31.1 C
Jakarta
Array

Post-Islamisme sebagai Strategi Politik (Bagian 1)

Artikel Trending

Post-Islamisme sebagai Strategi Politik (Bagian 1)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam artikel tentang gerakan post-Islamism yang pertama mengenai (PKS dan Gerakan Post-Islamisme dalam sejarah Politik), penulis secara singkat merunut fenomena post-Islamism di beberapa negara Muslim, khusus dalam ranah politik. Dengan mengambil kasus PKS, penulis menjelaskan fenomena itu dalam konteks Indonesia. Selain karena metamorfosisnya yang berawal dari gerakan kanan, PKS juga gagal merasionalisasikan tuntutan konstituennya berupa penegakan syari’ah, dengan tuntutan partai politik yang terbuka dan demokratis.

PKS akhirnya bungkam untuk isu-isu negara Islam atau penegakan syari’ah, dan kemudian menutupnya dengan isu-isu kepedulian sosial yang lebih menyentuh untuk menciptakan dan meraih konstituen barunya. Secara singkat, inilah yang memantapkan posisi PKS sebagai gerakan post-Islamism, namun di sisi lain mampu secara kreatif beradaptasi dengan sistem politik nasional, yang belum mampu dilakukan oleh gerakan Islamis lainnya di Indonesia. Partai Islam lainnya seperti PPP misalnya tidak dapat dijelaskan dalam kerangka post-Islamism, karena sejak awal PPP telah menyepakati bentuk final negara ini; titik yang membedakan partai Islamis dan partai Islam.

Fenomena post-Islamism tidak hanya fenomenal di ranah politik, tetapi juga menyebar ke wilayah lain. Meski banyak istilah sejenis yang digunakan untuk menjelaskan fenomena ini seperti neo-fundamentalism, post-fundamentalism, fundamentalisme humanistik atau fundamentalisme progresif yang nampaknya terkesan contradictio in terminus, para pakar dan pengamat politik Islam nampak sepakat menggunakan istilah post-Islamism terbatas dalam ranah politik.

Semangat dan kecenderungan yang sama dengan post-Islamism juga terjadi di bidang lain. Dalam wilayah diskursus, fenomena post-Islamism ini juga sangat terasa dalam industri buku, khususnya buku Islamis di tanah air. Ini diawali dengan keinginan besar menyelenggarakan pameran buku khusus Islam, terpisah dengan pameran buku nasional, yang juga sebenarnya didominasi oleh buku-buku Islam. Perbedaannya, pameran buku nasional didominasi oleh buku-buku Islam yang moderat, progresif dan terbuka, sementara pameran buku Islam didominasi oleh buku-buku Islamis dan kanan.
Pelaksanaan pameran buku Islam di tingkat nasional secara tersendiri akhirnya terwujud pertama kali di Senayan pada 2002 dengan nama 1st Islamic Book Fair (IBF) yang diramaikan oleh 93 stand dan 108.000 pengunjung. Meski mengalami sedikit penurunan pada 3rd IBF 2004 di Hall JCC, sambutan pada IBF-IBF berikutnya semakin meningkat; 2nd IBF 2003 di Senayan dipadati 157 stand dan 180.000 pengunjung, 4th IBF 2005 dipadati oleh 180 stand (termasuk penerbit dari Malaysia dan Brunei) dan 200.000 pengunjung. Dan, sampai sekarang terus bertambah.

Mengunjungi pameran buku Islam yang baru lewat di tanah air, akan memberikan kesan yang sangat demonstratif dari fenomena ini. Ini misalnya diawali dengan tema besar pemeran buku itu. Jika The 4th Islamic Book Fair (IBF) bertema “Semangat Syari’ah dalam Teks dan Konteks, IBF 5 (4-12.3.06) tahun lalu meski dibuka secara resmi oleh Wapres Yusuf Kalla, memiliki tema “Semai Syari’ah Menuju Peradaban Madani”. Pameran buku Islam yang berlangsung tahun 2007 misalnya memilih tema “Indahnya Syar’iah dalam Kehidupan”. Tidak hanya tema besarnya, berbagai kegiatan pendukung IBF seperti diskusi, dialog dengan tokoh dan artis, juga tidak jauh dari tema besar ini. Tema-tema ini tidak lagi menyembunyikan tujuan akhir semua fenomena ini, tetapi dengan demonstratif menegaskan keinginan mereka mewujudkan tujuan final; negara Indonesia berdasarkan syari’ah Islam.

Tidak hanya tema pameran, penerbitan buku Islam semakin menunjukkan superioritasnya yang signifikan dibanding dengan genre penerbitan lainnya. Dalam suatu siaran pers di Jakarta (5.3.06), Ketua IKAPI, Lucya Andam Dewi, mengungkapkan hasil survey IKAPI terhadap fenomena besar ini, bahwa dalam sebulan toko buku relatif menerima 250 judul baru kategori buku Islam. Ini berarti bahwa terdapat 3000 judul buku baru tentang Islam yang dihasilkan oleh industri buku di Indonesia setiap tahun. Gegar buku Islam ini telah diteliti dengan baik oleh Watson (Journal of Islamic Studies 16:2, 2005).

Yang paling menarik adalah penerbitan buku Islam berhaluan kanan secara massif. Ini akan menjadi kesan pertama ketika mengunjungi pameran buku Islam dalam beberapa tahun terakhir ini. Ini juga didukung oleh penerbit-penerbit Islam yang berjamuran dalam dekade terakhir, meski Indonesia mengalami krisis ekonomi yang hebat. Boleh dikatakan, penerbitan buku Islam ini boleh jadi berbanding lurus dengan maraknya simbol-simbol ke-Islam-an dengan berbagai manifestasinya dalam dekade terakhir ini.

(Farid F. Saenong, Ph. D)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru