Harakatuna.com. Bandarlampung. Aom mengungkapkan hal tersebut menanggapi adanya permasalahan masih banyaknya kader dan simpatisan HTI di kampus-kampus yang sampai saat ini belum sadar dan dengan diam-diam terus menyebarkan ideologi khilafah.
Ia menilai harus ada upaya konkrit dan sistematis sekaligus solusi dari fenomena ini dalam rangka mengembalikan para mahasiswa tersebut ke jalan yang benar, baik dari sisi kelembagaan masing-masing perguruan tinggi maupun stake holder terkait.
Mahasiswa serta pelajar, tambah Aom, merupakan sasaran empuk kelompok-kelompok intoleran dan radikal dalam rangka menyusupkan ideologi radikal. Hal itu karena di usia-usia inilah para mahasiswa dan pelajar tengah mencari bentuk jati diri dan masih labil kejiwaannya.
“Yang perlu diperhatikan oleh semua pihak terutama pada masa peralihan dari SLTA ke perguruan tinggi,” ujarnya.
Ia juga menyorot pembelajaran pendidikan agama di sekolah menengah dan perguruan tinggi belum mampu menjawab permasalahan bangsa. Perombakan kurikulum pendidikan agama, terutama dalam kehidupan beragama yang beriringan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, menurutnya perlu dilakukan lagi.
Kurikulum Pendidikan Agama harus mampu menanamkan nilai-nilai agama secara kontekstual kepada para mahasiswa dan pelajar.
“Harusnya belajar ilmu agama tidak dilakukan secara tekstualis. Harus melihat konteks dan realitas yang muncul ditengah-tengah masyarakat,” pungkasnya. (Muhammad Faizin/Kendi Setiawan).
NU Online