26.1 C
Jakarta

Prof. Azyumardi Azra: Cendekiawan Muslim yang Lantang Melawan Radikalisme

Artikel Trending

HeadlineProf. Azyumardi Azra: Cendekiawan Muslim yang Lantang Melawan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comInnalillah wa inna ilaihi raji’un. Sama sekali tidak menyangka bahwa Prof Azyumardi Azra akan pergi begitu cepat. Saya mendengar bahwa beliau jatuh sakit saat perjalanan ke Malaysia, persis dua hari yang lalu. Kini, kita semua kehilangan tokoh intelektual yang diakui dunia. Beliau wafat pada 18 September 2022 di Selangor, Malaysia, saat melakukan rihlah ilmiah. Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya. Prof Azra adalah cendekiawan yang vokal menyuarakan moderasi dan anti-radikalisme.

Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.Phil., M.A., CBE lahir di Padang Pariaman, Sumatra Barat, pada 4 Maret 1955. Beliau memulai karir pendidikan tingginya sebagai mahasiswa sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1982. Kemudian atas bantuan beasiswa Fulbright, ia menempuh magister di Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Universitas Columbia tahun 1988. Juga atas beasiswa Columbia President Fellowship pada tahun berikutnya.

Pada 1992, Prof Azra mendapat gelar M.Phil dari Departemen Sejarah, Universitas Columbia, dan Ph.D dengan disertasi tentang jaringan ulama Nusantara yang kemudian jadi karya masterpiece-nya. Tahun 2004, versi revisi dari disertasi tersebut diterbitkan secara simultan di Allen Unwin dan AAAS Canberra, Hawaii University Press di Honolulu, dan KITLV Press di Leiden, Belanda. Versi bahasa Indonesia terbit dengan judul “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII”.

Pada tahun 1993, Prof Azra kembali ke Jakarta dan mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi jurnal Studia Islamika. Pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Universitas Oxford, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College. Jihad keilmuannya sangat besar, sampai akhirnya beliau mendapat gelar Commander of the Order of British Empire (CBE), gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris dan menjadi Sir pertama dari Indonesia.

Sejak Desember 2006 menjabat Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, sejak tahun 1998 hingga akhir 2006, Prof Azra adalah Rektor di kampus tersebut. Ketika menjadi Rektor, beliau ia melakukan terobosan besar: transformasi IAIN menjadi UIN. Hal tersebut merupakan kelanjutan ide Rektor pendahulunya, Harun Nasution, yang menginginkan lulusan PTKIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis, dan toleran.

Prof Azra pernah menjadi wartawan, dosen, rektor, hingga profesor tamu di berbagai kampus internasional. Selain memprakarsai IAIN ke UIN, beliau adalah sosok utama di balik berdirinya Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta. PPIM adalah lembaga riset keislaman yang concern terutama dalam bidang sosial-politik, termasuk juga kajian tentang radikalisme dan terorisme. PPIM ada di garda depan kontra-radikalisme yang Prof Azra merupakan tokoh kunci.

Saya juga mengenal Prof Azra saat beliau menjadi narasumber seminar tentang kontra-radikalisme dan terorisme di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah buku “Menakar NKRI Bubar” terbit dengan kata pengantarnya, beliau juga hadir penuh pada saat buku tersebut di-launching. Selain itu, belajar langsung pada beliau saat matakuliah HIC di SPs. Kesimpulan saya, Prof Azra adalah intelektual paripurna yang mendedikasikan dirinya secara penuh untuk NKRI dan masa depan umat Islam.

Di kelas, Prof Azra juga demikian. Beliau selalu mendorong pengarusutamaan Islam wasathiyah demi kemajuan Islam di masa depan. Indonesia, menurut beliau, akan menjadi kiblat peradaban Islam jika mengedepankan moderasi. Terhadap kelompok-kelompok yang berniat mendirikan khilafah atau negara Islam, Prof Azra sangat lantang menentang. Keahliannya di bidang sejarah sangat cukup memberikan argumentasi dan melawan radikalisme di Indonesia.

Kiprah Prof Azra tidak terhitung. Di buku, di koran, di seminar, ia selalu mencita-citakan kosmopolitan Islam yakni tentang kebangkitan Islam di masa depan. Beberapa waktu lalu, seolah berpamitan, beliau mengatakan bahwa periode emas agama Islam adalah tugas kita semua—Prof Azra mengatakan bahwa dirinya sudah sepuh dan tidak lama lagi. Maka, setelah kini beliau kembali ke rahmatullah, sudikah kita melanjutkan perjuangan beliau untuk kemajuan Islam Indonesia dan lantang melawan radikalisme?

Semoga Prof Azra mendapat tempat terbaik di sisi Allah Swt., dan semoga segala dedikasinya untuk bangsa menjadi amal jariah yang mengantarkannya menuju surga. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru