29.5 C
Jakarta

Ramadhan dan Misi Penguatan Identitas Islam Rahmah

Artikel Trending

KhazanahOpiniRamadhan dan Misi Penguatan Identitas Islam Rahmah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Umar Shabab mengemukakan, puasa merupakan jalan spiritual menuju puncak, yang dalam terminologi al-Ghazali disebut puasanya orang-orang yang istimewa shaum khawash al-khawash (Al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Juz 1). Ramadhan merupakan bulan yang ditunggu-tunggu bagi umat, karena banyak keistimewaan di dalamnya. Bulan penuh berkah yang pahala kebaikan di dalamnya dilipatgandakan.

Hal yang lebih menarik ialah pada bulan ini Muslim mengerjakan puasa dalam jangka satu bulan, yang kini sudah berjalan hampir separuh. Sebuah ibadah kewajiban sekaligus salah satu cara untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial. Selain itu, ia juga harus menahan nafsu dan menahan jiwanya agar tetap stabil dalam menjalani kehidupan sehari. Hingga tidak ada amarah yang keluar, karena pada hakikatnya puasa adalah menahan kebencian.

Puasa memiliki signifikasi yang jelas, yaitu ikut mendorong terciptanya perdamaian dan meredam kebencian. Visi perdamaian dalam ibadah puasa menuntut untuk menghindari kebencian, kedengkian, provokasi, fitnah, serta sikap permusuhan. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya memiliki makna perdamaian. Agama yang rahmatan lil alamin. Memberikan rahmat bagi semua manusia yang ada di atas bumi ini.

Seseorang diharuskan pandai-pandai mengendalikan diri, baik lahir maupun batin dalam puasa Ramadhan. Sebab, puasa disyariatkan tidak hanya memburu pahala, melainkan berbenah menjadi pribadi yang santun dan lebih dekat kepada Allah Swt. dari sebelumnya. Puasa Ramadhan mengajarkan seseorang dalam menemukan jalan kebaikan untuk dirinya sendiri, begitu juga dengan orang-orang yang ada di dekatnya.

Bulan Ramadhan memang seringkali dimaknai sebagai sarana yang ideal bagi seorang Muslim untuk memperbaiki kualitas dirinya. Sebagai salah satu cara untuk menjaga lisan agar tidak berkata sesuatu yang menyakitkan dan tidak mengenakkan, serta menjaga jiwanya agar senantiasa bersih dalam bertingkah laku.

Ketika hal ini sudah menerpa dalam diri setiap Muslim, maka Ramadhan akan memberikan warna dalam kehidupannya. Dirinya akan selalu menemukan kebahagiaan, cinta dan kasih sayang dari orang lain. Kebencian yang sebenarnya sulit diasingkan dalam diri seseorang, akan dengan mudah tersingkirkan dengan pendekatan ini.

Dalam Al-Quran sendiri dinyatakan bahwa seseorang mendapat peluang untuk mencapai derajat takwa melalui puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana termaktub dalam Surah Al Baqarah ayat 183. Pada tingkatan ini, seseorang akan selalu terdorong untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela. Dengan kata lain, Ramadhan adalah sebagai media untuk mendekatkan diri untuk menjadi pribadi yang santun dan saling menghargai.

BACA JUGA  Harmoni Ramadhan: Antara Saleh Ritual dan Saleh Sosial

Pesan Kebaikan di Bulan Ramadhan

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menerapkan bahwa terdapat tanda-tanda khusus pada orang yang berpuasa. Pertama, menundukkan pandangan dan mencegah keinginan untuk memperluas penglihatan pada segala macam hal yang tercela dan dibenci. Kedua, menjaga lidah dari berbohong ghibah, dan berkata keji. Ketiga, mencegah pendengaran dari mendengarkan segala hal yang dibenci, (orang-orang yang suka mendengar berita bohong).

Keempat, mencegah anggota tubuh lainnya dari berbuat dosa, khususnya kedua tangan dan kaki. Juga mencegah perut dari memakan hal-hal yang syubhat (samar akan kehalalan atau keharaman). Kelima, tidak memperbanyak makanan yang halal saat berbuka. Karena maksud dari berpuasa itu sendiri adalah meredam hawa nafsu untuk menjadikan diri sebagai jiwa-jiwa yang takwa. Dan yang keenam, setelah berbuka, hatinya berada di antara perasaan penuh harap dan takut kepada Allah Swt.

Keenam hal yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali ini menjadi salah satu pengingat sekaligus peringatan untuk setiap orang, khususnya umat Muslim. Bahwasanya, berpuasa di bulan Ramadhan tidak hanya sebagai ritual, melainkan sebagai salah satu alternatif untuk senantiasa terjaga jiwanya dan selalu berbuat baik dalam bertingkah laku.

Untuk itu, sudah seharusnya kita sebagai umat Muslim untuk senantiasa bersyukur dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Karena rasa syukur ini akan menjadi pesan kebaikan dalam menjalankan kebaikan. Sama halnya dengan hukum kasih sayang. Barang siapa yang mencintai ia akan menemukan cinta dalam dirinya.

Apabila kita mencintai Tuhan, lewat praktik berpuasa dalam berpuasa di bulan Ramadhan dan disertai dengan keikhlasan. Maka cinta dan ketenangan akan senantiasa bersemayam dalam diri kita. Hanya kebahagiaan yang akan menerangi kehidupan ini. Hingga perdamaian akan selalu terjaga dalam lisan ataupun tindakan.

Suroso, S.Ag
Suroso, S.Ag
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru