31 C
Jakarta
Array

Salat yang Wajib Diqadla’ Sebelum dan Sesudah Haid

Artikel Trending

Salat yang Wajib Diqadla’ Sebelum dan Sesudah Haid
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Ketentuan mengqadla’ (mengganti) salat yang ditinggalkan sebelum dan setelah haid sangat penting dipahami oleh wanita. Meskipun salat termasuk larangan ketika haid, tidak lantas membuat kita teledor terhadap salat yang belum sempat kita kerjakan mendekati keluarnya haid dan pasca haid berhenti. Wanita tidak wajib mengqadla’ seluruh salat selama haid, cukup salat yang ditinggalkan pada pangkal dan ujung masa haidnya saja”

Salat merupakan ibadah terpenting dalam Islam. Itulah mengapa dalam hadis riwayat imam al-Baihaqi, salat diibaratkan dengan tiang penyangga dan Islam sebagai bangunannya. Barang siapa mendirikan salat, berarti ia telah memperkokoh Islam. Sebaliknya, barang siapa meninggalkannya, maka sama saja ia merobohkan Islam. Bahkan, karena begitu pentingnya salat, tidak ada batas toleransi untuk boleh meninggalkannya, meskipun dalam keadaan bepergian atau kondisi badan yang lumpuh total.

Keutamaan salat juga terlihat dari awal pensyariatannya. Perintah salat langsung dimandatkan oleh Allah kepada Nabi pada peristiwa mi’raj. Berbeda dengan ibadah lain, yang disyariatkan melalui perantara malaikat, seperti perintah Puasa Ramadhan yang ditengarai dengan turunnya surat al-Baqarah ayat 183, pada bulan Sya’ban, 2 Hijriah.

Saat Haid, Tetap Waspada Waktu Salat

Jumhur ulama sepakat, salat tidak boleh dilakukan saat haid, mengqada’nya pun juga haram, atau paling tidak dihukumi makruh menurut Ibnu Salah, Imam Royani, dan al-Ijli. Ketentuan ini berlandaskan atsar dari Aisyah Ra “saat saya haid, saya diperintah Nabi untuk mengqada’ puasa, tidak mengqada’ salat”, dan hadis “ketika perempuan haid maka ia tidak boleh salat dan puasa”. Dari hadis ini kemudian terjadi transformasi hukum salat, yang awalnya wajib dilakukan menjadi wajib ditinggalkan. Kendati pun demikian, wanita tidak boleh lengah, terutama pada permulaan dan akhir masa haid.

Larangan salat dan mengqadla’nya kerapkali membuat wanita lalai akan salat yang belum sempat ia kerjakan menjelang keluarnya haid atau persis pasca berhentinya haid. Misalnya, keluar darah jam lima pagi, sedang ia belum salat subuh. Sela beberapa hari, ketika darah sudah berhenti, ia tidak mengganti salat subuh yang ditinggalkannya itu. Padahal, salat subuh wajib diqadla’, karena masih ada durasi yang cukup untuk mengerjakan salat antara masuknnya waktu salat subuh dan waktu keluarnya haid.

Oleh karena itu, harusnya kita waspada terhadap kapan permulaan dan berhentinya haid, untuk menentukan salat apa saja yang nantinya wajib diqadla’. Inilah yang akan kita ulas lebih dalam dalam artikel ini. Tentang jaa’al mani’ (datangnya penghalang/haid) dan zaalal maani’ (hilangnya penghalang/haid)

Perhatikan Kapan Datang dan Perginya Haid

Saat haid, kita harus mengerti salat apa saja yang nantinya wajib diqadla’. Untuk itu, yang pertama diperhatikan adalah waktu permulaan haid, atau diistilahkan dengan jaa’al maani’ (datangnya penghalang/haid). Bila datangnya haid itu setelah masuk waktu salat dengan durasi yang cukup untuk melakukan salat (atau yang cukup untuk bersuci dan salat bagi orang yang beser), sedangkan salat belum sempat dikerjakan, maka salat ini nantinya wajib diqadla’. Contohnya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Kemudian, saat haid berhenti (zaalal maani’) juga tidak lepas dari potensi wajibnya menqadla’ salat. Yang menjadi batasan adalah bila waktu berhentinya haid masih berada dalam durasi yang cukup untuk melaksanakan takbiratul ihram, maka wajib mengqadla’ salat tersebut. Misalnya, darah haid berhenti lima menit sebelum matahari terbit, maka salat subuh wajib diqadla’.

Ada sedikit hal yang berbeda antara ketentuan qada’ salat saat datang dan perginya haid. Saat darah haid berhenti, qada’ salat juga mencangkup salat sebelumnya, bila masuk dalam rangkaian salat jama’. Artinya, bila haid berhenti pada waktu isya’, maka yang salat Maghrib sebelumnya juga wajib diqadla’. Begitu pula, bila haid berhenti pada waktu ‘Asar, maka salat Dzhuhur sebelumya juga wajib hukumnya untuk diqadla’. Seperti contoh; keluar darah haid jam dua siang, sementara ia belum salat Dzuhur. Selang seminggu, darah berhenti jam lima sore. Salat yang harus diqadla’ adalah salat Dzuhur (yang belum sempat dikerjakan sebelum keluar darah haid) dan salat ‘Asar plus Dzuhur (saat haid berhenti). Ketentuan jaa’al maani’ dan zaalal maani’ ini juga berlaku bagi wanita yang nifas.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru