Harakatuna.com. Jakarta – Akibat dari literasi digital pada masyarakat memunculkan masalah utama seperti maraknya penyebaran berita bohong (hoaks), penipuan berani, perundungan siber, maraknya ujaran kebencian hingga radikalisme berbasis digital .
Untuk menghadapi dampak negatif dari kemajuan internet tersebut, maka yang harus dilakukan adalah para pengguna media sosial atau ruang digital untuk tidak langsung percaya pada berita online, berpikir jernih dan menyadari adanya motivasi tertentu dari suatu berita online.
“Jangan ikut menyebarkan berita yang tidak jelas asal usul dan kebenarannya,” kata Ketua DPRD Kabupaten Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih, SE, pada Webinar Ngobrol Bareng Legislator yang diselenggarakan hasil kerja antara Komisi I DPR RI dengan Ditjen Aptika Kemkominfo pada 21 Juli 2022.
Webinar dengan tema Mewujudkan Ruang Digital yang Berbudaya Indonesia tersebut menghadirkan narasumber lainnya yakni Direktur Jenderal Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pengerapan BSc, Anggota Komisi I DPR RI HM Idham Samawi, Dosen Komunikasi, Praktisi Media, Pengamat Seni Ryan Bagus Wuryantoro.
Endah menjelaskan setiap pengguna ruang digital harus menyadari risiko hukum (UU ITE, KUHP, dll) yang mengancam kita jika ikut penyebar kebencian, suka, pencemaran nama baik,
penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, dan penyebaran hoax. “Bangga dan lakukan berbagi info yang positif. Kabarkan Keragaman budaya, kreasi, dan keindahan sekitar kita,” katanya.
Anggota Komisi I DPR RI HM Idham Samawi mengatakan mengajak seluruh masyarakat untuk berharap masyarakat untuk membocorkan masa depan Indonesia yang lebih baik. “Baik di ruang digital maupun tatap muka dan sebagainya, kita harus menjaga menjaga Indonesia,” katanya.
Praktisi Media, Pengamat Seni Ryan Bagus Wuryantoro menjelaskan ada data yang menarik dimana penduduk Indonesia mencapai 272,1 juta dengan koneksi HP mencapai 338,2 juta, lebih dari jumlah penduduk dengan pengguna internet mencapai 175.4 juta dan 160,0 juta diantaranya memiliki akses media sosial.
Dengan data tersebut katanya, literasi digital yang dapat menghadirkan Indonesia di ruang digital sudah seharusnya dilakukan sejak tingkat SMP bahkan SD karena dunia digital sudah sangat masif dan menjangkau seluruh usia.
“Ruang digital itu bukan ruang yang hampa yang berbeda dengan kebudayaan kita. Kita ingin membawakan budaya Indonesia masuk ke ruang digital .
Sejak Indonesia mengenal ruang digital , sudah seharusnya membawa nyawa ke-Indonesia-an. Ini yang menjadi tantangan kita semua,” katanya.