29.8 C
Jakarta

Refleksi Iduladha: Berkorban demi Kemanusiaan dan Kebersamaan

Artikel Trending

KhazanahPerspektifRefleksi Iduladha: Berkorban demi Kemanusiaan dan Kebersamaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ibadah kurban memiliki tujuan mendekat dengan Tuhan (taqarrub ilallah). Uniknya, praktik ibadah kurban lebih bersifat sosial, yakni membagikan daging hewan kurban kepada sesama. Bagaimana jika berkorban untuk kemanusiaan dan kebersamaan, juga melawan perpecahan?

Dari sinilah, ibadah kurban dapat dijadikan pelajaran betapa seseorang yang memiliki tujuan dekat dengan Tuhan tidak saja menjalankan ritual yang bersifat vertikal (shalat, puasa, qiyamul lail, dan lain sebagainya) saja, namun juga mesti dilengkapi dengan ibadah horizontal kepada sesama.

Selama ini sering kali terdapat oknum yang mengkotak-kotakkan antara agama dan sosial. Terdapat sekolompok golongan yang mengagung-agungkan ibadah vertikal dengan mengesampingkan kesalehan sosial.

Sebaliknya, ada yang selalu berusaha saleh kepada sesame namun menyepelekan ritual ibadah kepada Tuhan. Keduanya tidak dapat dikatakan sempurna, bahkan bisa jadi petaka, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain di sekitarnya.

Orang yang hanya mementingkan ibadah vertikal dengan mengesampingkan ibadah sosial bisa berbuat radikal kepada sesama. Bahkan, dengan mengatasnamakan agama, ia akan dengan mudah mengorbankan jiwa sesama dan segala fasilitas umum yang ada di sekitarnya.

Padahal, jika ditelisik secara mendalam, belum tentu orang atau benda yang dirusak memiliki dosa terhadap dirinya atau kepada Tuhan/agama.

Selain kerusakan fisik yang berupa raga manusia maupun bangunan, perbuatan radikal juga bisa menimpa perasaan sesama. Dengan tiadanya sifat shalih secara sosial, seoseorang akan dengan mudah melontarkan ujaran kebencian kepada orang-orang yang di sekitarnya.

Bahkan dengan adanya media sosial, mereka semakin gencar melangsukan perkataan yang tidak mengenakkan. Ujaran kebencian yang dilangsungkan bahkan bukan saja karena bersifat membangun namun juga kadang dilakukan karena ketikdaksukaan terhadap orang/kelompok lain.

Petakanya, ketika fanatik buta telah melandanya, ia tidak bisa mengikuti kata hati nuraninya, terhadap perkara baik yang dilakukan kelompok yang tidak sepaham dengannya tetap dicibir dengan terus mencari celah kesalahan.

BACA JUGA  Takjil War: Antara Harmoni Kemanusiaan dan Kerukunan Beragama

Sementara itu, terdapat juga kelompok umat yang secara sosial sangat salih, namun mengesampingkan ibadah vertikal. Mereka bisa saja siang-malam berpikir dan bekerja untuk sesama.

Mereka selalu berusaha memberikan kenyamanan kepada orang lain, menghibur kepada yang sedang terkena musibah, dan memberikan makanan kepada yang kelaparan. Namun demikian, semua itu tidak pernah diniatkan agar mendapat ridha dari Tuhan. Tentu upaya ini hanya akan menjadi amalan dunia belaka.

Bermula dari kisah peristiwa kurban, umat muslim mesti bisa mengambil hikmah besar di baliknya. Betapa Nabi Ibrahim saat itu mendapat ujian keimanan yang sangat besar, yakni diperintah Tuhan untuk menyembelih anak laki-laki kesayangan yang sudah lama diidam-idamkan.

Ujian ini sebagai penentuk ketakwaan kepada Tuhan. Jika ia bersedia mengorbankan anaknya, maka ia dimasukkan ke dalam hamba yang takwa. Sebalinya, jika tidak, maka derajat ketakwaan kepada Allah SWT akan lenyap. Dan, Nabi Ibrahim pun dengan perasaan kemanusiaan yang sangat berat tetap menjalankan perintah demi mendapat ridha dari Tuhan.

Dan, Nabi Ibrahim dianggap lulus dari ujian ini ketika bilah pisau belum sampai memutus leher anaknya yang bernama Ismail. Allah SWT pun menggantikan sembelihan berupa kambing gibas yang menarik dari surga. Kambing inilah yang akhirnya disembelih dan dagingnya diberikan kepada sesama.

Dengan adanya kurban, diharapkan semangat kebersamaan, kesalehan sosial di tengah perbedaan terus selalu terwujud. Kesalehan kepada sesama ini akan menjadi tabungan amal akhirat yang menumpuk apabila diniatkan taat dan berusaha taqarrub ilallah. Maka dari sinilah, mari momentum kurban dijadikan saranan ihtiyar salih secara vertikal dan horizontal.

Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo, S. Sos. I., M. Sos.
Anton Prasetyo, S. Sos. I., M. Sos.
Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr NU Gunungkidul

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru