31.8 C
Jakarta

Ramadan dan Jihad Melawan Nafsu Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahOpiniRamadan dan Jihad Melawan Nafsu Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitab Az-Zuhd bahwa Rasulullah saw seusai pulang dari Ekspedisi Tabuk, beliau bersabda, “Kalian datang dengan keadaan yang sangat baik. Kalian baru saja pulang dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya, “Apa jihad terbesar itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya.”

Mengutip beberapa kitab sejarah, Ekspedisi Tabuk merupakan salah satu ujian terberat bagi kaum muslimin. Terhitung jarak yang ditempuh oleh kaum muslimin sekitar 60 hingga 70 mil ke arah Yordania. Dan hal itu harus dilakukan di tengah cuaca yang sangat panas yang bertepatan dengan bulan Rajab tahun 9 Hijriyah. Selain itu, banyak umat Islam yang harus jalan kaki, karena terbatasnya kendaraan untuk menuju kesana.

Meskipun begitu, ekspedisi yang sangat berat ini, menurut Nabi masih kalah berat dengan melawan hawa nafsu. Apabila kita merujuk pada Islam Ushul Ki Filasafi karya Ghulam Ahmad, kita akan menemukan jawaban mengapa hawa nafsu dikatakan sebagai jihad terberat. Ghulam Ahmad menjelaskan, jika watak hawa nafsu akan menjerumuskan manusia kepada kejahatan dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang di luar kewajaran.

Hawa nafsu hadir dalam diri manusia dan muncul setiap saat. Manusia akan senantiasa diuji setiap waktu dan keadaan sampai dirinya menghembuskan nafas terakhir. Berbeda dengan ekspedisi, yang hanya menguji manusia selama beberapa waktu saja, dan setelah itu manusia bisa bebas terhadapnya. Oleh karena itulah, hawa nafsu dapat dikatakan terberat jika dibandingkan dengan Ekspedisi Tabuk.

Nafsu Radikalisme

Salah satu nafsu yang harus dilawan oleh umat Islam yaitu nafsu radikalisme. Dapat diakatakan jika nafsu radikalisme merupakan dorongan yang dapat merusak sendi sosial manusia. Di mana manusia sebagai makhluk sosial, akan kehilangan sisi kemanusiaannya apabila nafsu radikalisme berkuasa. Suka memaksakan kehendak, bertindak intoleran, egois, tidak peduli terhadap orang lain, dan ingin berdiri lebih tinggi dengan menjelekkan kaum lainnya.

Akar dari radikalisme ini menurut Jack David Eller berasal dari fundamentalisme agama yang ingin menampilkan kembali kemurnian agama (versi mereka) dan menggeser keyakinan-keyakinan lainnya. Fundamentalisme agama akan membawa pengikutnya untuk melakukan monopoli kebenaran, sehingga segala hal yang berada di luar kaidah ajaran mereka, dianggap sebagai sesuatu yang salah.

Sehingga sering kali radikalisme berujung pada tindak anarkisme. Menengok beberapa kasus yang telah terjadi, radikalisme memunculkan derita pada umat non-muslim. Peledakan bom, pembantaian, perusakan rumah ibadah, diskriminasi, dan beberapa hal lain yang menimbulkan trauma mendalam pada korban.

Selaras dengan itu, The Wahid Institute pada tahun 2014, mencatat beberapa ormas kerap melakukan tindak radikalisme, baik tindak intoleransi ataupun anarkisme. Kebanyakan tindak radikal yang dilakukan mereka, ditujukan kepada umat Kristen dan Katolik, aktivis lintas iman, dan kelompok Pura. Semua aksi yang dilakukan mereka, tidak lain bertujuan untuk menunjukkan sebuah eksistensi kebenaran. Dimana kebenaran versi mereka, hanya bisa tercapai jika semua hal yang berbeda dimusnahkan.

BACA JUGA  Radikal-Terorisme Sasar Medsos, Akankah Kita Diam Saja?

Memberantas Nafsu Radikalisme

Begitu bahayanya radikalisme, hingga membuat Presiden Joko Widodo melakukan serangkaian gerakan. Salah satu gerakan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo adalah menggandeng organisasi-organisasi keagamaan terbesar, seperti NU dan Muhammadiyah untuk turut serta melawan Radikalisme. Kesamaan visi yang ada pada kubu pemerintah dan organisasi keagamaan ini, membuat mereka dapat melakukan inovasi gerakan yang dapat menekan kelompok-kelompok radikal.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga terus melakukan serangkaian upaya untuk memutus radikalisme, baik melalui lembaga pemerintahan seperti BNPT dan Densus. Ataupun melalui serangkaian gerakan dan seruan kepada masyarakat luas untuk bersama-sama menumpas praktik radikalisme.

Karena memang tidak bisa diingkari, bahwa radikalisme hadir dan bersembunyi di tengah masyarakat. Maka cara penyelesaian paling jitu adalah menggabungkan semua komponen, baik ormas agama, komponen pemerintah, hingga dukungan masyarakat. Kesemuanya akan diikat pada visi yang sama, sehingga radikalisme dapat diatasi secara cepat dan tidak lagi menimbulkan banyak korban.

Momentum Ramadan

Bulan Ramadan dapat dijadikan sebuah momentum untuk menumpas bahaya radikalisme. Ramadan diartikan oleh para ulama sebagai bulan penahan hawa nafsu. Hal ini diwujudkan dengan melakukan puasa dan serangkaian aktivitas ibadah lainnya.

Yang spesial dari Bulan Ramadhan adalah semua bentuk kebaikan dilipatgandakan oleh Allah swt. Sehingga bentuk jihad terkecil hingga terbesar, semuanya dianggap sebagai suatu kebajikan, dan pahala yang didapat dilipatgandakan. Maka bertepatan dengan Ramadhan, dapat dijadikan suatu semangat baru untuk melawan radikalisme.

Dapat dikatakan jika melawan radikalisme adalah jihad yang besar, oleh karenanya pahala yang didapat oleh orang-orang yang melawan radikalisme di bulan Ramadan sangat besar. Dan jika kita melihat lebih jauh, kita akan menemukan sebuah kesimpulan bahwa salah satu tanda keberhasilan dari seseorang yang menjalani bulan Ramadhan adalah menaklukkan nilai-nilai radikalisme yang ada di sekitarnya. Membentengi dirinya agar tidak ikut bergabung bersama kelompok radikal, hingga melakukan serangkaian inovasi untuk memutus mata rantai radikalisme.

Apabila hal itu dapat dilakukan, maka umat Islam akan seperti yang dikatakan oleh Nabi, yaitu menjadi umat yang Rahmatan lil alamin. Umat yang mampu menaklukkan hawa nafsunya. Umat yang mampu menjaga dirinya untuk tidak berbuat ingkar dan teguh dalam jalan kebajikan. Dan umat yang mampu melindungi kesemua makhluk dan menyebarkan kebajikan pada dirinya. Oleh karena itu, dalam momentum Bulan Ramadhan ini, mari bersama-sama berjihad melawan nafsu radikalisme.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru