29.9 C
Jakarta
Array

Puasa dari Nafsu Terorisme

Artikel Trending

Puasa dari Nafsu Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berkembangnya teknologi siber berbentuk media online, medsos dan layanan pesan (WhatsApp, Line, Blackberry Messenger) sangat memancing nafsu meneror. Terorisme bukan sekadar mengebom, namun membagikan foto, video, dan meme menakutkan orang termasuk bagian terorisme.

Momentum Ramadan kali ini kita dihadapkan dengan ujian berat terorisme. Siapa saja harus bisa melakukan puasa dari nafsu terorisme. Puasa bukan sekadar laku lahir, namun juga batin. Puasa dari terorisme menjadi bentuk laku batin untuk menyelamatkan NKRI dari bahaya laten tersebut.

Islam secara umum mengategorikan empat jenis nafsu, yaitu amarah, lawwamah, sufiyah, dan mutmainnah. Baehaqie (2014:185) menjelaskan amarah merupakan nafsu mendorong menjadi pemarah. Lawwamah merupakan nafsu makan, minum, bersetubuh, dan lainnya. Sufiyah merupakan nafsu ingin melihat dan merasakan keindahan. Mutmainnah yaitu nafsu mendorong menuju kesucian dan kesempurnaan.

Dari peta nafsu di atas, nafsu terorisme merupakan bagian dari nafsu amarah. Dari anasirnya, amarah memiliki ciri seperti api bersifat panas. Dalam diri manusia, nafsu ini membangkitkan rasa panas, ingin membakar, marah-marah, memfitnah, mengadu domba, menyahlahkan, menghancurkan, meneror, dan mengebom.

Nafsu terorisme harus diputus. Puasa Ramadan hakikatnya tak sekadar puasa dari lawwamah. Namun juga puasa dari nafsu terorisme yang harus dibumikan kapan saja dan di mana saja. Puasa dari nafsu terorisme ini menjadi rencana masa depan memutus gelombang terorisme.

Bom di Surabaya yang berkelanjutan membuktikan negara ini darurat terorisme. Ironis jika menjelang Ramadan dinodai tragedi bom. Bangsa ini harus melakukan puasa dari terorisme selamanya.

Imperium terorisme bisa dipetakan menjadi tiga kelas. Pertama, gerakan pemurnian Islam yang kebanyakan bukan Islam pribumi melainkan mengusung ideologi transnasional. Islam hanya jadi kedok dan label. Ajaran Islam yang mereka anut adalah impor, dan menerima apa adanya tanpa ada pola kontekstualisasi. Aksinya, mereka berdakwah di berbagai panggung, media cetak, Youtube, media siber, medsos, meme, juga lewat layanan pesan.

Kedua, gerakan takfiri (mengafirkan), tabdi’ (membidahkan), tasyri’ (mensyirikkan). Klaim benar sendiri dan “mengapling surga” menjadi gerakannya. Ketiga, intimidasi, menakuti, bahkan gerakan merebut, menguasai sistem manajemen dan kepengurusan masjid-masjid, lembaga keagamaan Islam seperti TPQ, Madin, dan pondok pesantren. Keempat, gerakan radikal tingkat tinggi seperti bom bunuh diri, membunuh, dan merusak.

Inti dari kelas di atas ini harus ditundukkan lewat membunuh nafsu terorisme. Sifat menguasai, menang dan merasa benar sendiri menjadi kodrat manusia. Jika nafsu ini dibiarkan dan mendapat siraman air radikalisme, maka akan berpuncak pada suburnya aksi terorisme.

Puasa dari Terorisme

Hakikat puasa tak sekadar menahan, namun harus pada tataran membunuh hawa nafsu. Mengapa harus dibunuh? Sumber kesengsaraan adalah keinginan atau nafsu. Jika nafsu dibiarkan dan kita hanyut di dalamnya tanpa kontrol, maka kita akan sengsara.

Lantaran manusia memiliki akal, nafsu, dan hati, tak mungkin membunuh nafsu. Nafsu yang dibunuh atau ditundukkan harus tepat. Salah satunya nafsu terorisme. Mulai dari nafsu kelas pertama sampai kelas empat di atas.

Puasa dari nafsu terorisme ini tak hanya aspek aqidah (keyakinan) dan fikrah (pemikiran). Namun juga amaliyah (ritual) dan harakah (gerakan) teror yang sangat destruktif. Kontekstualisasi puasa model ini produktif membangun bangsa toleran.

Perlu rukun puasa terorisme laiknya puasa Ramadan. Pertama, niat puasa dari nafsu terorisme pada aspek aqidah dan fikrah khususnya dalam memahami ideologi jihad. Pemikiran masyarakat harus suci, toleran, dan antiradikalisme. Kita harus ingat pendapat Ali Syariati (1933-1977), perubahan besar sangat ditentukan perubahan cara berpikir dan pemikiran. Pemikiran terorisme yang dimakan mentah akan melahirkan aksi terorisme, begitu sebaliknya. Jika aqidah dan fikrah masyarakat kita toleran, mustahil ada gerakan mengafirkan dan klaim benar sendiri.

Jihad bukan perang apalagi ngebom. Ideologi jihad harus ditransformasikan dalam aspek pemikiran yang menekankan penemuan dan inovasi kemajuan di bidang Ilmu, Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS).

Jika jihadnya di wilayah intelektual namanya ijtihad, pelakunya mujtahid. Di wilayah spiritual pelakunya mujahid, dan perbuatannya dinamakan mujahadah. Praktik ijtihad lebih pada meneliti, melakukan kajian ilmiah dan memiliki produk teori/ilmu. Sedangkan mujahadah dalam aspek ibadah ritual seperti tahlil dan istigatsah, bukan jihad mengebom. Jika mengebom, maka yang awalnya “jihad” itu kebaikan justru menjadi “jahad” yang merugikan.

Kedua, praktik puasa dari nafsu terorisme pada aspek amaliyah dan harakah dilakukan dengan merawat tradisi khas Islam di Nusantara. Selain ibadah mahzah (syahadat, salat, zakat, puasa, haji), bisa berupa nyadran, tahlilan, krayahan, megengan, lomban kupatan, grebeg Syawal, takbir keliling, dan sejenisnya yang tiap daerah berbeda.

Jika aspek amaliyah dan harakah dipahami aksi intimidasi, ujaran kebencian, menyebar berita hoax, fake, menakut-nakuti, dan melakukan penghancuran tempat ibadah dan fasilitas umum justru ini sesat. Seharusnya umat Islam memperbanyak pengajian, istigatsah, ziarah kubur, tahlilan dengan prinsip rahmatal lilalamin.

Ketika puasa dari nafsu terorisme ini dibumikan dan digerakkan, maka “Hari Raya Perdamaian” atau “Lebaran Perdamaian” tak menjadi ilusi. Jika nafsu terorisme dirawat, maka perdamaian menjadi ilusi. Kita harus ciptakan perdamaian menjadi nyata lewat puasa dari nafsu terorisme. Jika tidak sekarang, kapan lagi?

* Hamidulloh Ibda, Dosen dan Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU Temanggung

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru