Harakatuna.com – Mengakhiri tahun 2024 adalah momen yang tepat untuk merenungkan perjalanan hidup kita. Dalam Islam, introspeksi bukan hanya merupakan anjuran, tetapi juga bagian dari ibadah. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang cerdas adalah yang menghisab dirinya dan mempersiapkan amal untuk kehidupan setelah kematian.” Salah satu hal yang perlu kita renungkan bersama adalah sejauh mana kita berkomitmen menjaga perdamaian, keadilan, dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat yang semakin kompleks.
Tahun ini memberikan banyak pelajaran, terutama dalam menghadapi tantangan era digital. Berita palsu (hoax), ujaran kebencian, dan provokasi menjadi tantangan utama yang mengancam keharmonisan umat manusia. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.” Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya sikap kritis dan kehati-hatian dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Tidak menyebarkan berita hoax adalah bentuk tanggung jawab moral dan spiritual seorang Muslim. Ketika seseorang dengan sengaja menyebarkan berita palsu, ia telah melanggar prinsip kejujuran yang diajarkan oleh Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyampaikan segala sesuatu yang ia dengar tanpa memeriksa kebenarannya.” Dalam konteks ini, refleksi akhir tahun harus diarahkan pada evaluasi kebiasaan kita dalam bermedia sosial.
Selain hoax, ujaran kebencian dan provokasi menjadi tantangan serius dalam menjaga persaudaraan umat manusia. Islam mengajarkan ukhuwwah islamiyyah, yaitu persaudaraan yang dilandasi oleh iman dan kasih sayang. Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” Ayat ini menegaskan pentingnya menjadikan dakwah sebagai sarana untuk menyatukan, bukan memecah-belah.
Provokasi dan ujaran kebencian sering kali muncul akibat ketidaktahuan atau kebencian yang dipelihara. Islam mendorong umatnya untuk menjauhi sifat-sifat ini. Dalam hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.” Pernyataan ini relevan dalam konteks penggunaan media sosial yang sering menjadi tempat menyebarkan kebencian.
Refleksi akhir tahun ini juga harus mencakup jihad melawan terorisme. Dalam Al-Quran, jihad tidak pernah dimaknai sebagai tindakan kekerasan yang merusak kehidupan. Sebaliknya, jihad adalah upaya maksimal untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 190, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Terorisme adalah musuh bersama umat manusia. Dalam Islam, membunuh satu jiwa tanpa alasan yang dibenarkan sama seperti membunuh seluruh manusia (QS Al-Maidah: 32). Oleh karena itu, refleksi ini harus membawa kita pada pemahaman bahwa Islam adalah agama yang melarang kekerasan dan mendorong perdamaian.
Menghadapi tiga tantangan besar ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam. Tafsir Al-Quran dan hadis menjadi panduan utama yang harus terus dipelajari dan diaplikasikan. Dalam Surah An-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” Ayat ini mengingatkan pentingnya pendekatan yang bijak dan damai dalam menyelesaikan permasalahan.
Kunci utama menghadapi hoax, ujaran kebencian, dan terorisme adalah pendidikan. Pendidikan berbasis Al-Quran dan hadis dapat melahirkan generasi yang mampu membedakan antara yang benar dan salah. Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” Dengan ilmu, kita dapat mencegah diri dari terjebak dalam kebodohan yang menjadi akar dari berbagai masalah.
Penting pula untuk meningkatkan kesadaran kolektif dalam masyarakat. Kampanye-kampanye literasi digital yang sejalan dengan nilai-nilai Islam harus diperbanyak. Dakwah kontemporer perlu memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan kedamaian dan kebenaran.
Refleksi ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi di dunia dan akhirat. Dalam Surah Al-Zalzalah ayat 7-8, Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.”
Mengakhiri tahun ini, mari kita tingkatkan komitmen untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Tidak hanya dengan menghindari hoax, ujaran kebencian, dan terorisme, tetapi juga dengan aktif menyebarkan pesan-pesan positif yang membangun peradaban.
Perubahan besar dimulai dari langkah kecil. Refleksi ini harus menjadi awal dari transformasi diri dan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Dengan prinsip ini, kita dapat menjadikan tahun mendatang lebih damai dan penuh berkah.
Semoga refleksi akhir tahun ini menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Dengan memegang teguh ajaran Al-Quran dan hadis, kita dapat menghadapi tantangan zaman dan menciptakan dunia yang lebih damai, adil, dan harmonis. Mari jadikan tahun 2025 sebagai tahun perubahan menuju kebaikan yang lebih besar.[] Shallallahu ala Muhammad.
