32.9 C
Jakarta
Array

Refleksi Potret Santri untuk Pembangunan Negeri

Artikel Trending

Refleksi Potret Santri untuk Pembangunan Negeri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Peringatan Hari Santri memang telah kita lalui, peringatan tersebut memang patut untuk diacungi jempol. Sebab, sejarah perjuangan santri dalam mempertahankan negara memang perlu diperkenalkan lagi sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat kebangsaan di kalangan muda terutama bagi para santri. Selama ini penjelasan mengenai kewajiban berjihad melawan penjajah dan mati syahid bagi yang wafat di medan tempur kurang mendapatkan perhatian khusus di kalangan masyarakat. Semangat jihad dari para santri demi negeri tercinta dan kiprah mereka dalam perjuangan kemerdekaan, memang kurang diketahui oleh masyarakat. Padahal sudah semestinya sejarah perjuangan tersebut harus dicatat rapi dalam lembaran sejarah bangsa. Sebab bila direnungi ulang perjuangan para santri tersebut bisa dikategorikan sebagai perjuangan pahlawan.

Sepanjang sejarah pondok pesantren yang menjadi tempat santri memang sering dianggap remeh. Padahal dari sanalah terlahir para santri yang bisa ikut berkontribusi dalam pembangunan negeri. Sehingga, kini kontribusi santri dalam berbagai kegiatan negara kurang mendapatkan perhatian, bahkan perannya kini perlahan memudar dan hilang dari ingatan masyarakat, seiring dengan berjalannya waktu. Padahal rekaman sejarah tentang peran santri dalam sejarah bangsa Indonesia perlu diputar ulang sebagai upaya resolusi semangat santri dalam perjuangan mengisi kemerdekaan Negara Indonesia.

Pada dasarnya santri itu mempunyai karakteristik tersendiri, diantaranya yaitu, seseorang yang khusyuk menimba ilmu pengetahuan di suatu pondok pesantren dengan penampilan dan sikap sederhana. Mereka terbiasa bangun pagi lebih cepat, kemudian tidur malam telat. Suara zikir dan membaca bertaut dari satu kelas ke kelas yang lain mengalahkan suara mesin pembangkit tenaga listrik. Karakter seperti inilah yang  mendidik mereka menjadi orang yang cerdas dan kuat sebagai calon-calon pemimpin negeri di masa yang akan datang.

Suara manusia yang saling bersautan di tempat yang sempit itu, seakan telah menjadi hiburan gratis pengganti konser artis top di berbagai belahan dunia. Suara doa dan dzikir mereka, terlihat setiap pagi dan malam yang berkah. Dari hari ke hari semangat mereka menimba ilmu mereka selalu bertambah. Walau antrian di kamar mandi, desak-desakan di asrama yang sempit, tak membuat mereka pasrah kepada alam demi menggapai cita yang suci dan hakiki.

Situasi dan kondisi yang demikian telah mendidik para santri menjadi sekelompok masyarakat yang mempunyai komitmen yang tinggi dan kuat. Menurut Dedi Mulyadi dalam bukunya yang berjudul Mengayuh Negeri dengan Semangat Santri dijelaskan bahwa ada empat ruh santri yang dapat menjadi potensi Indonesia untuk memajukan negeri ini: Pertama, santri terdidik dengan sikap kemandirian, di mana satu ciri orang-orang sukses adalah memiliki jiwa yang mandiri. Kemandirian ini diajarkan oleh hadis: “Mukmin yang yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim). Seharusnya dunia ini dikuasai oleh yang kuat dan memiliki akhlakul karimah, supaya mencapai kedamaian dan ketertiban.

Kedua, santri meliliki sifat pengabdian. Folosofi kerja di pesantren adalah mengabdi. Maka jangan heran kalau orang yang baru mengenal guru di pesantren ketika ditanyakan, berapa gajinya mereka menjawab “tidak ada gaji”. Maka akan tergeleng-geleng kepala bukti keheranan, dan bertanya pada diri sendiri, mungkinkah? Lalu bagaimana hidupnya, makan apa, dan sederetan pertanyaan yang lain. Tetapi nyatanya mereka telah dapat hidup dengan tenang dan gembira dalam kesederhanaan. Sesungguhnya, kondisi inilah yang membuat mereka lebih siap dan memiliki rasa sosial yang tinggi.

Kita mengakui bahwa satu budaya negeri yang di ambang punah adalah budaya gotong-royong. Kalau dewasa ini, kita mau melihat praktik budaya gotong-royong, mungkin tidak salah kalau jawabannya, lihatlah gotong-royong santri. Padahal kita kenal bahwa gotong-royong adalah budaya negeri Indonesia yang kian hari kian terasa hilang, bahkan kemerdekaanpun diraih dengan semangat gotong-royong. Namun, realitas saat ini, budaya semakin terkikis akibat nilai-nilai kebarat-baratan seperti hedonisme, konsumerisme, dan materialisme.

Ketiga, ruh jihad. Definisi jihad di sini adalah tekad dan komitmen yang kuat dalam mengarungi samudera penderitaan serta memecahkan kebutuhan. Negeri dengan tingkat kesungguhan yang kuat akan dapat menaklukan dunia, misalnya, Jepang dengan energi samurainya dan lain-lain. Sikap ini pula yang menyebabkan santri berani bergerak melawan penjajah meskipun harus berhadapan dengan bercucuran darah.

Keempat, cinta ilmu dan wawasan yang luas. Hidup dalam dunia ilmu pengetahuan, membuat santri harus mencintai ilmu pengetahuan. Salah satu alasan islam dapat diterima sebagai agama oleh penduduk dunia, karena islam mengajarkan cinta kepada ilmu pengetahuan, bahkan ayat yang pertama turun adalah iqra’ yang berarti bacalah. Artinya sebuah perintah kepada umat Islam untuk membaca, baik yang tersurat maupun yang tersirat, karena dengan membaca dapat menambah wawasan setiap orang.

Negeri yang maju bukan hanya ditentukan oleh sumber kekayaan materi, tetapi kekayaan intelektual lebih berharga. Misalnya, Eropa adalah negeri yang miskin sumber daya alam, tetapi dapat menjadi negeri yang kuat karena ilmu yang mereka kuasai. Adapun negeri kita adalah negeri yang kaya dengan sumber daya alam yang banyak pula, tetapi masih tetap dalam cengkeraman utang, karena sumber daya manusia yang kurang.

Pembangunan negeri ke arah yang lebih baik harus terus diupayakan, tantangan berat dewasa ini adalah pengkaderan generasi muda yang berkualitas. Santri sebagai sebuah komunitas masyarakat yang akan kembali hadir dalam berbagai pertujukan negeri, sangat diharapkan kontribusi dan perannya.

Begitupun dengan adanya Penetapan Hari Santri Nasional hendaknya dipahami sebagai upaya pembinaan generasi yang berintegeritas sejak dini. Upaya simultan dan bersifat pembinaan karakter harus dimulai sebelum mereka diberikan amanah untuk negeri. Santri dengan segala yang dimilikinya harus memiliki rasa kepedulian kepada pembangunan negeri. Jangan hanya bisa tunduk dan pasrah atas situasi yang ada, tetapi harus bangkit bercita-cita tinggi, berkomitmen tinggi dan dan berwawasan luas dengan semangat kepahlawanan.

Maka momen kebangkitan santri ke arah yang lebih maju dan berkembang sedang dalam penantian. Saatnya santri meletakkan landasan pikir yang jelas, mengukir karya untuk bangsa, dan tidak terbawa ke arah radikalisme yang cenderung ke tindakan provokatif, dan juga hendaknya tidak tertidur dalam untaian syair yang menyebabkan hilangnya rasa peduli serta apatis terhadap fenomena yang ada. Santri harus menjadi sosok yang tangguh di tengah terpaan badai kehancuran moral. Wallahu a’lamu bi al-Shawwab..

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru