30 C
Jakarta
Array

Politikus yang Membaca Buku di Tempat Sepi

Artikel Trending

Politikus yang Membaca Buku di Tempat Sepi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Romahurmuziy dan Setya Novanto wajib ditunggu kata-katanya oleh para pembaca buku. Terutama para pembaca yang aktif ber-media sosial, mereka pasti bosan melulu mengutip kalimat Mohammad Hatta: “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Foto buku unggahan silih berganti tapi caption di Instagram  itu-itu saja. Duh!

Politikus yang juga membaca buku tidak hanya ada di masa lalu. Politikus zaman sekarang tidak hanya bisa tweet war belaka. Rommy dan Setnov menjadi dua contoh politikus penggandrung buku. Para watawan jangan sampai luput mengabarkan kalimat berbuku dari dua pembaca beken itu. Tapi jagoan saya tentu saja Rommy. Soalnya jelas. Perihal buku, Rommy lebih mirip Hatta jika dibandingkan Setnov. Ya, sebelas-dua puluh-lah.

Dulu, ketika akan diinternir ke Bovem Digul, yang pertama-tama dipikirkan Hatta bukanlah mau membawa berapa setel pakaian atau membawa berapa banyak kecap biar lidahnya kerasan masakan di sana. Melainkan bagaimana caranya ia diizinkan pulang ke rumah untuk mengemas buku-buku.

“Buku-bukuku banyak sekali,” kata Hatta dalam Memoir-nya (1979). “Mengepak semua buku itu akan memakan waktu paling sedikit 3 hari.” 16 peti berukuran ¼ m3 dibutuhkan Hatta untuk menampung semua bukunya selama di pembuangan.

Dari bui di Glodok, Hatta diizinkan pulang. Ia mengemas buku-bukunya. Polisi mengawal Hatta dan mengawasinya selama di rumah. Itu membuat Hatta gembira karena membikin orang-orang tidak bisa megunjunginya. Hatta emoh sibuk mengobrol. Waktu sempit hanya untuk mengurusi buku-buku. Tanpa buku, Hatta jelas bakal benar-benar diasingkan!

Rommy pun begitu. Kala diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jumat (22/3) lalu, Rommy terlihat membawa buku Sejarah Kenabian. Wartawan yang kepo malah menanyakan hal yang sudah pasti jawabannya. “Saya kan nunggu lama, jadi mesti membunuh waktu dengan membaca buku,” jawab Rommy atas pertanyaan naif wartawan. Buku pasti untuk dibaca. Tanpa membaca, Rommy sulit rileks. Lihatlah foto-foto yang tersebar di media massa! Rommy bisa tersenyum walau sedang ditimpa musibah. Tak lain dan tak bukan hanyalah karena buku!

Tapi wartawan malah bacar. Menganggap bahwa buku adalah cara Rommy buat menutupi borgol. Aneh. Tentu saja, meskipun ditutupi karung goni, semua orang tahu kalau tangan Rommy terborgol. Rommy tahu ada wartawan yang menunggu dan akan memfoto dirinya. Selain sebagai upaya “membunuh waktu”, dengan membawa buku Rommy bisa jadi juga sedang berupaya mempromosikan budaya literasi. Mungkin sebenarnya Rommy ingin berucap: “Aku rela diborgol asalkan membawa buku, karena dengan buku aku bebas!”

Inilah yang tidak dilakukan Hatta. Di sela-sela berjibaku dengan buku, sebenarnya Hatta sempat berfoto bersama keluarganya. Di Memoir, dua foto terpajang pada halaman 348. Sayang sekali Hatta kelupaan tak membawa buku saat berfoto. Lupa berakibat kesusahan mengabarkan pada generasi kemudian jika Hatta adalah pembaca buku tekun dalam sekali pandang. O, untuk urusan buku dan foto, Rommy unggul satu langkah dari Hatta.

Di pembuangan, Hatta membawa berbagai macam buku: ekonomi, politik, hingga filsafat. Kita patut menunggu buku apa yang akan dibawa Rommy pada kesempatan berikutnya. Di Digul, Hatta juga sering meminjamkan buku dan memberi pelajaran Ekonomi dan Filsafat kepada sesama orang-orang usiran. Kemarin, saat menunggu pemeriksaan, Rommy mungkin juga sempat bercerita ihwal sejarah kenabian kepada sesama terduga korupsi dan pegawai KPK. Sayang sekali wartawan tak menanyakan kemungkinan bagus itu.

Masa-masa sulit juga pernah dilewati Soekarno dengan berbuku. Tak seperti saat dipenjara di Bantjeuj yang masih memungkinkan Soekarno mengakses beragam bacaan dan surat kabar, waktu dipenjara di Sukamiskin, Soekarno hanya boleh membaca buku-buku keagamaan. Nah, kalau Soekarno ini mirip-miriplah sama Setya Novanto. Soalnya, puluhan tahun kemudian, di Sukamiskin juga, Setnov terlihat sedang khusyuk membaca buku.

Kegemaran Setnov akan membaca diketahui publik pada Juli 2018 lalu kala sidak oleh Kemenkumham ditayangkan sebuah acara televisi. Penonton melihat buku yang sedang dibaca Setnov: Kamus Kecil 80% Kosakata Al Qur’an.

Yang menyedihkan cuma satu. Setelah terlibat dalam penjarahan 2,3 triliun uang rakyat, dan pastinya Setnov juga punya duit bejibun, eh, kok bukunya malah bajakan! Penulis buku mungkin sulit memaafkan. Tapi sebagian penonton barangkali bisa menerima sebab itu pertanda Setnov sedang menjalani laku prihatin.

Selain Soekarno, Setnov juga mirip Benedict Anderson (1936-2015). Peneliti Asia Tenggara terkemuka itu juga keranjingan kamus. Rak favorit dalam perpustakaan pribadi Benedict hanya terisi oleh kamus-kamus belaka. Setnov memulai mengisi rak bukunya di penjara dengan Kamus Kecil 80% Kosakata Al Qur’an. Sebentar lagi menyusul kamus lebih kecil yang berisi 20% kosakata Al Quran.

Di Sukamiskin Soekarno menemukan agama. Sedari kecil ia tak pernah dididik ihwal keagamaan. Dan di penjara yang sunyi itu barulah Soekarno menjadi penganut agama yang sungguh. “Didalam pendjaralah aku mendjadi penganut jang sebenarnja,” kata Soekarno sebagaimana ditulis Cindy Adams (1966).

Kemudian kita tahu, Soekarno berhasil menulis esai keagamaan yang menggugah di Pandji Islam pada 1940: Islam Sontolojo. Bagi Soekarno, agama seringkali tampil hanya sebagai atribut. Orang yang memakan daging babi akan dicap kafir, sedangkan para perampas hak orang lain tidak akan disebut demikian. Anggapan itu aneh. Esai menjadi buku kalau saat di penjara, Soekarno benar-benar membaca dan merenung.

Sebab itu kita patut menunggu tulisan dan perkataan dari Rommy dan Setnov—sebagai “Hatta” dan “Soekarno” masa kini. Menunggu gagasan benderang mereka ihwal masyarakat dan agama. Juga jangan lupa, soal kata-kata bijak untuk caption para pembaca buku di Instagram. Agar kalau tidak bisa dipercaya memegang amanah, setidaknya rakyat percaya kalau mereka benar-benar membaca buku. Eh, kalau benar-benar membaca buku agama, seharusnya mereka enggak berkhianat dong!

*Irfan Sholeh Fauzi, pembaca buku dan Takmir liqo Akar Sungai, Solo.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru