30 C
Jakarta

Proyeksi Kontra-Radikalisasi dan Kesiapsiagaan Nasional Tahun 2025

Artikel Trending

EditorialProyeksi Kontra-Radikalisasi dan Kesiapsiagaan Nasional Tahun 2025
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Memasuki tahun 2025, babak baru apa yang Indonesia hadapi dalam hal perang ideologis melawan radikalisme dan terorisme? Mungkin pertanyaan ini ada di benak sebagian besar masyarakat hari ini. Meski berbagai capaian telah diraih sepanjang 2024—penangkapan 196 terduga teroris dan zero terrorism attack berdasarkan rilis BNPT—ancaman lebih kompleks terus berkembang. Kamuflase, infiltrasi, hingga aksi teror masih terus menghantui publik.

Penting digarisbawahi, bahwa pada saat Editorial ini ditulis, kabar duka datang dari AS. Aksi teror terjadi di distrik wisata New Orleans pada perayaan Tahun Baru 2025. Seorang pengemudi truk pikap sengaja melaju ke arah kerumunan di Canal & Bourbon Street, menewaskan 10 orang dan melukai 30 lainnya. Insiden itu terjadi pukul 03.15 waktu setempat, di French Quarter, yang masyhur sebagai kawasan bar dan kaum LGBT.

Ironisnya, pengemudi tersebut juga menembaki dua petugas polisi. Kepala Polisi, Anne Kirkpatrick, tegas menyebut insiden itu sebagai upaya menciptakan chaos dan teror di salah satu malam paling sibuk di New Orleans. Memilukannya lagi, tragedi berlangsung hanya beberapa hari sebelum kota tersebut jadi tuan rumah Sugar Bowl, pertandingan sepak bola perguruan tinggi terbesar di AS.

Kendati tengah dalam penyidikan, kasus di AS itu menambah daftar panjang ancaman yang mengintai perayaan publik, dari aksi teror kendaraan yang telah menghantui kota-kota besar di dunia—sebelumnya insiden yang sama terjadi di Jerman. Jadi jelas, ancaman terorisme tidak mengenal batas geografis dan menjadi alarm keras terhadap potensi serangan tersembunyi aktor-aktor radikal, baik secara fisik maupun ideologis.

Dengan kata lain, peristiwa di Jerman dan AS dapat menjadi refleksi ancaman nyata di wilayah domestik kita, Indonesia, khususnya ketika sel-sel teror semakin terampil berinfiltrasi dan siap beraksi kapan saja. Prinsipnya, kelengahan masyarakat memantik petaka nasional. Karena itu, redaksi Harakatuna menyuguhkan pertanyaan reflektif: bagaimana proyeksi kontra-radikalisasi dan kesiapsiagaan nasional tahun 2025?

Pertama-tama, untuk menghadapi ancaman tadi, optimalisasi strategi merupakan sesuatu yang niscaya. Selama ini, koordinasi lintas Lembaga: BNPT, Densus 88, dan lainnya, terbentur persoalan teknis dan birokrasi. Karena itu, Indonesia perlu mencontoh efektivitas strategi negara lain seperti Inggris atau AS, yang telah berhasil menyatukan kerja operasional mereka dengan analisis big data. Di sini, investasi besar dalam teknologi memainkan perannya.

Selain itu, atensi khusus perlu dilakukan terhadap propaganda daring yang menyasar kawula muda. Selama tahun 2024, kelompok radikal kerap memakai medsos untuk diseminasi narasi ideologis mereka. Maka perlu ada strategi kontra-narasi alternatif, seperti kolaborasi dengan YouTube, Meta, X, dan TikTok untuk memoderasi algoritma konten di satu sisi, dan memasifkan narasi tandingan yang edukatif di sisi lainnya.

BACA JUGA  Nataru sebagai Sinergi Nasional Menghadapi Ancaman Radikal-Terorisme

Selanjutnya, yang tak kalah penting sebagai proyeksi ke depan ialah pendekatan soft power. Inisiatif deradikalisasi yang sporadis mesti diatasi. Kemenag RI, sebagai garda terdepan pendidikan keagamaan, perlu mendorong reformasi kurikulum yang berorientasi “moderasi beragama”. Pada saat yang sama, NU dan Muhammadiyah sebagai civil society, perlu menjadi benteng sosial melawan infiltrasi ideologi radikal.

Kontra-radikalisasi dan kesiapsiagaan nasional bergantung pada political will pemerintah dan lembaga keamanan, sementara tantangan terbesarnya ada pada masyarakat itu sendiri. Kesiapsiagaan nasional meniscayakan dukungan penuh warga negara, baik dengan kewaspadaan kolektif maupun partisipasi aktif menjaga harmoni dan mencegah intoleransi. Sinergisitas pemerintah, ormas, dan masyarakat. Apa lagi yang lebih kuat dari itu?

Berbicara soal ancaman radikal-terorisme, negara ini tengah menghadapi gelombang baru ancaman ideologis yang terstruktur, halus, namun mengeruk militansi kebangsaan kita hingga ke akar-akarnya. Kamuflase HTI yang menyaru dalam berbagai rupa organisasi, masifnya Wahabisasi melalui dakwah propagandis, dan operasi bawah tanah kelompok teror menjadi trisula yang mengintai keutuhan NKRI di tahun-tahun mendatang.

Masing-masing punya cara kerja berbeda, tetapi bertemu pada satu tujuan: mengganti fondasi kebangsaan dengan visi ideologi transnasional, yakni khilafah, Daulah, one ummah, Islam kafah, dan sejenisnya. Langkah menghadapi semua itu, sebagai pengejawantahan kontra-radikalisasi dan kesiapsiagaan nasional, jelas butuh ketegasan dan keberanian yang paten. Regulasi yang ada mesti mampu memberantas semua ideologi yang anti-NKRI.

Seluruh elemen masyarakat Indonesia juga mesti memahami, kontra-radikalisasi dan kesiapsiagaan nasional bukan tentang menghancurkan aktor-aktor radikal belaka, tetapi juga membangun imunitas ideologis masyarakat. Kurikulum pendidikan perlu dimonitoring betul, karena hari ini banyak lembaga pendidikan yang dijadikan ladang indoktrinasi dan radikalisasi. Pemerintah wajib bersih-bersih lembaga pendidikan, utamanya swasta.

Itulah proyeksi kontra-radikalisasi dan kesiapsiagaan nasional tahun 2025 ini. Tantangannya tidak kecil. Kamuflase HTI, Wahabisasi, dan operasi klandestin kelompok teror adalah ancaman transformatif. Tetapi sisi istimewanya, ini panggilan bagi kita semua sebagai bangsa untuk menciptakan fondasi kokoh menghadapi setiap upaya dekonstruksi NKRI. Perang melawan radikal-terorisme adalah ujian ketahanan kita sebagai bangsa dan negara. Lawan!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru