27.9 C
Jakarta

Revolusi Akhlak Butuh Wali Mursyid Bukan Imam Besar

Artikel Trending

CNRCTRevolusi Akhlak Butuh Wali Mursyid Bukan Imam Besar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pidato Rizieq Shihab pada acara Reuni Aksi Bela Islam 212 kemarin, terlihat daya juang Rizieq Shihab mulai melemah. Dari suaranya, seperti orang sedang sakit. Nada suaranya tinggi tetapi tidak menggelegar seperti biasanya. Seiring usianya yang semakin menua, Rizieq Shihab mulai lelah. Butuh istirahat panjang dan tarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan perjuangannya.

Apakah sekedar retorika atau memang sudah sadar, Rizieq Shihab mengakui keabsahan pemerintah. Di beberapa kesempatan sebelumnya, dari tanah suci Mekkah, Rizieq Shihab tidak mau mengakui Pak Jokowi sebagai Presiden yang sah. Rizieq Shihab menegaskan ideologi ke-aswaja-annya dengan mengatakan tunduk dan taat kepada pemerintah sepanjang bukan maksiat di jalan Allah swt. Rizieq Shihab menolak memberontak kepada pemerintah yang sah.

Sebenarnya tidak ada yang perlu direkonsiliasikan antara Rizieq Shihab dengan pemerintah. Karena, memang tidak ada konflik antar keduanya. Yang ada adalah sejumlah dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Rizieq Shihab. Hal ini harus diselesaikan lewat jalur hukum, bukan dengan rekonsiliasi politik, sebab konteksnya berbeda. Andaikata pun ingin rekonsiliasi antar massa di akar rumput, rekonsiliasi lah secara sosio-kultural dan alamiah.

Revolusi akhlak bisa menjadi langkah awal untuk rekonsiliasi sosio-kultural dengan pihak lain, jika, yang dimaksud oleh Rizieq Shihab adalah merevolusi akhlak dirinya dan para pengikutnya. Bukan akhlak orang lain. Saat-saat sekarang ini di tengah pandemik Covid-19, merupakan momen yang tepat bagi Rizieq Shihab dan pengikutnya untuk melakukan instropeksi diri (muhasabah). Melihat ke dalam, apakah akhlak diri sendiri, keluarga dan pengikut sudah baik atau belum.

Masyarakat sudah lama mengeluh perihal akhlak para pengikut Rizieq Shihab yang sama sekali jauh dari tuntunan Rasulullah saw. Membuat orang non muslim takut dengan agama Islam. Untungnya, mereka sadar bahwa pengikut Rizieq Shihab jumlahnya sedikit. Mereka tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan. Mayoritas umat yang berafiliasi ke NU, Muhammadiyah, dll, masih bisa menjaga akhlak yang terpuji.

Akhlak adalah cerminan hati. Hati yang kotor meluahkan akhlak yang buruk. Akhlak buruk akibat dari penyakit-penyakit hati. Penyakit-penyakit hati misalnya takabur, ujub, sum’ah, hasad, ananiyah, dan lain sebagainya, sangat halus, lebih halus dari udara. Penyakit-penyakit itu yang menempel dan menutup hati yang berubah menjadi hawa panas ketika berbuat, berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Tampak dari wajah yang bengis, seram, omongannya kotor, penuh caci maki dan cela.

Sedangkan hati yang bersih memancarkan akhlak yang baik. Wajahnya bersih, cerah dan ramah. Kata-katanya santun dan tertata. Tidak suka mencaci dan mencela orang lain. Oleh sebab itu, revolusi akhlak yang sejati adalah revolusi hati atau revolusi suasana hati (ahwal). Dari suasana hati penuh kebencian dan amarah  murka kepada orang lain khususnya pemerintah, menuju suasana hati yang penuh kasih sayang.

Revolusi akhlak cara Rizieq Shihab dan pengikutnya me-reset arah juang mereka. Kembali ke titik nol perjalanan dakwah FPI. Belum terlambat untuk meluruskan niat, arah dan tujuan sesungguhnya dari dakwah dan perjuangan FPI. Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah:”Barang siapa yang permulaannya bersama Allah, maka ujung perjalanannya pun bersama-Nya.”

Bukan seorang Imam Besar yang dibutuhkan dalam membimbing dan memimpin revolusi akhlak, melainkan seorang wali mursyid. Seorang guru ruhani yang hati bersih dan akhlaknya terpuji. Wali mursyid yang akan membina ruhani, melatih akhlak dan mengantarkan Rizieq Shihab dan pengikutnya kepada arah dan tujuan perjuangan yang hakiki yakni menuju Allah swt.

Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah. “Sesungguhnya ilmu yang bermanfaat adalah yang cahayanya menyebar dalam dada dan menyingkap penutup hati. Ilmu yang terbaik adalah yang menumbuhkan rasa takut (kepada Allah). Ilmu yang disertai rasa takut kepada Allah, itulah ilmu yang menguntungkan. Jika tidak ilmu itu membahayakan”.

Lanjut Syaikh Ibnu ‘Athaillah, “tentu saja guru yang dimaksud adalah ulama pewaris Nabi yang takut kepada Allah swt karena pengetahuan hati mereka telah sampai kepada Allah swt. Dibuktikan dengan ketaatan kepada Allah swt. Karena ilmu para ulama yang tidak membuat takut kepada Allah swt, bukanlah ilmu.”

Rekonsiliasi Rizieq Shihab dan pengikutnya dengan pihak lain khususnya pemerintah, tergantung keberhasilan dari gerakan revolusi akhlak. Revolusi akhlak yang dicanangkan oleh Rizieq Shihab harus diawali dari diri, keluarga dan pengikutnya, baru kemudian kepada orang lain dan pemerintah. Revolusi ini akan sampai kepada maksud dan tujuannya, jika dibimbing dan dipimpin oleh seorang wali mursyid, dan Rizieq Shihab beserta para pengikutnya harus ikhlas menjadi murid shadiq.

Ayik Heriansyah
Ayik Heriansyah
Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru