31.8 C
Jakarta

Radikalisme Rijikers dan Keadilan di Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamRadikalisme Rijikers dan Keadilan di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Dunia terasa berhenti bagi Rijikers yang menunggu Habib Rizieq yang tidak pasti. Tapi ketidakpastian itu tertuntaskan setelah melihat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (30/8/2021), memvonis Habib Rizieq dengan 4 tahun penjara.

Mereka sontak kaget. Yang diharapkan menjadi kenyataan yang mempahitkan kehidupan. Sebuah putusan, yang bagi mereka, tak pantas dan tak adil. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kejahatan lain, misalnya dalam kasus Jaksa Pinangki dan Juliari Batubara.

Hakim Menolak Banding Rizieq

Banding pun kandas. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak terkait vonis 4 tahun dalam kasus swab RS Ummi Bogor, dan semua permohonan pengacara Rizieq. Bahkan malah sang menantu Habib Rizieq, Hanif Alatas, ikut terjemblos dan mendekam di penjara. Hanif Alatas, bakal mendekam di penjara selama 1 tahun penjara.

Hakim menolak dengan alasan pasti. Habib Rizieq bersalah karena melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan demikian, Habib Rizieq tetap divonis 4 tahun sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Opini Masyarakat Tentang Keadilan

Yang menarik setalah putusan itu dilayangkan oleh jaksa/hakim. Banyak opini di satu sisi dan kericuhan di sisi lainnya. Opini analis dan masyarakat menyebutkan bahwa rezim ini takut kalau Rizieq keluar penjara. Bahkan hari ini viral di Twitter dengan tagar #IstanaTakutIBHRSBebas. Sampai artikel ini ditulis, sudah ada sekitar 10,7 rb Tweet.

Banyak kalangan merespons. Kasus kecil dengan vonis 4 tahun itu, terlalu kentara bahwa hukum di Indonesia tidak adil. Bahkan terkesan, hukum vonis terhadap Rizieq Shihab, ada kesan kuat hakim diintervensi negara.

Negara atau orang berpengaruh dianggap takut kalau Rizieq keluar bakal mekocar-kacirkan politik yang mereka pada bangun. Dengan pesona, dan orator ulung Rizieq, terbukti telah memporak-poranda kejayaan pengusung Ahok di pilkada Jakarta. Berkat Rizieq, Ahok kalah telak, sedang Anis Baswedan menang.

Politik Kanan

Orang melihatnya ke arah sana. Rizieq teranggap mempunyai pengaruh kuat di mata publik. Sehingga, apabila ia leluasa, maka pemilu 2024 nanti, sudah pasti ia mencecar dengan demo, fatwa, dan strategi politik yang ia punya, untuk menumbangkan lawan politiknya dan memenangkan siapa saja yang “memesannya.”

BACA JUGA  Politik Dinasti: Pembajakan Islam dan Demokrasi yang Harus Ditentang

Tapi ini hanya analisis umum orang semata. Yang pasti, hukum telah menjatuhkan dengan undang-undang yang mereka pegang dan dakwahkan. Ada yang merasa tersinggung dan kasihan jika membandingkan putusan-putusan hakim terhadap kejahatan negara adalah pesoalan simpati. Tetapi ada jalan lain yang harus ditempuh orang-orangnya Rizieq dengan cara sopan dan beradab.

Radikalisme Rijikers

Bukan kerecohan seperti yang terjadi kemarin siang. Mereka atau orang menyebut Rijikers tak terima. Lalu melakukan aksi-aksi brutal di jalan. Sehingga, di antara mereka ada yang terjatuh dan luka-luka akibat sambaran batu dan perkakas lainnya.

Dari kejadian itu, polisi menyebut sejauh ini total simpatisan eks pimpinan Front Pembela Islam, Habib Rizieq yang dicokok buntut ricuh di kawasan sekitar Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat ada 36 orang.

“Total 36 (simpatisan Rizieq yang ditangkap). Empat orang di bawah umur ada yang 17 tahun, ada 16 tahun langsung kordinasi dijemput orang tua. Lima orang ada yang bawa senjata tajam pisau dan pelaku penganiayaan di proses di Polres Jakpus,” ucap Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi kepada wartawan, Senin 30 Agustus 2021.

Kata dia, sebanyak 27 orang dibawa ke Polda Metro Jaya. Sisanya, yaitu sembilan orang dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat. Empat orang yang ditangkap Polres Metro Jakpus dipulangkan. Hal itu, lantaran mereka merupakan anak di bawah umur (Viva, 30/8/2021).

Menolak Radikalisme

Tentu jika seseorang menginginkan perdamaian dan kedamaian, sudah barang tentu kita menolak aksi kekerasan dan ketidakjujuran. Hukum harus dilawan dengan hukum. Jika hukum macet, berilah kesaksian. Orang-orang harus dibangunkan. Tapi apabila menginginkan tatanan masyarakat yang aman dan adem, tokoh atau kita harus memberi contoh kepada khalayak dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.

Kebaikan dan keadilan bersatu dalam kemanusiaan. Apabila di antara kita tidak punya rasa kemanusiaan, kebaikan dan keadilan mati terkuburkan. Yang hidup hanyalah omong-kosong membela kemanusiaan.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru