29.7 C
Jakarta

Puasa, Momentum Mencegah Diri dari Radikalisme

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPuasa, Momentum Mencegah Diri dari Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Sekarang seluruh umat Islam memasuki bulan Ramadhan di mana pada bulan itu mereka diperintahkan (bila enggan berkata “diwajibkan”) berpuasa. Pertanyaannya, apa itu puasa? Seberapa penting kita berpuasa? Lalu, bagaimana pengaruh puasa terhadap kelompok radikal?

Disebutkan dalam buku “Hikmat at-Tasyri’ wa Falsafatuhu” Syekh Ali Ahmad al-Jurjawy, ilmuwan Al-Azhar menyebutkan bahwa puasa merupakan salah satu dari rukun Islam yang secara literal bermakna “al-Imsak al-muthlaq an ayyi syaiin kana” (menahan dari pelbagai macam hal). Jadi, misal, orang yang menahan diri dari bicara termasuk berpuasa.

Begitu pula, orang yang menahan dari dari terlibat dalam doktrin radikalisme dapat dikategorikan sebagai orang yang berpuasa. Orang semacam ini menghindari pemikiran yang eksklusif (tertutup). Orang ini menghias kesehariannya dengan keterbukaan melihat perbedaan, baik perbedaan pemikiran maupun perbedaan keyakinan.

Berpuasa dari radikalisme juga menghindari melakukan aksi-aksi kekerasan. Sebut saja, aksi-aksi terorisme yang pertama kali dilakukan Amrozi cs di Bali. Kemudian, Amrozi cs dihukum mati. Meski begitu, masih banyak bermunculan aksi-aksi terorisme setelah itu.

Pemahaman puasa secara literal jauh lebih bermakna dibanding secara terminologis di mana puasa dipahami dengan menahan dari makan, minum dan hubungan seks pada siang bulan Puasa. Pemahaman terminologis cenderung lebih biologis sehingga kesan yang sampai puasa hanya mengurusi soal fisik saja. Padahal, ada bagian rohani yang jauh lebih penting diurus.

BACA JUGA  Mengapa Konsep Perubahan Penting Ditegakkan di Negeri Ini?

Mengurus rohani manusia menjadi penting karena ia menjadi benih dari segala perbuatan badan. Seseorang yang rohaninya bersih dari segala sifat yang buruk, akan selalu menghias perbuatan badannya dengan sesuatu yang baik. Tidak mungkin orang ini nekat melakukan aksi-aksi kekerasan berwajah terorisme.

Seseorang terjebak dalam terorisme karena rohaninya sakit. Butuh diobati dengan puasa, sehingga dengannya terlatih menahan diri melakukan perbuatan yang tercela. Bukankah puasa yang diperhatikan (atau memiliki kualitas yang baik di sisi Tuhan) adalah puasa yang tidak hanya sebatas makan dan minum, tapi puasa yang membersihkan rohani dari sifat-sifat tercela?

Sebagai penutup, puasa menjadi penting dihadirkan bukan hanya sebatas mencegah dari makan dan minum, tapi juga dapat membersihkan rohani dari segala sifat yang buruk. Jika rohani seseorang bersih, maka segala perbuatan akan tampak baik. Tidak bakal melakukan aksi-aksi terorisme yang dilarang agama.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru