Harakatuna.com. Kabul – Taliban dikabarkan bakal mendapat bantuan pendanaan dari Cina untuk memulihkan kembali perekonomian Afghanistan. Hal itu menyusul kabar bahwa Amerika dan Dana Moneter Internasional (IMF) tidak akan memberikan akses kepada Taliban untuk mendapat dana bantuan ataupun akses aset Afghanistan di luar negeri.
Menurut laporan Al Jazeera, kabar itu disampaikan oleh juru bicara Taliban sendiri, Zabihullah Mujahid. Kepada surat kabar Italia, Mujahid mengatakan Taliban dan Afghanistan akan bertahan hidup dengan bergantung pada pendanaan dari Cina.
“Cina adalah salah satu rekan terpenting kami dan mereka menawarkan kesempatan yang luar biasa dengan bersedia berinvestasi untuk membangun kembali Afghanistan,” ujar Mujahid kepada surat kabar La Republica, Jumat, 3 September 2021.
Salah satu sektor yang disebut Mujahid bakal mendapat suntikan dana segar dari Cina adalah mineral dan energi. Salah satunya adalah pertambangan tembaga di mana kata Mujahid bakal beroperasi kembali dan dimodernisasi dengan dana bantuan dari Cina.
“Sebagai tambahan, Cina juga merupakan kunci kami untuk mengakses pasar di seluruh dunia,” ujar Mujahid menegaskan.
Mujahid melanjutkan bahwa Taliban pun siap mendukung proyek-proyek infrastruktur Cina. Mujahid bahkan berkata bahwa Taliban memandang tinggi proyek “jalur sutera” baru Cina, Belt and Road Initiative, yang bakal membentang dari Afrika hingga Asia.
Secara terpisah, pakar isu transatlantik dari German Marshall Fund of The United States Asia Programme, Andrew Small, mengatakan keterlibatan Cina dan Afghanistan belum tentu bakal berumur panjang. Ia beranggapan hal tersebut akan bergantung pada stabil atau tidaknya situasi poltiik di Afghanistan.
“Cina bukan tipe yang memberikan bantuan berskala besar. Mereka memberi bantuan dalam skala menengah. Mereka akan memberikan bantuan kemanusiaan, namun tidak akan sepenuhnya menalangi pemerintahan Taliban.”
“Mereka mungkin akan memiliki sejumlah investasi kecil, namun investasi jangka panjang bakal bergantung pada stabilitas serta keamanan di Afghanistan untuk kemudian bisa dikatakan menguntungkan,” ujar Small menegaskan.
Menurut laporan Al Jazeera, Taliban diketahui mencoba mengakses aset Afghanistan yang berada di luar negeri dengan nilai total US$10 miliar. Akses itu dimatikan ketika Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan.