Perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode tengah menjadi polemik. Wacana yang berhembus sejak 2019 lalu itu kemungkinan besar semakin runcing hingga 2024 mendatang. Awalnya, usul amandemen UUD 1945 yang tengah digodok Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) mendapat dukungan Partai NasDem. Tetapi, hari ini, ia polemis justru lantaran Amien Rais, pendiri Partai Ummat, membuat pernyataan bahwa pemerintah tengah menyusun cara agar Jokowi maju Pilpre sekali lagi.
Siapa Amien Rais dan apa tujuannya membuat wacana yang—meminjam bahasa Jokowi—bikin gaduh? Penting ditanyakan karena selaku oposisi, Amien pasti punya tujuan tertentu. Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, yang dulu oposisi, tapi melempem pasca Menteri KKP terciduk KPK gara-gara korupsi benih Lobster, juga yakin bahwa Jokowi tidak salah. “Memang ada kelompok yang menghembuskan isu ini, untuk kepentingan kelompoknya tentu,” ujarnya.
Wacana presiden 3 periode sangat kompleks, terutama untuk jadi isu miring. Tanggapan atas wacana tersebut juga banyak. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menegaskan bahwa penambahan periode presiden merupakan sesuatu yang krusial demi menghindari polarisasi politik. “Jadi tepatnya Jokowi-Prabowo 2024, itu tagline saya. Saya proklamirkan nih, Jokowi-Prabowo 2024,” tandasnya, melalui CNN Indonesia.
Sementara itu, Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, justru mencibir semoga Jokowi tidak pura-pura malu tapi akhirnya mau. Ia flashback ketika jadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi menolak maju Pilpres, tapi faktanya kemudian memimpin 2 periode. Di masyarakat, tanggapannya juga beragam. Rata-rata memojokkan, mengira Jokowi dan pemerintah sengaja ingin memperpanjang kekuasaan mereka melalui amandemen yang tidak urgen.
Benarkah wacananya seseram yang Amien Rais sampaikan sampai harus berucap innalillah wa inna ilayh raji’un? Betulkah Mardani Ali Sera, Ketua DPP PKS, bahwa jika Jokowi maju lagi itu artinya demokrasi telah mati? Atau semua wacana ini hanya akal-akalan politkus radikal saja untuk menempeleng Presiden? Dengan kata lain, polemik wacana presiden 3 periode sengaja dirancang untuk memojokkan pemerintah, bukan?
Bahwa kabinet Jokowi hari ini sangat kuat, itu benar adanya. Bahwa oposisi pemerintah hari ini kerdil, itu juga fakta. Terakhir, kita harus juga mengakui bahwa Jokowi maju lagi Pilpres 2024 mendatang, maka jaminannya adalah: pasti menang. Bersamaan dengan itu, muncul ke publik sebuah analisis politik bahwa Jokowi tengah membangun trah politik; setelah anak dan menantunya memegang jabatan di daerah. Jadi, posisi Jokowi, secara perpolitikan pemerintah, itu kuat dan menakutkan oposisi.
Justru karena kuat itulah ia terus berusaha dirubuhkan reputasinya melalui cap ‘otoritarianisme’. Artinya, untuk memojokkan pemerintah, seseorang tinggal menempeleng Jokowi karena ia pemegang tertingginya. Lalu kita bertanya, siapa yang berusaha memojokkan pemerintah? Di situlah kita menemukan jawabannya. Mereka pasti pembuat onar yang sengaja memainkan isu, untuk menunjukkan ke publik bahwa pemerintah sudah keterlaluan dan konfrontasi menjadi solusi.
Siapa mereka? Mereka adalah politikus radikal. Amien Rais memantik polemik melalui video berlogo Partai Ummat. Umat Islam tengah ia pancing agar bergabung dengannya, bersama merebut kekuasaan dengan menjadikan Islam dan umat sebagai tumpangan. Kita menyebut itu narasi populis dari politikus pragmatis: Amien Rais. Kaum radikal yang memang memusuhi pemerintah sejak awal tentu saja merasa terwakili. Jokowi pun jadi sasaran dari misi rahasia yang sedang para politikus radikal mainkan.
Apa misi rahasianya? Agak klise untuk mengatakan ini, tetapi memang faktanya demikian. Ujung dari segala misi kaum radikal, baik mereka sebagai politikus seperti PKS dan Partai Ummat, maupun yang non-politik seperti JI, JAD, MIT dan sekawanannya, ialah mengambilalih pemerintahan. Tetapi dalam konteks wacana presiden 3 periode, misi rahasianya politik-oriented.kalau pun ada hujatan untuk Jokowi dari netizen, misalnya, itu karena ikutsn membenci, bukan dalam rangka menjadi teroris.
Perlu digarisbawahi, bahwa di sini tidak hendak mengatakan, suatu ormas yang telah pemerintah bubarkan mencoba lakukan gerakan taktis politik. Narasi yang menempeleng Jokowi tersebut, yang secara umum memojokkan pemerintah sebagai bentuk provokasi dengan masyarakat, itu hasil kawin silang politikus dengan Muslim populis. Mereka laik disebut radikal karena misinya ingin melemahkan pemerintah lalu masuk di celah-celah ketika momentumnya memungkinkan.
Yang terpenting sekarang bagi politikus radikal adalah bahwa Jokowi secara khusus, dan pemeritah secara umum, tidak lagi masyarakat sukai. Dengan penggorengan yang memahat kredibilitas, maka segala propaganda ke depan, terutama menuju tarung politik dan tarung ideologi tahun 2024, menjadi lancar. Jadi, intinya, tempelengan politikus radikal untuk Jokowi itu memiliki dua tujuan, yakni membunuh kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sembari mengais kepercayaan terebut untuk diri mereka sendiri.