31.7 C
Jakarta

Reinterpretasi Makna Jihad dalam Konteks Kebangsaan

Artikel Trending

KhazanahPerspektifReinterpretasi Makna Jihad dalam Konteks Kebangsaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Secara historis, istilah jihad kembali menjadi issue dunia pasca tragedi pemboman gedung WTC Amerika Serikat pada tahun 2001 dan sejumlah bom yang meledak di Bali. Istilah ini kemudian terus menyeruak dalam peristiwa-peristiwa peledakan bom dan aksi terorisme. Karena itulah belakangan makna jihad menjadi doktrin Islam yang kontroversial dan paling sering disalahpahami, baik oleh kaum Muslim sendiri maupun kalangan non-Muslim, karena selalu diidentikkan dengan aksi-aksi teror.

Dalam pandangan sebagian umat Islam misalnya, mereka memaknai jihad sebagai perjuangan senjata yang menawarkan alternatif hidup mulia atau mati syahid. Bagi mereka, perjuangan senjata merupakan langkah utama sehingga melegitimasikan kekerasan dan terorisme sebagai jihad tanpa batasan akhlak, agama, dan hukum. Sementara jihad menurut pandangan non-Muslim (Barat) adalah perang suci (the holy war) untuk menyebarkan agama Islam dan menarik musuh (non-Muslim) untuk masuk Islam.

Istilah jihad semakin populer digunakan di Indonesia tatkala digunakan untuk melakukan sweeping warung-warung yang menjual minuman keras, tempat hiburan malam, diskotik, dan tempat-tempat yang dianggap berbau maksiat. Aksi-aksi itu mereka lakukan atas nama jihad dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Pada perkembangan selanjutnya, kata jihad tidak lagi identik dengan aksi sweeping, tapi sudah bermetamorfosis sebagai atribut kepentingan politik. Terbukti gerakan atas nama jihad ini digunakan oleh Islam seperti FPI, FUI, GNPF Ulama, HTI dan lain sebagainya untuk melakukan demostrasi terhadap kebijkan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan umat Islam. Bahkan, pada saat kasus penistaan agama yang menimpa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purna kala itu, makna jihad ini digunakan oleh mereka sebagai atribut demonstrasi dengan tagline “jihad bela agama” pada awal tahun 2016 silam.

Sejak itu, istilah ini semakin populer di kalangan umat Islam Indonesia. Bahkan, setiap ada momentum demonstrasi narasai “ajakan jihad” seringkali mengitari poster-poster yang bertebaran baik di medsos maupun di dunia nyata. Sehingga kata jihad hanya identik dengan kelompok-kelompok yang sering menyerukan aksi bela Islam, bela ulama, bela kalimat tauhid, bela nabi dan lain sebagainya.

Atas dasar fenomena itu, jihad menjadi istilah yang menyeramkan dan kontroversial karena sering digunakan untuk menyerang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro umat Islam oleh mereka. Sedihnya lagi jihad juga sering digunakan untuk menekan aparat agar menangkap orang-orang yang dituduh menistakan agama. Lalu apa sebenarnya makna jihad?

Memahami Makna Jihad

Secara etimologi, istilah “Jihad” berasal dari bahasa arab yaitu “Jaahada” yang berarti bersungguh-sungguh. Yang dimaksud bersungguh-sungguh disini ialah berjuang dengan sunggug-sungguh di jalan Allah seseuai dengan syari’at Islam dengan tujuan untuk menegakkan dan menjaga agama Allah dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan Nabi dan Al-Quran. Dari sini kita dapat memahami bahwa terminologi jihad dapat diterjemahan dalam hal yang sangat luas. Artinya, makna jihad tidak hanya terbatas pada pengertian perang angkat senjata saja tapi juga bermakna penghambaan seseorang terhadap Yang Maha Kuasa sesuai dengan kemampuannya.

Dalam Ensiklopedi Islam, jihad mempunyai makna dasar berikhtiar keras untuk mencapai tujuan yang terpuji. Dalam konteks Islam, kata jihad memuat banyak makna, kata ini bisa berarti perjuangan melawan kecenderungan jahat atau pengerahan daya upaya untuk atau demi kepentingan ummah, misalnya, mencoba mengimankan orang yang ingkar (tidak beriman) atau bekerja keras memperbaiki moral masyarakat (Jihad Pendidikan).

BACA JUGA  Menyelisik Kontinuitas Deradikalisasi Sebagai Benchmark Kontra-Terorisme

Allah mewajibkan jihad yang tujuannya adalah: meninggikan kalimat yang hak dan membebaskan manusia dari perbudakan hawa nafsu, kedzaliman seorang raja, dan khurafat. Selain itu, jihad bertujuan menegakkan keadilan, memberantas kebatilan, mempertahankan akidah, jiwa, nama baik, dan harta benda. Sebaliknya, Islam sangat mengharamkan penganiayaan, kezaliman, dan sejenisnya: Islam sangat menghargai kebebasan dan tidak memaksa seseorang untuk memeluk agama ini.

Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 256 yang artinya; ”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Dalam sebuah kitabnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa makna jihad bersifat umum dan bukan hanya tertumpu pada peperangan, tapi juga bisa berupa jihad melawan nafsu, jihad melawan setan, jihad harta, jihad pendidikan dan yang lainya. Bagi Yusuf Qardhawi, jihad peperangan tidak wajib bagi orang Islam untuk memerangi golongan kafir ketika mereka aman daripada ancaman golongan itu. Jihad diwajibkan ketika wujudnya ketakutan daripada kejahatan dan serangan mereka ke atas orang Islam.

Jihad Untuk NKRI

Berdasarkan paparan makna jihad di atas, maka istilah jihad dalam Islam bukan bertujuan merampas harta, membunuh, bom bunuh diri atau aksi-aksi yang dapat merugikan orang lain. Sebab,makna jihad sebagai perang merupakan alternatif terakhir dalam dakwah. Perang dalam Islam bukan untuk menyerang, tetapi untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan menangkis tindakan yang melampaui batas dari musuh.

Hal itulah yang dilakukan oleh Mbah Hasyim Asy’ari yang mengeluarkan resolusi Jihad NU pada tanggal 10 November 1945, yakni dengan tujuan untuk mempertahankan NKRI yang baru saja merdeka dari tentara sekutu yang hendak menguasainya. Walaupun banyak menelan korban jiwa, peristiwa ini berhasil mengusir tentara sekutu yang hendak menguasai Indonesia. Ada banyak tokoh, Kiai, Santri dan Masyarakat yang gugur dalam peristiwa yang mencekam itu.

Jika di masa kolonial Belanda, jihad yang harus dilakukan dengan cara melawan penjajahan itu. Maka dalam konteks indonesia dan kebangsaan, reinterpretasi makna jihad penting dilakukan. Hal ini agar tidak hanya dipersempit pada persoalan-persoalan yang bersifat kekerasan. Akan tetapi harus dimaknain lebih luas yaitu berjuang untuk menjaga eksistensi kebangsaan dengan cara memperkuat persatuan.

Kemudian jihad yang harus dilakukan selanjutnya adalah mendorong pembangunan yang berkeadilan dalam berbagai sektor seperti pendidikan, ekonomi, budaya dan sosial ekonomi. Karena komponen-komponen inilah yang akan menjadi pondasi kokohnya suatu bangsa.  Sebab, sudah menjadi kewajiban bagi kita semua, untuk ikut serta merawat NKRI yang telah diwariskan para pendiri bangsa ini. Wallahu A’lam

Mushafi Miftah
Mushafi Miftah
Kader Muda NU Jawa Timur dan Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Saat ini tercatat sebagai Kandidat Doktor di Universitas Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru