31 C
Jakarta

Rahmah El Yunusiyyah; Jejak Perjuangan Muslimah Pejuang dari Tanah Minang

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuRahmah El Yunusiyyah; Jejak Perjuangan Muslimah Pejuang dari Tanah Minang
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Perempuan yang Mendahului Zaman, Sebuah Novel Biografi Syekhah Rahmah El Yunusiyyah, Penulis: Khairul Jasmi, Tebal Halaman: 231 halaman, Tahun Terbit: November 2020, Edisi Serial Tokoh pendidikan Islam, Penerbit: Republika, ISBN: 978-623-279-089-6/978-623-279-090-2.

Harakatuna.com – Dalam kancah sejarah perjuangan bangsa kita, kontribusi orang Minang tidak perlu diragukan. Ulama, sastrawan, politisi, pahlawan, kaum intelektual telah banyak lahir dari sini. Mereka berjuang demi tanah air dan bangsa. Banyak tokoh-tokoh fenomenal yang terkenal, seperti  Imam Bonjol, M. Hatta, M. Yamin, H. Agus Salim,  Abdul Muis, Buya Hamka, M. Natsir, Sutan Syahrir, Tan Malaka dan masih banyak lagi.

Tidak ketinggalan dengan kaum pria, kaum perempuan Minang pun turut berkiprah dalam perjuangan melawan penjajah, seperti HR Rasuna Said, Rohana Kudus dan Rahmah El Yunusiyyah yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjalanan kita sebagai bangsa. Dan mungkin saja masih banyak lagi jejak perjuangan perempuan lainnya tetapi belum terdokumentasi dengan baik, sehingga banyak yang tidak kita ketahui. Sejarah selalu berkaitan erat dengan dokumentasi.

Di tengah kelangkaan dokumentasi seperti ini, kehadiran novel biografi  tentang perempuan pejuang Rahmah El Yunusiyyah, yang dijuluki dengan bermacam gelar, patut kita apresiasi. Buku ini ditulis oleh Khairul Jasmi, seorang wartawan yang sekaligus sastrawan. Dikemas dalam bentuk novel, gaya bercerita dalam buku ini mengalir, disertai dialog-dialog singkat dan penggambaran suasana masa lalu yang mengesankan, mejadikan buku ini enak dibaca dan  tidak membosankan.

Khairul Jasmi membagi buku ini menjadi 16 bagian yang menggambarkan sosok Rahmah secara komprehensif, dari sejak  lahir sampai menutup mata, serta legacy peradaban yaitu perguruan Diniyah Putri yang diwariskannya. Sekolah ini telah melahirkan banyak tokoh perempuan penting yang bisa kita baca dan dengar kiprahnya sampai saat ini.

Rahmah  lahir 29 Desember 1900 M dari keturunan ulama terpandang pada masanya. Kecerdasan dan keteguhan sikapnya sudah tertanam sejak kecil. Rahmah termasuk perempuan yang beruntung karena mendapatkan pendidikan formal, di samping ilmu-ilmu keagamaan. Dikenal memiliki semangat belajar yang sangat besar, kecerdasan dan sikap kokoh terhadap prinsip.

Rahmah banyak belajar pada ulama-ulama hebat. Penguasaannya terhadap fikih perempuan sangat mumpuni. Di samping itu, ia juga belajar ilmu keterampilan seperti memasak, menenun, P3K dan ilmu kebidanan yang kelak semua ilmu yang dipelajarinya memiliki kemaslahatan yang besar untuk sesama.

Di masa itu, streotipe negatif perempuan sangat lekat. Masa di mana hegemoni laki-laki sangat kuat. Perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan karena mereka hanya akan berkutat pada urusan sumur, dapur dan kasur.

