32.1 C
Jakarta
spot_img

Road to Resilience; Upaya Returnee ISIS Bangkit dari Radikalisasi Menuju Resiliensi

Artikel Trending

AkhbarRoad to Resilience; Upaya Returnee ISIS Bangkit dari Radikalisasi Menuju Resiliensi
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bayangkan. Seorang anak berusia 11 tahun, tangannya sudah lincah membongkar pasang senjata; matanya menyala dengan pandangan agama yang keras, dan pikirannya dipenuhi doktrin-doktrin kebencian. Itu bukanlah adegan sebuah film aksi  Hollywood atau novel dystopia.

Itu adalah refleksi oleh Komjen Pol. Eddy Hartono, Kepala BNPT RI, dalam peluncuran buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan film dokumenter Road to Resilience pada 27 Februari 2025 di Auditorium Lt. 2 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Acara yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB itu menjadi momen peluncuran dua karya penting sekaligus ruang diskusi yang dihadiri oleh para ahli dan praktisi isu radikal-terorisme.

Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah karya Noor Huda Ismail adalah mahakarya yang menceritakan tentang radikalisasi, kemanusiaan, konflik, dan harapan. Pak Huda, begitu ia akrab dipanggil, yang terlibat langsung dalam proses repatriasi 18 warga Indonesia dari Suriah pada 2017 silam, membawa pembaca untuk menyelami kompleksitas masalah terorisme dari sudut pandang yang jarang tersentuh: empati dan pemulihan.

Buku itu merupakan catatan lapangan atau laporan investigasi, bertolak dari refleksi mendalam tentang manusia yang terjebak dalam pusaran kekerasan, namun tetap memiliki harapan untuk bangkit; resilience. Dalam kata pengantarnya, Hartono menyebut buku tersebut sebagai upaya strategis RAN PE. “Karya ini menjadi alat komunikasi strategis yang efektif untuk melawan narasi ekstremisme,” ujarnya.

Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah menawarkan narasi alternatif, melampaui isu radikalisasi dengan menghadirkan kisah-kisah nyata tentang perjuangan, penyesalan, dan harapan masa depan. Ia mengajak kita untuk melihat para korban ISIS bukan sebagai musuh, tetapi sebagai manusia Istimewa yang perlu dipulihkan.

Sementara itu, film dokumenter Road to Resilience mengisahkan perjalanan panjang Febri Ramdani, seorang remaja Indonesia yang sempat terjebak dalam janji-janji manis ISIS—menjadi returnee. Film tersebut mengangkat kisah pribadi Febri, ihwal tantangan besar yang dihadapi para returnee saat kembali ke Indonesia. Stigma, penolakan, dan rasa bersalah menjadi teman sehari-hari mereka.

Namun, film ini tidak berhenti pada kegelapan. Road to Resilience justru menonjolkan keteguhan hati Febri dan keluarganya untuk membangun kembali hidup mereka. Dari proses karantina dan deradikalisasi oleh BNPT dan Densus 88, hingga momen bahagia ketika Febri berhasil menyelesaikan pendidikan tingginya di Universitas Pamulang, film itu menjadi bukti nyata bahwa kesempatan kedua selalu ada.

BACA JUGA  Santri dari Berbagai Daerah dan Diaspora Mengikuti Program Afkaaruna "Ayo Mondok Holiday Program"

Febri, yang pernah terjebak di teritori ISIS, akhirnya menyadari bahwa hidupnya telah diarahkan ke jalan yang salah. Ketika ia dan rombongannya berhasil kembali ke Indonesia, mereka dihadapkan pada kenyataan pahit: masyarakat yang menolak mereka, menganggap mereka sebagai pengkhianat bangsa. Gus Wal, misalnya, yang paling getol melakukan hal itu, kendati akhirnya menerima juga dengan kehangatan.

Di film tersebut, Febri tidak menyerah. Dengan dukungan dari BNPT dan keluarganya, dia berusaha menata kembali hidupnya dari awal. Film itu menggambarkan perjuangan Febri dengan penuh empati, mengajak penonton merenungkan arti sebenarnya dari penebusan dan kesempatan kedua, utamanya ihwal cita-cita meromantisasi kedua orang tuanya.

Untuk diketahui, acara peluncuran kemarin dihadiri sejumlah narasumber yang memberikan perspektif mendalam tentang isu radikal-terorisme. Noor Huda, sang penulis buku, berbagi pengalaman pribadinya dalam proses repatriasi dan deradikalisasi. Leebarty Taskarina, ahli kriminologi, memberikan analisis mendalam tentang faktor pendorong seseorang terjerumus radikal-terorisme.

Lies Marcoes, aktivis gender dan peneliti, menyoroti dampak radikal-teroris terhadap perempuan dan anak-anak. Sementara Ridho Dwi R., sang sutradara film, berbagi kisahnya saat membuat film inspiratif itu. Febri Ramdani, sang protagonis dalam film Road to Resilience, juga hadir untuk berbagi pengalaman pribadinya, mengisahkan perjuangannya membangun kembali hidupnya setelah sempat terjerat janji palsu ISIS.

Moderator acara, Sarie Febrianie, seorang jurnalis berpengalaman, dengan cekatan memandu diskusi penuh antusias. Peserta yang hadir tidak hanya mendengarkan dengan seksama, tetapi juga aktif mengajukan pertanyaan dan memberikan apresiasi terhadap buku dan film tersebut. Banyak yang terkesan dengan pendekatan humanis yang diusung kedua karya Noor Huda itu. Apresiasi berdatangan dari banyak pihak.

“Ini adalah langkah penting dalam upaya kita melawan radikalisme,” ujar salah seorang peserta. “Kita perlu lebih banyak karya seperti ini, yang tidak hanya mengedukasi, tetapi juga menyentuh hati. Selamat untuk Pak Huda dan tim.”

Melalui buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan film Road to Resilience, kita diajak untuk melihat radikalisme bukan sebagai masalah keamanan saja, tetapi juga tantangan kemanusiaan. Kedua karya itu menjadi pengingat bahwa di balik setiap konflik, selalu ada harapan untuk perubahan dan pemulihan. Seperti kata Pak Huda Ismail, “Kemanusiaan dan harapan adalah inti dari setiap langkah kehidupan manusia.” [Khr]

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru