Harakatuna.com – Politik uang, atau yang sering disebut sebagai praktik “money politics,” merupakan fenomena dalam dunia politik di mana uang atau hadiah materiel diberikan kepada pemilih atau pihak tertentu untuk mempengaruhi keputusan politik. Fenomena ini kerap ditemui pada saat pemilihan umum, baik dalam skala kecil maupun besar. Al-Qur’an sendiri tidak secara eksplisit menyebutkan istilah “politik uang.” Namun, terdapat sejumlah ayat yang menyinggung tentang larangan penyuapan, penyelewengan, dan segala bentuk ketidakadilan.
Dalam Surah Al-Baqarah [2]: 188, Allah berfirman: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” Ayat ini mengajarkan untuk tidak menggunakan harta secara batil, termasuk dalam konteks politik untuk kepentingan pribadi.
Politik uang sejatinya merupakan bentuk penyimpangan moral yang melibatkan penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam Surah Al-Ma’idah [5]: 42, Allah Swt. juga memperingatkan untuk menjauhi perbuatan buruk, seperti menerima suap. “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.” Perilaku tersebut dinilai sebagai salah satu bentuk pengkhianatan terhadap amanah dan tanggung jawab yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada manusia sebagai khalifah di bumi.
Dalam perspektif Islam, politik adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Para pemimpin yang ingin mendapatkan kedudukan melalui politik uang berarti telah menyimpang dari prinsip amanah dan kejujuran. Jika seseorang meraih kekuasaan dengan jalan suap atau penyuapan, maka ia telah melakukan tindakan yang dilarang. Praktik politik uang akan merusak kepercayaan masyarakat dan menyebabkan ketidakadilan dalam pemerintahan.
Surah Al-Nisa’ [4]: 58 juga menekankan pentingnya menegakkan keadilan. Ayat tersebut berbunyi: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” Islam menghendaki setiap orang yang diberi amanah untuk menjalankannya dengan jujur dan adil, tanpa mengandalkan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip Islam, termasuk politik uang.
Politik uang tidak hanya merusak moral individu, tetapi juga menghancurkan nilai-nilai keadilan sosial. Dalam Surah Al-Hujurat [49]: 13, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal, dan bahwa yang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertakwa. Ayat ini mengisyaratkan bahwa dalam pandangan Allah, kedudukan seseorang tidak diukur dari kekayaan atau kedudukan politik, tetapi dari ketakwaannya. Politik uang jelas mengesampingkan nilai takwa ini, karena memberikan kedudukan kepada yang tidak layak.
Selain itu, politik uang berpotensi menimbulkan fitnah dan perpecahan di tengah masyarakat. Surah Al-Anfal [8]: 25 mengingatkan: “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” Politik uang dapat menyebabkan orang yang tidak berkompeten terpilih sebagai pemimpin, sehingga berpotensi menimbulkan kezaliman yang pada akhirnya membawa kerusakan bagi masyarakat secara umum.
Praktik politik uang juga bertentangan dengan nilai keikhlasan dalam Islam. Dalam Surah Al-Bayyinah [98]: 5, Allah Swt. menyebutkan bahwa manusia diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. Tindakan politik uang menunjukkan ketidakikhlasan dalam mencari ridha Allah dan malah mengejar keuntungan duniawi. Seorang pemimpin yang dipilih karena politik uang akan lebih berfokus pada keuntungan pribadinya daripada kepentingan masyarakat.
Dalam tafsir Al-Qur’an, nilai kejujuran dan integritas sangat ditekankan dalam berpolitik. Surah An-Nur ayat 55 mengungkapkan bahwa Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Kekuasaan dalam Islam bukanlah sekadar alat untuk meraih tujuan duniawi, tetapi sebagai sarana menegakkan nilai-nilai kebenaran. Politik uang adalah sebuah bentuk pengingkaran terhadap nilai iman dan amal saleh ini.
Di sisi lain, Al-Qur’an juga menegaskan pentingnya pemimpin yang adil. Dalam Surah Shad [38]: 26, Allah berfirman kepada Nabi Dawud AS: “Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.” Politik uang adalah bentuk dari mengikuti hawa nafsu yang berlawanan dengan prinsip keadilan dan kejujuran yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Secara keseluruhan, politik uang dalam perspektif Islam merupakan tindakan yang merusak. Hal ini bertentangan dengan tujuan syariat Islam, yaitu untuk mendatangkan kemaslahatan bagi manusia dan mencegah kerusakan. Politik uang tidak hanya menodai proses politik, tetapi juga menodai keimanan pelakunya, yang seharusnya tunduk pada perintah Allah Swt. untuk berlaku adil dan jujur.
Islam juga menekankan pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin. Dalam Surah Al-Mumtahanah [60]: 12, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk menerima sumpah kesetiaan kaum perempuan yang berjanji untuk tidak mencuri dan tidak berbuat dosa. Hal ini menunjukkan bahwa setiap warga memiliki hak dan tanggung jawab dalam menjaga kepercayaan masyarakat, termasuk menolak segala bentuk penyelewengan seperti politik uang.
Dalam upaya membangun sistem politik yang bersih dan jujur, umat Islam perlu mengedepankan keimanan dan ketakwaan dalam memilih pemimpin. Masyarakat harus didorong untuk tidak tergoda dengan iming-iming materi dan menanamkan kesadaran bahwa memilih pemimpin yang adil dan berintegritas adalah bagian dari ibadah. Jika politik uang terus berlanjut, maka akan sulit mencapai masyarakat yang makmur dan adil, yang merupakan tujuan utama dalam Islam.
Sebagai penutup, politik uang merupakan salah satu bentuk kebatilan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Melalui tafsir Al-Qur’an, kita dapat memahami bahwa politik dalam Islam harus dijalankan dengan kejujuran, amanah, dan keadilan. Dengan menghindari politik uang, kita dapat mewujudkan sistem politik yang benar-benar mencerminkan nilai-nilai Islam dan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.[] Shallallahu ala Muhammad.