Rahmah tampil dalam memperjuangkan nasib perempuan yang saat itu berada dalam kondisi memprihatinkan, terkungkung oleh tradisi dan juga bias agama. Argumentasinya cerdas. Ia mengatakan, “Perempuan adalah tiang  negara. Di mana ada negara kalau tiangnya rapuh? Al-mar’atu imad al-bilad.”  [hlm. 38]

BACA JUGA  Peran Pesantren dalam Memberangus Radikalisme-Ekstremisme

Keprihatinan itulah yang menyebabkannya mendirikan Diniyah Putri, sekolah khusus perempuan pertama di Indonesia saat usianya 23 tahun. Sekolah ini mengajarkan tentang ilmu agama, ilmu umum  dan juga ilmu-ilmu keterampilan yang dibutuhkan oleh perempuan dalam  perannya di keluarga. Sekolah ini memiliki sistem pendidikan yang khas sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Semua muridnya mengenakan busana Muslimah dengan kerudung di kepala yang dinamakan lilik.

Rahmah selalu menanamkan karakter kuat pada murid-muridnya. Dikatakannya bahwa perempuan harus feminin tetapi dia juga harus kuat, pintar dan bermoral. Rahmah selalu menanamkan prinsip bahwa perempuan harus bisa menghormati dirinya sendiri dan memiliki tanggung jawab juga dalam hal kesejahteraan masyarakat, agama dan bangsanya.

Di samping itu, yang tidak kalah menarik dan mungkin tidak lazim adalah seringnya Rahmah mengajak murid-muridnya untuk naik gunung. Kegiatan ini dilakukan agar ia dan murid-muridnya memiliki fisik kuat, juga sebagai media untuk mengajarkan bahwa mencapai puncak butuh pendakian-pendakian yang melelahkan. Murid-murid sekolah tersebut melintasi batas negara karena ada yang dari Malaysia dan juga Singapura.

Rahmah hidup dalam fase-fase penting sejarah Indonesia mulai dari penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, agresi militer Belanda dan masa pergolakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Bagaimana heroiknya Rahmah dalam membesarkan dan mengembangkan lembaga pendidikan Muslimah, serta perjuangannya dalam melawan penjajah Belanda dan Jepang, serta momen  pengibaran bendera merah putih pada masa Indonesia merdeka adalah hal-hal yang sungguh mengagumkan. Pemikiran, sikap dan perilaku Rahmah benar-benar melewati zamannya.

Bahkan atas ketangguhannya dalam mengembangkan sekolah Muslimah ternyata sangat mengesankan Rektor Al-Azhar Mesir pada masa itu yang berkesempatan mengunjungi sekolah Rahmah. Pada tahun 1956, dalam kunjungan balasan ke kampus Al-Azhar, Rahmah dianugerahi gelar Syekhah (guru besar) perempuan pertama dari luar Mesir, hal ini telah membawa harum Indonesia di luar negeri.

Prinsip-prinsip pendidikan yang diterapkan Rahmah meskipun lebih dari satu abad yang lalu, menurut saya, masih relevan dengan kondisi sekarang. Perempuan harus disiapkan dalam peran domestik, terampil mengurus keluarga dan mendidik anak. Telah banyak riset yang melaporkan bahwa permasalahan sosial kemasyarakatan saat ini, banyak yang bermula dari keluarga-keluarga yang disfungsional dan rapuh.

Selain hal tersebut, perempuan tetap bisa berkontribusi untuk kaumnya, dan bangsa tanpa harus melupakan fitrah dan kodratnya seperti yang bisa kita teladani dari sosok Rahmah.

Secara keseluruhan buku ini menarik, tetapi terkadang ada alur cerita yang kurang runtut sehingga tidak jarang harus membuka kembali lembaran yang telah dibaca sebelumnya agar mendapatkan pemahaman yang baik.

Akhirnya, bagi siapa saja yang ingin terketuk semangat juangnya, terbangkitkan kecintaannya pada tanah air dan ingin tercerahkan tentang konsep pendidikan perempuan dengan prinsip-prinsip Islam, maka buku ini sangat tepat untuk dibaca.

Salami Suyanto, S.Kp., M.Kep.
Salami Suyanto, S.Kp., M.Kep.
Penulis, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Aisyiyah Bandung.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru