29 C
Jakarta

Quraish Shihab dan Kang Jalal Mengkritik Tafsir Kelompok Radikalis yang Anti-Perbedaan

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanQuraish Shihab dan Kang Jalal Mengkritik Tafsir Kelompok Radikalis yang Anti-Perbedaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Al-Qur’an merupakan kitab sepanjang zaman. Di dalamnya terkandung berjuta-juta pesan untuk semua manusia yang bermaksud memetiknya. Memetik pesan Al-Qur’an tidak segampang membaca ayat-ayatnya. Seorang yang ingin memetik pesan kitab suci ini hendaknya mempelajari Ilmu Tafsir (Ulum at-Tafsir) atau Hermeneutika, sehingga cara menerima pesan itu tidak keliru. Sehingga dari itu, karena kurangnya ilmu pengetahuan, wajar jika kelompok radikalis menafsirkan Al-Qur’an membuat dirinya semakin jauh dari nilai agama.

Menghidangkan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an disebut dalam disiplin pengetahuan dengan “tafsir” dan orangnya dinamakan dengan “mufasir” atau “penafsir”. Tafsirnya biasanya tumbuh dan berkembang di Timur Tengah. Sewaktu saya kuliah dulu, seorang dosen lulusan perguruan tinggi termana Universitas Al-Azhar bercerita, bahwa mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sebelum lulus diwajibkan menulis tafsir, paling tidak tafsir tematik (maudhu’i).

Cerita yang disampaikan dosen saya itu mungkin ada benarnya juga. Karena, Al-Azhar selalu dijadikan kiblat dalam dunia penafsiran Al-Qur’an, sehingga orang Indonesia pada akhirnya termotivasi mengikuti jejak gurunya di kampus ini. Lulusan Al-Azhar yang berhasil membawa pengaruh penafsiran Al-Qur’an ke Indonesia adalah Muhammad Quraish Shihab. Quraish Shihab mulanya menulis tafsir dari yang paling sederhana sampai yang paling istimewa.

Tafsir yang paling sederhana yang ditulis oleh Quraish Shihab adalah tafsir Membumikan Al-Qur’an. Sedangkan, tafsir yang istimewa atau bisa dibilang masterpiece adalah Tafsir Al-Mishbah. Tafsir ini ditulis dengan pendekatan yang berbeda. Tafsir Membumikan Al-Qur’an dihidangkan sesuai tema yang dibutuhkan oleh orang Indonesia, sehingga tafsir ini dinamakan tafsir maudhu’i (tematik). Sementara, Tafsir Al-Mishbab ditulis lengkap tiga puluh juz dalam Al-Qur’an dan tafsir ini secara metodologis disebut dengan tafsir tahlili (analitis).

Tidak sedikit generasi selain Quraish Shihab yang menulis tafsir Al-Qur’an. Salah satunya, Jalaluddin Rahmat. Kang Jalal—begitu kebanyak orang memanggilnya—menulis tafsir tematik berjudul Tafsir bil Ma’tsur, Pesan Moral Al-Qur’an. Quraish Shihab dan Kang Jalal memiliki cara pandang yang terbuka terhadap warna-warni perbedaan. Mereka berdua pandangan bahwa tafsir hendaknya tidak boleh dibatasi oleh ruang pemikiran tertentu.

BACA JUGA  Sudahkah Kelompok Radikal Memerangi Hawa Nafsunya sebelum Memerangi Sesamanya?

Karena itu, Quraish Shihab dan Kang Jalal melihat tafsir hendaknya dilakukan oleh semua orang, termasuk orang non-muslim sekalipun. Quraish Shihab dan Kang Jalal sering mengutip pandangan orang di luar Sunni. Semisal, pandangan orang Syiah, Mu’tazilah, bahkan uraian dalam kitab orang Kristen yang disebut dengan Bibel. Kedua ilmuwan ini melihat kebenaran itu sangat luas, sehingga tidak menutup kemungkinan kebenaran itu juga bisa dihadirkan oleh siapapun.

Karena Quraish Shihab dan Kang Jalal sering menghidangkan pandangan Syiah dalam karya tafsirnya, tidak sedikit orang yang mengklaim mereka berdua sebagai orang Syiah. Padahal, Quraish Shihab sendiri menyatakan dirinya sebagai orang Sunni dalam bukunya Islam yang Saya Anut. Quraish Shihab mengagumi tokoh yang banyak dikutip oleh orang Sunni. Sebut saja, Imam Al-Ghazali dan Imam Asy-Syafi’i. Kang Jalal sendiri, terlepas dengan organisasi Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi) yang ia bina, pernah dibesarkan di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan kemudian pernah aktif di Gerakan Muhammadiyah.

Perbedaan tafsir adalah sesuatu yang fitrah dalam khazanah pengetahuan. Perbedaan tafsir itu bukan sesuatu yang dapat menimbulkan petaka terhadap orinisinalitas Al-Qur’an. Karena, rumusnya dalam penafsiran begini: Al-Qur’an itu satu, sedang tafsirnya itu banyak. Tidak perlu dipersoalkan munculnya perbedaan dalam penafsiran Al-Qur’an. Yang penting untuk dipersoalkan adalah ketika tafsir itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Tafsir yang berlawanan dengan nilai-nilai kemanusiaan biasanya dihadirkan oleh kelompok radikalis dan jelas tafsir ini wajib ditolak.

Penting untuk dijadikan renungan bagi para mufasir Al-Qur’an apa yang disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan Dr. Nahe’i, M.H.I.: Menghadirkan tafsir agama yang komprehensif mendalam, khususnya bagi pendidik, menjadi penting. Sehingga, mereka tidak gamang untuk bersikap ramah terhadap orang lain yang berbeda. Pesan ini sesungguhnya menguatkan apa yang dilakuka oleh dua mufasir Quraish Shihab dan Kang Jalal yang sangat terbuka terhadap perbedaan. Keterbukaan ini memberikan dampak positif yang mengingkari atas paham keagamaan kelompok radikalis. Paling tidak, tidak mudah menyesatkan tafsir lain yang berbeda.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru