32.9 C
Jakarta

Rihlah Batiniah

Artikel Trending

Asas-asas IslamTasawufRihlah Batiniah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Bulan paling sakral, karena menyimpan berjuta-juta hikmah yang hal itu tidak ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan ini pula Alquran, kitab suci umat Islam diturunkan. Dibulan ramadhan kebaikan harus ditingkatkan, rihlah mulai dari yang sifatnya fisik hingga yang batin.

Seluruh kaum muslim di seluruh dunia menyambut bulan suci Ramadhan ini dengan berpuasa, yakni mencegah dari tidak makan dan minum sepanjang hari. Selain itu, momen-momen kebaikan itu relatif lebih dipergiat oleh kaum muslimin ketimbang bulan-bulan selain bulan puasa Ramadhan ini.

Puasa, jika kita sadari, adalah pendidikan rohani bagi kaum beriman. Sebab, dengan berpuasa pada hakikatnya seluruh umat Islam diajarkan untuk saling mencintai. Saling menghargai, menghormati dan membangun kebersamaan untuk menciptakan kesejukan dan kedamaian hati. Oleh karena itu, eksistensi puasa adalah pendidikan keimanan bagi kaum beriman.

Nilai dan Ajaran Moral Puasa

Islam mengajarkan umatnya agar berpuasa supaya, antara yang satu dengan yang lainnya, timbul rasa saling menghargai. Adanya perintah berpuasa, dengan tidak makan dan minum sepanjang hari, menahan sejenak untuk tidak berhubungan antara suami istri, pada hakikatnya adalah untuk melatih jiwa manusia agar:

Pertama, menumbuhkan spirit kebersamaan, spirit solidaritas sosial yang tinggi, spirit perdamaian, keadilan dan keharmonisan. Spirit itu diwujudkan dengan saling menjaga persatuan agar tidak bercerai-berai. Sehingga, dengan pendidikan Allah SWT melalui berpuasa, yaitu dengan menahan rasa lapar dan dahaga. Orang-orang yang berpuasa dapat merasakan kelaparan dan kehausan yang sama sebagaimana diderita oleh insan (kaum duafa) hingga mendorongnya untuk meringankan beban orang lain.

Kedua, orang-orang yang berpuasa diajarkan untuk tidak berhubungan intim meskipun sudah sah secara syar’i untuk melakukannya, seperti suami istri, untuk mengevaluasi sejauh mana umat Islam bisa belajar melepaskan nafsunya. Setiap orang pasti ada pengganggunya. Pengganggu mereka inilah adalah nafsu. Nabi Muhammad Saw sendiri sudah menegaskan bahwa jihad terbesar yang dihadapi umat Islam adalah jihad mengalahkan diri sendiri.

BACA JUGA  Tiga Peringatan Malaikat Jibril Yang Diaminkan Rasulullah

Nah, di hari raya inilah saatnya untuk kembali fitrah dengan meminta maaf kepada sanak famili, keluarga, tetangga, masyarakat dan seluruh umat muslim. Cara melakukanya sesuai kebiasaan di daerahnya. Bisa dengan cara berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain. Tujuannya, untuk meminta maaf.

Kegiatan ini agak sepele. Tapi, jika benar-benar dilakukan dengan cara rihlah, maka memiliki kegunaan yang sangat berharga. Dalam kehidupan ini pasti tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki salah, terkecuali manusia pilihan Allah SWT yang sudah dilindungi. Baik kesalahan terhadap Allah, atau dengan sesama. Sebagai manusia yang memiliki potensi untuk berbuat salah dan khilaf, ada saatnya untuk menyadari kesalahan dan berusaha kembali fitrah dengan cara memperbaiki hubungan sesama (human relations) secara baik. Momentum hari raya inilah kita berusaha untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah SWT (hablumminallah) dan hubungan sosial debgan baik secara horizontal (hablumminannas), hingga menghasilkan tanda positif (+) dari yang vertikal dan horizontal tadi.

Ciri-ciri Puasa yang Diterima

Oleh sebab itu, dari pendidikan bulan puasa ini diharapkan mampu mencerdaskan bangsa dan kaum muslimin supaya kedepan lebih baik dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Melalui pendidikan periodik , rihlah secara berangsur, mampu melahirkan peserta didik yang menjalankan syariat Islam dengan benar sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Kehadiran beliau kemuka bumi hanya semata-mata untuk memaripurnakan akhlak yang agung. Melalui pendidikan puasa Ramadhan tadi untuk melahirkan kaum beriman.

Karena tidak bisa disebut sebagai orang beriman jika masih kehadirannya membawa embel-embel keonaran, kerusuhan, mencerai-beraikan persatuan. Hal ini didasarkan pada penghayatan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud r.a., Rasulullah Saw bersabda bahwa orang yang khianat dan curang itu akan kehilangan agama. Dan dalam perang Khaibar, seperti diriwayatkan oleh imam Muslim, Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa sifat penghianat itu merusak iman. Beliau menganjurkan umatnya untuk senantiasa bersyukur dalam keadaan apa pun, karena hal itu merupakan dari iman.

Sri Rahayuningsih
Sri Rahayuningsih
Mahasiawa aktif UIN Walisongo Semarang

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru