29.1 C
Jakarta

Radikalisme Sudah Menyasar Anak-anak, Keluarga Harus Jadi Benteng yang Kokoh

Artikel Trending

KhazanahPerspektifRadikalisme Sudah Menyasar Anak-anak, Keluarga Harus Jadi Benteng yang Kokoh
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Mari kita membahas radikalisme anak-anak. Apa yang kita pikirkan, apa yang kita dengar, apa yang kita rasakan dan apa yang kita ketahui itulah kita. Beberapa hal tersebut dapat membentuk pola pikir dan karakter. Meskipun kita punya saringan kalau dalam istilah pemerolehan bahasa disebut filter atau saringan afektif.

Sedikit intinya saja, itulah sebabnya orang dalam lingkungan bahasa yang keras bisa menjadi lembut karena ia mempunyai filter afektif.

Begitu pula, apa yang kita pikirkan, dengar, rasakan hingga kita ketahui dapat mempengaruhi alam sadar kita, kita masih bisa memilih. Memilih untuk menyaring pikiran-pikiran yang sehat, perasaan yang positif hingga bertindak sesuai norma-norma yang tentunya elok dan terpuji.

Radikalisme memang memberi ancaman terhadap siapapun. Ia dapat memengaruhi dan merusak cara berpikir siapapun. Meskipun demikian, tentu saja ia tidak hinggap di semua otak siapapun. Misalkan saja orang yang terbiasa hidup secara santai dan lentur dalam menyikapi kehidupan, bahkan soal keberagamaan pun. Atau bahkan bila ia mempunyai fondasi atau dasar agama yang kuat, misalkan ia tipe orang yang beragama secara moderat, toleran, dan tidak kaku, tidak akan mudah terpapar radikalisme.

Cara kita menyikapi segala hal yang akan masuk ke dalam diri kita memang menentukan sikap kita di kemudian hari. Mental akan senantiasa memerosesnya, apakah informasi tersebut berguna atau tidak. Kemudian akan ditarik lagi, baru kemudian memengaruhi cara kita bersikap.

Lantas bagaimana radikalisme terhadap dunia anak-anak. Di sisi lain anak-anak ialah manusia yang masih polos. Andaikan mereka dinding, tentu saja mereka dinding yang baru dicat dasarnya saja. Belum bergambar atau berwarna-warni sesuai keinginan si empunya. Anak-anak pun cara berpikirnya sederhana tidak seperti orang dewasa dengan segala kompleksitasnya.

Bagaimanapun, radikalisme merupakan ancaman nyata yang bisa saja merenggut dunia anak-anak kapan dan di mana saja. Kadang anak-anak belum mampu membedakan secara gamblang apa itu baik dan buruk. Sebagai bagian dari dunia anak-anak, hal ini dapat menjadi peringatan yang serius bagi orang tua, guru atau pengasuh anak-anak,

Media sosial dan juga internet nampaknya ladang yang mudah dimanfaatkan oleh kaum radikalis. Mereka menebar jala-jala paham radikal di medsos atau juga di internet. Dengan menggunakan diksi-diksi yang menarik, janji-janji dengan mengobral syahid dan surga dengan mudahnya, mereka bisa merekrut siapapun dan menjadikan mereka menjadi radikal dalam beragama dengan amat cepat.

BACA JUGA  Menjadikan Ruang Maya sebagai Ajang Politik Damai

Suatu saat, penulis pernah mendengar cerita dari seorang korban mantan pengikut ISIS pada suatu diskusi. Pertama-tama ia mendapat informasi terkait paham tersebut melalui internet. Ia pun tertarik. Seingat penulis, bahkan ia sampai rela menjual rumahnya untuk berangkat ke Timur Tengah demi bergabung dengan ISIS. Akan tetapi, ketika ia sampai di sana dan bertemu kelompok ISIS, semua yang terjadi berbeda dengan informasi awal.

Ia disuruh tunduk dengan ISIS dan mengikuti aturan mainnya, misalkan dilatih untuk berperang, seolah-olah dunia Islam hanya butuh perang. Ia dilatih memegang senjata. Pokoknya semua berbeda dengan informasi awal yang ia temui di Internet sebelum ia berangkat dan bergabung dengan kelompok ISIS.

Bila kita tak sanggup menyekat dunia anak-anak kita dari paham-paham radikalisme, jangan harap kita akan melihat rona senyum mereka. Keluarga merupakan merupakan lingkungan yang teramat penting terhadap tumbuh kembang anak. Setidaknya keluarga menjadi model dalam anak memandang dunia. Keluarga menjadi teladan, baik disadari atau tidak, sehingga hal tersebut menuntut setiap anggota keluarga untuk menjadi trendsetter bagi anak.

Balik lagi ke medsos dan internet. Orang tua tidak perlu was-was ketika anak-anaknya sedang bermain gadget. Memang bagi dunia anak-anak, gadget bukan sebuah dunia yang ideal. Namun kalau kita melihat perkembangan zaman, gadget sudah menjadi tren dan dunia baru bagi kawula muda pun anak-anak. Kita hanya perlu membatasi anak-anak dari bermain gadget serta mengawasi mereka ketika memegang gadget. Serta memastikan, apa saja dan sejauh mana anak-anak memakai gadget.

Selain itu, orang tua juga perlu memperhatikan buku-buku apa saja yang layak dikonsumsi anak dan mana yang tidak layak. Radikalisme bisa muncul lewat buku-buku atau bacaan. Buku pada dasarnya ialah sumber pengetahuan atau jendela dunia. Namun, bila kita terlena, kita akan kehilangan anak kita. Karena ada juga buku-buku yang kontennya tidak mencerminkan agama Islam. Bahkan berisi tentang radikalisme.

Dan orang tua juga harus mengetahui dengan siapa anak bergaul. Bukan bermaksud membatasi sosial anak, akan tetapi radikalisme bisa bergentayangan di mana pun termasuk di dunia atau lingkungan sekitar pertemanan anak-anak. Atau jangan-jangan dalam satu atap rumah kita ada keluarga kita yang telah terpapar radikalisme. Sudah selayaknya kita berhati-hati.

Ahmad Solkan
Ahmad Solkan
Penulis lepas, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru