32.7 C
Jakarta

Qiyadah Borju Jamaah Terjepit

Artikel Trending

CNRCTQiyadah Borju Jamaah Terjepit
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Rombongan pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh (ketua Biro Politik), diberitakan menginap di hotel Mandarin Oriental, hotel bintang lima di Doha ibukota negara Qatar selama perang 10 hari antara Israel-Palestina. Laman albalad melaporkan rombongan Haniyah menyewa 30 kamar, terdiri dari empat kamar jenis Royal Suites Style, delapan kamar Royal Deluxe Senior Room, dan 18 kamar Royal Single Room. Total tagihannya sebesar setelah ditambah pajak lima persen adalah US$ 1.045.604,70 (Rp 14,9 miliar).

Jumlah uang yang sangat banyak untuk ukuran rakyat Palestina. Belum ada kabar lanjutan soal dari mana asal dana sebesar itu. Yang pasti, pasti dari kelompok atau negara donor. Maklum, Palestina adalah negara yang hidup dari donasi pihak lain. Dari pernyataan beberapa petinggi Hamas, pasca perang 10-20 Mei 2021, Iran disebut-sebut sebagai donatur mereka.

Terlepas dari itu, tinggal di hotel mewah selama perang berlangsung, menyayat perasaan rakyat Palestina di Gaza. Jangan ditanya soal korban meninggal dan luka-luka dari kalangan kombatan Hamas dan rakyat sipil. Betapa mereka jadi bulan-bulanan rudal-rudal Israel. Rumah-rumah mereka hancur jadi brankal. Belum lagi sarana dan prasaran umum yang rusak akibat perang.

Mungkin keberadaan petinggi Hamas di hotel mewah yang jauh dari Gaza, guna mendapatkan suasana yang fresh, agar mereka bisa fokus dan maksimal menyusun strategi perang. Melakukan lobi-lobi politik mencari dukungan dan bantuan internasional. Atau memang memang hotel bintang lima adalah tempat yang sesuai dengan standar bagi diplomasi internasional.

Fenomena pimpinan harakah Islam yang biasa disebut qiyadah bergaya hidup mewah, bukan hanya di Hamas dan di Palestina. Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir di Indonesia pun terjadi. Sudah lama jadi gosip di kalangan jamaah kelas bawah, kalau anggota lajnah qiyadah/wilayah itu kaya raya. Punya banyak usaha, asset dan istri muda.

Syaikh Mahmud Abdul Latif (Abu Iyas) salah seorang anggota Lajnah Qiyadah (pengurus pusat internasional) yang sudah meninggalkan Hizbut Tahrir karena melihat penyimpangan yang dilakukan Amir Hizbut Tahrir Atha bin Khalil Abu Rusytah, mengkritik perilaku borju sang calon khalifah tersebut. Setahun yang lalu, Abu Iyas di akun media sosial miliknya, menulis status yang menyebut Atha Abu Rusytah seorang haalik (orang binasa), berkhianat dan menyimpang. Atha Abu Rusytah bergaya hidup mewah. Mempunyai uang jutaan dolar, yang bisa membiayai satu negari. Uang jutaan dolar yang tidak jelas asal usulnya. Dan tidak bisa diaudit.

Qiyadah boleh saja beralibi, bahwa kekayaan mereka peroleh dari jerih payah mereka sendiri. Hasil membanting tulang dan memeras keringan. Akan tetapi, jika melihat ke bawah, di tengah-tengah jamaah, mayoritas mereka yang biasa disebut jundi, adalah kalangan bawah. Miskin, kerja serabutan pada sektor informal, pendapatan tidak jelas, asset cuma perabot rumah tangga dan berjuang keras menjaga istri satu-satunya itu. Ditambah mereka harus membayar infak rutin (bulanan), infak dadakan karena mengadakan suatu acara dan infak tanpa sadar karena harus mengongkosi kegiatan pribadinya yang berhubungan dengan dakwah dan jamaah.

Sungguh miris, nasib para jundi dan jamaah. Mereka terjepit oleh sistem kapitalisme dan terjepit oleh egoisme qiyadah yang selalu mengatasnamakan dakwah, syariah dan khilafah. Qiyadah yang bergaya hidup mewah, hakikatnya adalah kaum borju yang berlagak menjadi pejuang syariah. Tinggalkan saja qiyadah borju itu, sejatinya mereka bukan pejuang syariah, melainkan pejuang hawa nafsu.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru