31 C
Jakarta

Ramadhan; Momentum Parade Kezaliman Para Khilafahers

Artikel Trending

Milenial IslamRamadhan; Momentum Parade Kezaliman Para Khilafahers
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Saat saya menulis ini, perasaan terselimuti waswas, karena saya tahu orang-orang HTI dan FPI akan tersinggung. Saya juga waswas karena sadar, bahwa jaringan siber mereka, boleh jadi tengah mengejar saya mati-matian. Tetapi, di bulan Ramadhan yang mulia ini, yang seharusnya menjadi momentum mendulang kebaikan, justru mereka ekspolitasi sebagai momentum parade kezaliman. Para khilafahers seharusnya tidak menyalahgunakan bulan suci. Ternyata mereka melanggarnya.

Saya, dengan berat hati harus mengatakan, bahwa para khilafahers kurang rasa malu. Mereka hidup damai di negeri yang, mereka sendiri, menolaknya. Mereka menebar fitnah terhadap Menteri Agama, NU, dan pemerintah secara umum, sambil mengklaim sebagai pejuang Islam. Hari Minggu (18/4) kemarin, para khilafahers menggelar diskusi spesial Ramadhan tentang parade kezaliman pemerintah. Tidak lain orientasinya adalah menawarkan khilafah HT.

Diskusi yang digelar secara daring dan tayang di kanal YouTube Khilafah Channel tersebut sudah 11.558 kali ditonton, dan terus bertambah. Para pembicaranya khilafahers semua tapi mereka palsukan. Prof Daniel Mohammad Rosyid sebagai guru besar, Tengku Zul sebagai ulama besar. Ismail Yusanto sebagai cendekiawan Muslim, dan Munarman sebagai aktivis hukum. Gelar-gelar tersebut sengaja dibuat untuk membesar-besarkan nama mereka yang sebenarnya tidak berkualitas.

Prof Daniel Rosyid dengan isu radikal sekuler kirinya, Tengku Zul dengan isu penggembosan Islamnya, Ismail Yusanto dengan isu kriminalisasi ulamanya. Itu adalah fitnah semua. Dan ironisnya, banyak komentar apresiatif terhadap diskusi tersebut. Mereka yang memfitnah dan memprovokasi di bulan Ramadhan tetapi menuduhkannya ke pihak lawan, yakni pemerintah. Siapa yang melakukan parade kezaliman sebenarnya? Menarik kita telaah.

Parade Kezaliman, Siapa yang Zalim?

Harus dipahami bersama bahwa semua narasumber diskusi tersebut adalah para maniak khilafah HT. Prof Daniel, menurut Ainur Rofiq Al-Amin, tidak hanya dekat dengan dedengkot HTI, melainkan ia sendiri juga salah satu dedengkotnya. Dalam pemaparannya, Prof Daniel menganalogikan Islam seperti ruang tamu yang hendak dibongkar, dikucilkan. Sementara ruang utamanya adalah tamu dari luar, yakni sekuler kiri yang ia anggap berkomplot dengan pemerintah untuk melemahkan umat.

Prof Daniel menyinyalir adanya usaha menyingkirkan Islam di negeri ini. Disinggung, misalnya, dalam diskusi tersebut, bagaimana Menag Yaqut mempersoalkan doa keagamaan. Kasus lain, Said Aqil Siradj yang meminta urusan akidah tidak terlalu diajarkan karena rentan menimbulkan sikap radikal. Keduanya dianggap zalim karena alih-alih menonjolkan kekuatan Islam ke ruang publik, justru berusaha menyingkirkannya.

Tengku Zul berbicara mengenai penggembosan Islam yang, secara genealogis, Orde Baru adalah pelopornya. Penggembosan tersebut ia sinyalir masih berlanjut hingga sekarang. Pemerintah memegang peran penting dalam melanggengkan parade kezaliman, sehingga menurutnya konfrontasi menjadi jalan keluar. Tengku Zul kemudian mendapat pembenaran dari Ismail Yusanto, bahwa hari ini tengah berlangsung siasat meremas Islam sehingga tidak lagi berdaya.

BACA JUGA  Begini Cara Membumikan Kultur Komunikasi Moderat di Indonesia

Radikalisme yang bagi Yusanto adalah “tumbuhnya kesadaran keberislaman yang berpolitik” ditubruk tidak saja untuk mencitraburukkan Islam, melainkan untuk melanggengkan kekuasaan rezim zalim itu sendiri. Ia lalu bertanya, salahkah umat Islam yang bergerak dalam rangka mengamalkan syariat sesempurna mungkin? Para audien tampak senang karena ulasan yang mereka anggap sangat lugas. Pemerintahan, bagi mereka, memang patut ditentang karena parade kezaliman di dalamnya.

Sambil tidak menyadari bahwa mereka tengah ditipu para khilafahers, mereka mengutip pantun di kolom komentar: “Bunga Mawar Bunga Melati. Tegaknya Syariah Kaffah Sangatlah Dinanti.

Meluruskan Mereka

Bisakah Prof Daniel memberikan bukti riil tentang radikalis sekuler kiri radikal yang ia tuduhkan? Apakah Tengku Zul lupa bahwa FPI itu produk Orde Baru pasca lengser, yang dengan demikian ia tidak kalah buruknya dengan Orde Baru itu sendiri yang dituduhnya menggemboskan Islam? Siapa yang melarang Ismail Yusanto menegakkan syariat secara penuh, adakah yang melarang dia shalat dan mengerjakan ibadah-ibadah lainnya?

Atau jangan-jangan Yusanto hendak mengatakan bahwa syariat yang belum terpenuhi tersebut adalah khilafah HT? Politik yang disyariat-syariatkan yang ia jadikan senjata untuk menelanjangi rezim justru berbalik menelanjangi mereka sendiri. Ulama-ulama (sok) besar di forum tersebut, yakni Tengku Zul dan Ismail Yusanto, hendak memaparkan parade kezaliman, serangkaian keburukan pemerintah, tetai justru siasat mereka sendiri yang mencuat ke permukaan.

Islam di Indonesia bebas, tidak ada batasan pelaksanaan ajarannya. Tetapi jika yang dimaksud adalah mengganti sistem pemerintahan, sebagaimana yang Yusanto dan para khilafahers lainnya mimpikan, itu memang harus ditentang dan itu bukan kezaliman. Yang zalim justru mereka yang hidup menumpang di negeri ini, tetapi malah bercita-cita menghancurkannya demi mengganti kekuasaan. Radikalisme itu fakta, bukan isu belaka seperti yang Yusanto sangkal.

Yusanto sebagai dedengkot khilafahers seharusnya tidak membuat propaganda seolah kiprah kita menjaga bangsa dari pemecah-belah adalah kezaliman. Orang-orang seperti dia dan sekawanannya memang harus dihadapi secara masif dan keras, dan itu bukan langkah yang zalim. Tidak ada yang lebih zalim daripada sekelompok manipulator Islam yang ingin melampiaskan hasrat kekuasaan menggunakan kedok membela dan memperjuangkan agama.

Tetapi begitulah. Ramadhan memang digunakan, oleh para khilafahers, sebagai momentum menebar parade kezaliman. Kita memiliki kewajiban untuk meluruskan mereka. Sekaligus, kita berlindung kepada Allah Swt dari tipu daya para khilafahers yang menggunakan topeng guru besar, ulama besar, cendekiawan Muslim, pakar hukum, dan gelar palsu lainnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru