31.8 C
Jakarta

Propaganda Khilafah di Instagram, Mana Peran Polisi Siber?

Artikel Trending

Milenial IslamPropaganda Khilafah di Instagram, Mana Peran Polisi Siber?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Propaganda khilafah sudah sering dibahas. Saking seringnya, tanpa bermaksud menuduh, mungkin sebagian dari Anda sudah risih. Saya sendiri mangakui, membicarakan fakta yang sama berulang kali sangatlah melelahkan. Konsisten untuk menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia berada dalam ancaman khilafah, apalagi melalui Instagram, sementara sebagian dari mereka acuh tak acuh, bukanlah perkara mudah. Namun, kalau tidak disuarakan, kapan propaganda tersebut akan berhenti?

Saya sadar, di negara ini sudah ada polisi siber. Masyarakat dapat melakukan pengaduan di patrolisiber.id. “Apakah Anda pernah menjadi korban kejahatan siber? Apakah kerabat atau keluarga Anda pernah menjadi korban kejahatan siber? Apakah Anda pernah mencurigai situs atau media sosial tertentu? Silahkan laporkan kepada kami,” demikian polisi siber menampilkan muka website mereka. Masalahnya, mana peran mereka? Saat propaganda khilafah marak, mereka ke mana?

Ada dua hal yang urgen ditanyakan di sini. Pertama, mengapa propaganda khilafah semakin masif dan sangat berani. Kedua, mengapa polisi siber lamban atau bahkan sama sekali bergeming dengan propaganda tersebut. Jika pemilik rumah sudah membayar satpam untuk menjaga keamanan, mengapa satpamnya tidur pulas di malam hari? Apakah satpam hanya akan menunggu keributan di dalam rumah lalu kemudian beraksi? Apakah polisi siber bergerak hanya bila ada pengaduan? Parah.

Indonesia terlalu besar untuk dijaga perseorangan. Propaganda khilafah juga terlalu sistematis untuk dilawan hanya melalui kontra-narasi seperti yang saya tulis ini. BNPT yang mondar-mandir promosikan program Pentahelix, melibatkan multipihak, itu langkah konkretnya apa? Harusnya ini menjadi evaluasi semua stakeholder. Pengaduan itu tidak efektif. Jika polisi siber dan stakeholder kontra-radikalisme selalu bergerak di ranah formalitas belaka, kapan radikalisme dan terorisme mati?

Silakan polisi siber tersinggung. Silakan BNPT merah telinga. Saya tidak peduli. Saya pikir mereka harus meningkatkan ketegasan terhadap para radikalis—bagian dari komitmen mereka atas programnya sendiri. Di sini, posisi saya hanyalah sukarelawan, ibarat pedagang asongan yang kebetulan lewat depan rumah besar dan hendak memberitahu satpam yang tidur bahwa rumah tengah kemalingan. Apakah satpam akan tersinggung dengan saya, dan justru akan menangkap saya?

Makar Akun @muslimahnewsid

Saya akan menguraikan propaganda khilafah tersebut, untuk menunjukkan bahwa saya bukan omong kosong dan bahwa negara ini tengah dalam bahaya. Sebenarnya, Instagram yang memuat konten propaganda transnasionalisme cukup banyak. Namun, karena terlalu luas, saya hanya akan menyuguhkan satu akun, yaitu @muslimahnewsid. Akun-akun lainnya adalah tugas polisi siber. Omong-omong, gaji satpam jauh lebih besar daripada pedagang asongan.

Saya perlu tegaskan, untuk menulis ini, saya mengamati akun Instagram @muslimahnewsid selama dua pekan. Selama itu, saya berhasil menemukan bahwa akun tersebut didesain seratus persen untuk menebarkan propaganda dan hasilnya benar-benar efektif. Ada beberapa alasan. Pertama, namanya palsu, untuk menutupi identitas ke-HTI-an. Kedua, narasinya konsisten dan ofensif—tidak hanya defensif. Ketiga, pengikutnya bertambah seribu per dua hari. Hari ini, followers-nya hampir seratus ribu.

Setiap hari, @muslimahnewsid memposting lima gambar. Jumlah like dari setiap postingan mendekati seribu orang, yang artinya masyarakat yang pro-khilafah sangat banyak. Ironisnya, narasi mereka keras: tidak hanya menyuguhkan dalil-dalil khilafah, melainkan juga menyuguhkan kelemahan demokrasi dan Indonesia secara keseluruhan. HAM, kontra-radikalisme, sebagai contoh juga mereka buatkan propagandanya. Mereka, dalam setiap postingannya, seolah menyerukan makar.

BACA JUGA  Meneroka Nasib Moderasi dan Deradikalisasi di Tengah Defisit Anggaran

Beberapa postingan propaganda khilafah akun tersebut ialah sebagai berikut. “Cara Khilafah Menjaga Kesehatan Mental Generasi Muda,” “Muslim Moderat, Alat Barat,” “Sistem Sosial untuk Pergaulan Muda-mudi,” “Jadilah Muslim Taat, Bukan Radikal atau Moderat,” “Marak Islamophobia,” “Taat Pada Syariat,” “Desain Perusakan Potensi Generasi Muda Muslim,” “Gen Z: Waspadai Pemberdayaan Pemuda ala Kapitalisme,”dan “Moderasi Beragama Memandulkan Potensi Pemuda.”

Lainnya ada ratusan lagi yang seluruhnya mendiskreditkan NKRI dan memprovokasi umat untuk makar. Alasannya, karena khilafah syariat Islam. Bahkan, salah satu postingannya menebarkan propaganda khilafah dengan sangat brutal. Begini isinya,

Sistem pemerintahan Islam tegak di atas enam asas, yaitu: 1) Hukum hanya milik Allah, 2) Kedaulatan ada di tangan syarak, 3) Kekuasaan berada di tangan umat, 4) Pengangkatan khalifah yang satu untuk seluruh umat Islam, 5) Khalifah adalah satu-satunya pihak yang berhak melakukan tabanni hukum syarak, 6) Struktur pemerintahan dalam negara Islam tegak di atas tujuh pilar, yakni: Majelis Syura, Kepala Negara (Khalifah), Para Mu’awin (Pembantu Khalifah), Aparat Administrasi, Wali (Penguasa Wilayah), Kadi, dan Militer (Polisi).”

Kurang kejam apalagi propaganda khilafah di Instagram @muslimahnewsid? Mengapa polisi siber tidak peduli dengan ancaman tersebut? Maling dan perampok sudah sedemikian berisik, mengapa sang satpam masih tertidur pulas? Ini tidak bisa dibiarkan. Aktivis khilafah telah merencanakan pemberontakan dan tinggal menunggu waktu. Akun @muslimahnewsid kalau dibiarkan, maka pemberontakan pasti akan terjadi tidak akan lama lagi: khilafah akan tegak di Indonesia.

Polisi Siber Lemah?

Saya tidak mengatakan bahwa polisi siber memiliki kinerja yang buruk. Namun, harus mereka sadari, kinerja mereka harus ditingkatkan. Mereka harus punya kesadaran akan dua hal. Pertama, tugas memberantas radikalisme bukan hanya otoritas BNPT dan Densus 88. Kedua, tugas polisi siber tidak hanya ihwal ujaran kebencian atau UU ITE. Yang terakhir ini sering kali terjadi, dan banyak dikritik masyarakat karena sasaran UU ITE kebanyakannya adalah rakyat kecil.

Polisi siber tidak boleh terkungkung mindset tersebut. Tugas mereka jauh lebih kompleks daripada sekadar melindungi nama baik pejabat—apalagi pejabat DPR yang kerap kali melaporkan kasus pencemaran nama baik; mengabaikan fakta bahwa banyak DPR yang memang sangat layak diprotes karena kerjanya yang tidak becus. Mengurus nama baik pejabat bukan yang utama, karena tugas polisi siber yang paling inti adalag memastikan keamanan negara.

Hari ini, dunia siber berperan besar dalam segala hal. Dulu, aktivis khilafah melakukan indoktrinasi dan ideologisasi melalui halaqah. Namun, halaqah saat ini tidak memungkinkan karena akan ketahuan aparat. Aktivis khilafah pun berbenah; halaqah berlangsung di Instagram—dengan materi yang sama dan jangkauan yang lebih luas dan terbuka. Apakah polisi siber sudah membaca propaganda tersebut, atau justru sibuk mengawasi kasus pencemaran nama baik?

Ketika propaganda terjadi secara masif, satu hal yang perlu disadari semuanya adalah bahwa si propagandis telah melihat peluang besar. Dan tentu saja, peluang tersebut tidak akan pernah ada jika polisi siber bergerak aktif dan konsisten. Siber memiliki potensi propaganda khilafah yang besar, dan yang @muslimahnewsid lakukan adalah bukti aktual. Pertanyaannya, sudikah polisi siber bergerak lebih serius dan bisakah mereka meredam propaganda khilafah di Instagram, juga media sosial lainnya?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru