Harakatuna.com – Pernahkah kita memiliki resolusi akhir tahun? Barangkali hampir kebanyakan orang menyusun perencanaan 1 tahun yang akan dijalani dan melakukan refleksi atas kehidupan yang sudah dijalankan selama 1 tahun terakhir. Refleksi akhir tahun biasanya, memuat berbagai hal yang perlu disyukuri atas segala hal yang sudah dilewati, pencapaian, kegagalan.
Kemudian menyusun perencanaan untuk 1 tahun berikutnya dengan tingginya harapan dan semangat berkobar untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik di tahun berikutnya. Upaya tersebut tidak hanya dilakukan oleh individu saja, organisasi ataupun komunitas juga akan melakukan hal serupa untuk menguatkan gerakan serta tujuan masing-masing.
Upaya tersebut juga dilakukan oleh para aktivis khilafah dalam melakukan refleksi akhir tahun. Kegiatan Risalah Akhir Tahun (RATU) 2024, digelar pada (22/12/24) di Palembang. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 250 orang dari berbagai komunitas di Sumatra Selatan. Kegiatan yang diikuti oleh sebagian besar anak muda tersebut, mengusung perbincangan tentang kepemimpinan. Kepemimpinan yang dimaksud dalam forum tersebut, tidak hanya kritik terhadap pola kepemimpinan dalam pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi tidak berisi ajakan untuk mendirikan khilafah.
Perjuangan Melawan Radikalisme Masih Panjang
Bukan persoalan refleksi akhir tahun yang kita gugat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh para aktivis khilafah. Namun, esensi dari kegiatan tersebut tidak lain menunjukkan bahwa, nafas perjuangan para aktivis khilafah semakin besar. Perlu diketahui pula bahwa, kegiatan tersebut juga dikabarkan melalui platform media sosial. Tidak hanya akun Instagram @muslimahnewsid, ada pula akun Instagram @muslimahminangrindusyariah yang berfungsi sebagai backup segala informasi kegiatan para aktivis khilafah. Semangat perjuangan yang dilakukan oleh para aktivis khilafah, baik secara online ataupun offline membuktikan bahwa, jihad kita dalam melindungi bangsa dan negara masih panjang.
Gerakan akar rumput yang sudah lama dilakukan, semakin memperluas wilayah penyebaran ideologi khilafah dan akan terus menjadi tantangan besar bagi kebangsaan. Mereka tidak hanya ada sebagai gerakan, akan tetapi juga ideologi yang disebarkan kepada anak muda, penerus bangsa, menjadi penyakit yang mematikan untuk keberadaan NKRI. Anak muda tidak lagi mencintai tradisi dan budaya yang ada di Indonesia karena dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam. Fobia terhadap ideologi Barat dan menjadikannya sebagai bahan utama propaganda.
Aktivitas tersebut dilakukan setiap tahun. Mereka melakukan kegiatan serupa untuk mengumpulkan anak muda, para aktivis yang berada pada satu gerakan. Artinya, eksistensi mereka untuk meruntuhkan NKRI dengan mendirikan negara berkedok ‘Islam’, terus menguat seiring berjalannya waktu. Maka untuk melawan gerakan tersebut, kita harus terus menguatkan gerakan, strategi ataupun upaya untuk membuktikan bahwa, Indonesia tidak perlu khilafah untuk berdiri tegak sebagai bangsa yang mandiri.
Tulisan ini juga menjadi atensi bahwa, tahun 2025 mendatang, kontra radikalisme-terorisme sangat perlu dikuatkan sebagai upaya pencegahan. Kritik terhadap pemerintah, baik dari aspek kebijakan, kepemimpinan, hingga masalah sosial-ekonomi, wajib dilakukan oleh masyarakat sebagai masukan dan bagian dari sistem demokrasi. Akan tetapi, perlu juga digarisbawahi, bahwa, eksistensi kelompok yang kritis terhadap negara namun mengajak mendirikan khilafah perlu diwaspadai dengan kemakmuran semu yang ditawarkan. Wallahu A’lam.