28.9 C
Jakarta
spot_img

Resep Kulakan Ide untuk Menjaga Produktivitas Berkarya

Artikel Trending

KhazanahLiterasiResep Kulakan Ide untuk Menjaga Produktivitas Berkarya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pernahkah Anda mengalami suatu kondisi hanya menatap lembaran kosong di laptop? Bingung apa yang akan dituliskan. Tidak tahu apa yang harus dicatatkan. Buntu dan tidak ada satu pun gagasan yang menghampiri pikiran. Saat-saat semacam itu, saya rasa pasti dialami oleh setiap penulis. Baik penulis pemula atau yang jam terbangnya sudah tinggi. Baik penulis profesional ataupun penulis pemula, rasa-rasanya pernah mengalalami kondisi semacam itu.

Mungkin, bedanya bagi yang jam terbangnya tinggi, sudah berpengalaman mengatasi kondisi semacam itu. Dia memiliki sejumlah alternatif bagaimana agar pikirannya bisa “kulakan” ide. Sebab, tidak sedikit, sebagian dari kita justru memilih menunda dan menutup layar laptop lalu beralih pada aktivitas lainnya. Merasa bahwa mood-nya lagi tidak baik-baik saja. Mengira bahwa suasana lagi tidak mendukung untuk berkarya. 

Selanjutnya, timbullah sebuah pertanyaan dalam benak kita: bagaimana agar selalu bersemangat dalam menulis? Bagaimana agar selalu mendapatkan ide yang melimpah dalam berkarya? Baiklah, melalui catatan ini, izinkan saya untuk sekadar berbagi resep atau ramuan yang hemat saya cukup ampuh untuk memecah kebekuan dalam berpikir. Untuk mendulang banyak gagasan. 

Sebab, sebenarnya ide itu melimpah ruah. Kita bisa menggali dan mendapatkan beragam sumber inspirasi di mana pun, kapan pun, dan dari siapa pun. Lebih-lebih, jika kita memahami betul bahwa menemukan ide itu sebenarnya tidak hanya dalam teks yang kita baca seperti halnya buku, majalah, jurnal, buletin, koran, dan sejenisnya. Setiap penuls bisa mendapatkan ragam ide dengan cara membaca semesta, realitas sosial, dan atau bahkan dirinya sendiri. Dalam hal ini, kepekaan dalam membaca mesti terus dilatih dan dikembangkan.

Percayalah, bahwa yang membuat kita terpaku terus-terusan menatap layar laptop atau lembaran catatan yang kosong disebabkan karena kemampuan dalam mengamati masih belum diaktifkan. Melalui pengamatan dan perhatian penuh terhadap sekeliling kita, sejumlah ide bisa diperoleh. Seperti halnya, ketika kita sedang duduk-duduk santai di sebuah kafe. Tinggal diamati saja, keadaan di kafe tersebut. Di kafe tersebut, kita bisa menemukan sejumlah mahasiswa yang sedang nugas, pengusaha yang sedang rapat, atau sejoli yang sedang pacaran, atau anak-anak remaja yang asyik bermain game online. 

Dari hasil observasi itu, kita bisa menggunakan rumus “ADIKSIMBA” (apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana) untuk mengumpulkan ide. Setelah itu, tinggal diipilah dan dipilih sesuai dengan tema besar yang hendak kita tuliskan. Contohya kita bisa menentukan topik seputar bagaimana anak-anak muda menghabiskan waktunya di kafe.

Judulnya bisa: “Pemuda, Kafe, dan Produktivitas dalam Berkarya.” Itu hanya contoh saja. Kita bisa menyusun kerangka tulisan lewat gagasan besar yang telah ditentukan. Dalam hal ini, metode mind mapping atau pemetaan pikiran juga cukup membantu. Bisa juga langsung saja menerapkan teknik free-writing atau menulis bebas ketika sudah menemukan ide dan topik dalam berkarya. Bagaimana, cukup mudah bukan?

BACA JUGA  Membaca Itu Harus, Salah Memilah Bacaan Jangan

Persoalannya yaitu ketika kita tidak mencoba mengasah daya nalar kita lewat rumus ADIKSIMBA tadi. Kita membiarkan pikiran kita diam dan tangan kita tak bergerak untuk mengetikkan sesuatu yang terlintas dalam benak kita. Padahal, ide bergerak cepat; sangat gesit dan licin. Jika tak segera dituliskannya, kita bisa lupa dan kehilangan momentum.

Jadi, saat sudah menemukan ide, segeralah tuliskan. Meskipun hanya satu baris kalimat. Sebab, dari satu atau dua kata. Sebab, dari satu katu itu, nanti bisa beranak-pinak, berkembang menjadi sebuah kalimat, sebuah paragraf, dua paragraf, dan akhirnya menjadi satu tulisan yang utuh. Kita hanya perlu memaksa diri kita untuk bergerak cepat dan lebih fokus lagi. 

Jangan biarkan pikiran kita mengembara tidak jelas. Jangan sampai kita kehilangan kendali sehingga lebih memilih untuk scrolling media sosial atau balas chatting ketika sedang menulis. Sebab, aktivitas di luar tulis-menulis itu, bisa membuyarkan konsentrasi kita. Bisa menyita waktu dan perhatian kita. Bahkan, bisa meningkatkan rasa malas kita dalam berkarya. Sehingga pada akhirnya menyalahkan mood dan situasi yang tak mendukung. 

Padahal mood itu, kitalah yang menciptakannya. Paksalah diri kita untuk selalu bersemangat dan antusias dalam berkarya. Momentum emas itu memang perlu dibuat. Dalam hal ini, penulis harus pandai-pandai menjemput bola alias proaktif. Baik ketika sedang berupaya memetik ide, membuat outline, menulis, mengedit, maupun menyelesaikan tulisan. Sekali lagi, jangan menunggu. Sebab, kesempatan itu, kitalah yang mendesainnya. 

Terakhir, produktivitas dalam berkarya ini juga membutuhkan komitmen dan ketekunan. Saya percaya betul, bakat hanya berpengaruh sekian persen terhadap kesuksesan seorang penulis. Sisanya adalah kemauan, kesungguhan, dan kedisiplinan. Termasuk juga ketika sedang bingung untuk memulai menulis. 

Di situlah tantangannya. Bagaiman pola pikir kita ketika menghadapi situasi semacam itu. Bagaimana sikap kita ketika menemukan problem semacam itu. Sebab, tidak sedikit yang memilih mundur, menunda, dan beralih pada aktivas lainnya yang kadang tidak produktif. Jadi, kebuntuan dalam menemukan ide itu bisa kita atasi dengan melatih diri lebih jeli dalam mengamati dan membaca persoalan dan keadaan sekitar. Jadi, marilah ambil pena. Tuliskan apa pun yang sedang dipikirkan. Jangan biarkan hari-hari berlalu tanpa karya. 

Muhammad Aufal Fresky
Muhammad Aufal Fresky
Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya. Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru