun perusahaan. Konsep tersebut sejalan dengan pandangan yang diungkap oleh Deddy Mulyadi (2015: 247) bahwa peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan dan sikap individu. Artinya, bila perusahaan ingin meningkatkan produktivitas kerja, maka yang harus ditingkatkan ialah kemampuan individu dan sikap dari individu itu sendiri.

Maka dari itu, adanya pemahaman ajaran Islam yang dilakukan oleh SDM Bank Syariah baik secara langsung ataupun tidak langsung berusaha membentuk karakter individu yang lebih produktif. Dengan demikian, tanamkan kesadaran terhadap setiap SDM Bank Syariah untuk mau terus mempelajari ajaran-ajaran Islam. Sehingga dengan adanya peningkatan pemahaman terhadan ajaran Islam, akan diiringi juga dengan adanya peningkatan produktivitas perusahaan.

Oleh: Hamli Syaifullah

Pengajar di Program Studi Manajemen Perbankan Syariah FAI-UMJ dan Mahasiswa Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi Perbankan dan Keuangan Syariah, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru