33.8 C
Jakarta

Pura-pura Moderat dan Deradikalisasi yang Hilang Makna

Artikel Trending

Milenial IslamPura-pura Moderat dan Deradikalisasi yang Hilang Makna
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Banyak eks gerakan kanan keagamaan di Indonesia pasif. Mereka kini berada di lumbung dan tempat-tempat tersembunyi. Kepasifan itu bukan tidak ada gejala dan alasan. Bukan juga karena besutan program deradikalisasi. Melainkan permainan yang tersembunyi.

Tapi itu mungkin wajar. Karena alam Indonesia berdiri di atas kewajaran. Kewajaran menerima hal yang seharusnya tidak diterima. Dan mewajarkan hal-hal yang bertentangan. Demi program dan rante yang mengitarinya.

Bukankah Kita Sudah Melihat Gejalanya?

Mengapa demikian? Kita lihat pelan-pelan program-program yang sudah-sudah untuk meredam paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Meski tidak berefek apa-apa, sebagian dari kita masih sesunggukan mengangguk bahwa program itu masih harus dilaksanakan. Dan mengatakan program itu baik dan perlu dilestarikan.

Di sanalah sebenarnya lembeknya dan kekalahan kita. Orang radikal bisa saja bermain di atas program itu. Mereka bisa berpura-pura ngomong tentang program deradikalisasi atau moderasi beragama. Mereka menerima program-program untuk kepentingan bersama. Tapi itu di atas itu, kepura-puraan berada di tampuknya.

Kita mungkin tidak harus mengklaim bahwa mereka berpura semuanya. Tapi akal budi mengatakan bahwa keberubahan orang secara mendadak, pasti ada ketersembunyian ideologi besar di baliknya. Siapa tahu, salah satu pembesar organisasi kanan, tampilannya berubah. Eh, tidak tahunya, murid-muridnya yang menjalankan semua misi-misinya.

Program Deradikalisasi Kehilangan Makna?

Kita lihat banyak eks organisasi kanan hari ini menerima bantuan luar biasa dari pemerintah. Dengan itu diandaikan mereka berubah dan pengikutnya juga berubah. Tapi kita jangan terkecoh dengan itu. Karena tampilan depan bisa berubah. Namun belakangnya busuk dan kejam tak terkira. Ini bukan soal takut. Tapi lebih pada kewaspadaan.

Banyak yang bringas dalam paham dan gerakan. Tapi orang-orang seperti ini diberi kepercayaan untuk mematikan paham dan gerakan yang beringas itu. Sungguh tak masuk akal. Tapi memang itu fakta adanya. Jika tidak hati-hati dan dirombak sampai ke akarnya, maka gunung es di tahun 2022 bakal mencair. Radikalisme dan terorisme bakal kuat dan makin kuat malah.

BACA JUGA  Politik Dinasti: Pembajakan Islam dan Demokrasi yang Harus Ditentang

Fenomena Telah Terlihat dan Menguat

Fenomena itu hari ini tambah menguat. Dengan memberikan seabrek program terhadap eks, senyatanya itu adalah kerapuhan dan kekalahan kita. Tidak mungkin program atau uang bisa mengalahkan ideologi. Program atau uang masanya sebentar. Sedang ideologi masa lama. Ideologi tidak mati, ketika uang menipis atau meninggi.

Apalagi pananaman ideologi berbalut agama. Pastilah agama dijadikan argumen. Dan perbedaan dijadikan argumen konflik. Nah, di sini penting untuk merumuskan dengan jelas dan tajam program, untuk melihat cita-cita kedamaian kemanusiaan oleh para agamawan/otoritas di Indonesia. Termasuk juga pandangan dari kacamata penguasa.

Tanpa melihat dua sisi itu, negara dan agama (Islam) kadang dijadikan sebagai pakaian luar untuk menyelimuti ambisi-ambisi jahat yang sengaja disembunyikan. Sering, karena umat sebagian belum terdidik secara baik, maka mereka sering dipermainkan oleh politisi atau seseorang yang tidak bertanggungjawab.

Menurut saya, sesungguhnya agama sudah mengatur bagaimana moral kemanusiaan harus dijadikan laku, pandu dan sandaran hidup. Hal demikian mungkin bisa menjadi kenyataan jika orang mau berangkat dari etika Al-Quran.

Tapi, ambisi sering menghilangkan agama. Karena orang sering mengejar ajaran agama ketimbang esensi agamanya sendiri. Ayat-ayat hanya menjadi kata-kata, belum menjadi langkah-langkah. Sehingga, prinsip agama hilang. Yang ada hanyalah dogma.

Pada dogma, prinsip-prinsip keadilan, persamaan, toleran, persaudaraan hilang dan tercebur pada ambisi teologis. Ia belum bisa dijadikan landasan utama bagi sebagai umat beragama. Makanya, banyak orang demo untuk membela agama. Padahal agama tidak perlu dibela. Yang perlu dibela adalah manusianya, untuk bisa mensucikan agama.

Nah, hal demikian sama dengan kepura-puraan menjadi moderat. Rupanya jadi moderat, isinya dikosongin. Sayangnya, sebagian kita belum berani mengatakan hal yang sebenarnya dan sejujurnya. Untuk suatu hal yang sebenarnya lembek. Selembek program moderasi beragama.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru