30 C
Jakarta

Radikalisme Islam? Tidak, Itu Adalah Perusakan Agama

Artikel Trending

KhazanahOpiniRadikalisme Islam? Tidak, Itu Adalah Perusakan Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebagai suatu gerakan, radikalisme masih menjadi momok yang paling menakutkan sampai saat ini. Bukan sekadar bagi bangsa Indonesia, tetapi bagi dunia secara umum. Pasalnya, selain dianggap meresahkan bagi masyarakat, ia juga berpotensi mengancam terhadap keutuhan NKRI dengan bermaksud mengganti ideologi Pancasila. Bahkan, untuk mencapai tujuannya tak jarang menggunakan kekerasan, memaksakan kehendak hingga aksi terorisme.

Dari perspektif sejarah, tumbuh-kembangnya gerakan radikalisme adalah sebagai respons ketidakmampuan seseorang dalam mengelola diri terhadap pemahaman atas teks suci agama dan realitas kehidupan yang memaksa mereka seperti ini. Sehingga, ia berusaha untuk mencari sebuah ‘tempat berteduh’ sebagai alternatif atas kekecewaannya.

Tampaknya, gerakan ini menemukan momentumnya pasca tragedi runtuhnya dua menara kembar World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Washington, Amerika Serikat pada 11 September 2001 silam. Di Indonesia misalnya, salah satu tragedi yang menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia secara umum, adalah peristiwa pengeboman terhadap tiga gereja di Surabaya pada 2018 lalu. Meskipun sebelumnya pernah terjadi kasus yang sama di Indonesia.

Oleh karena itu, untuk membendung laju gerakan radikalisme ini perlu kiranya melacak ciri-ciri dan faktor penyebab mengapa gerakan ini terjadi. Tentu, ciri dan faktor tersebut berkait-kelindan dengan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan mengetahuinya, kita mampu mendeteksi dan membendung paham atau gerakan radikalisme yang tengah mengakar di masyarakat.

Ciri-ciri Paham Radikal

Di antara ciri utama dari paham radikalisme ini menurut Irwan Masduqi adalah: Pertama, kelompok radikal kerap kali mengklaim bahwa kelompoknya paling benar dan menganggap kelompok lain yang tidak sesuai dengan paham mereka adalah salah, menyesatkan. Kedua, mereka memiliki sikap buruk sangka kepada orang lain di luar kelompoknya.

Pun, ia merasa paling suci dengan menganggap kelompok lain sebagai ahli bidah dan sesat. Dan kerap kali memandang orang lain secara negatif tanpa melihat aspek positifnya. Ketiga, ketika berdakwah mereka acap kali menggunakan cara-cara yang kasar, memaksakan kehendak dan mudah mengklaim orang lain kafir.

Sedangkan menurut A. Rubaidi gerakan atau paham radikalisme yang mengakar di tengah masyarakat sekurang-kurangnya memiliki beberapa ciri. Pertama, menjadikan Islam sebagai ideologi yang layak, final, dalam mengatur kehidupan di muka bumi. Kedua, menerapkan ajaran Islam secara tekstual tanpa mempertimbangkan realitas kehidupan sosial. Ketiga, menolak ideologi selain Islam termasuk ideologi Barat, seperti demokrasi, liberalisme dan sekularisme. Keempat, gerakan kelompok ini kerap kali bertentangan dengan masyarakat luas, tidak terkecuali pemerintah.

BACA JUGA  Antara Muhammadiyah dan NU: Belajar Memahami “Wajah” yang Lain

Faktor Pemicu Lahirnya Radikalisme

Selain itu, gerakan ini tidak serta-merta muncul dari ruang kosong melainkan terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong lahirnya gerakan radikalisme. Al-Qardhawi misalnya, menyatakan bahwa lahirnya gerakan radikal dipicu oleh: Pertama, minimnya pengetahuan mereka tentang agama karena proses belajarnya secara doktrin.

Ironisnya, hal ini sering terjadi pada kalangan pelajar atau mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan umum. Kedua, berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang justru memberatkan umat. Ketiga, kemunculannya sebagai reaksi terhadap paham radikalisme yang lain, seperti sikap radikal kaum sekuler yang menolak agama.

Keempat, sebagai reaksi terhadap ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang terjadi di tengah masyarakat. Pun, kegagalan pemerintah dalam menegakkan keadilan akhirnya direspons oleh mereka dengan menuntut penerapan syariat Islam yakni sistem khilafah. Dengan menerapkan syariat Islam, mereka merasa telah mematuhi perintah agama dalam rangka menegakkan keadilan.

Sedangkan menurut Euben, munculnya gerakan radikalisme ini tidak bisa dipisahkan dengan modernisasi, di mana secara tidak langsung  umat Islam diposisikan sebagai kelas pekerja rendahan. Pun juga, ketertinggalan umat Islam dari Barat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang oleh mereka dinilai memiliki dampak signifikan dalam kehidupan kaum Muslim. Oleh karenanya, bagi kelompok radikal salah satu cara untuk meresponsnya adalah memperjuangkan (berjihad) meskipun bertentangan dengan kehidupan masyarakat luas dan pemerintah.

Maka dari itu, perang melawan radikalisme yang dikemas dalam bentuk a papun merupakan suatu keniscayaan bagi kita semua. Sebab, ia tidak sekadar bertentangan dengan ajaran agama melainkan juga berlawanan dengan segala aspek kehidupan umat manusia, baik sosial, politik maupun yang lainnya. Dengan mengetahui ciri dan faktor yang melatarbelakangi munculnya paham radikal ini, tentu kita tidak akan memberi ruang sedikit pun mengingat dampak yang ditimbulkannya. Wallahu a’lam.

Saidun Fiddaraini
Saidun Fiddaraini
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru