31.7 C
Jakarta

Politik Identitas dan Bahayanya untuk NKRI

Artikel Trending

EditorialIndonesiaPolitik Identitas dan Bahayanya untuk NKRI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tengah trending di Twitter tagar #BapakPolitikIdentitas. Isinya adalah kilas balik iklim perpolitikan Jakarta 2017 silam, pertarungan sengit antara Ahok dan dan Anies. Saat itu, Ahok terjerat kasus penistaan agama, sementara Anies justru naik sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pertarungan sengit menuju DKI 1 itulah yang oleh banyak pihak disebut sebagai pertarungan politik identitas. Sebab, pendukung Anies banyak berasal dari kalangan yang melakukan politisasi agama.

Lantas, pantaskah Anies disebut sebagai bapak politisasi agama? Jawabannya adalah subjektif. Labelisasi semacam itu jelas memiliki muatan politik. Misalnya, untuk menurunkan elektabilitas Anies di Pemilu 2024, atau justru mendongkraknya karena Anies akan semakin terkenal dan mendapat perhatian-simpati masyarakat. Istilah #BapakPolitisasiAgama juga bisa lahir dari musuh Anies atau justru simpatisannya. Hal-hal mengenai itu tidak akan dibahas di sini.

Editorial Harakatuna kali ini justru akan membahasnya dari sisi pengertian dan apa dampak dari politik identitas itu sendiri. Apa itu politik identitas? Politik identitas adalah pendekatan politik di mana orang-orang dari ras, agama, jenis kelamin, latar belakang sosial, kelas sosial, dan lingkungan tertentu mengembangkan agenda politik yang didasarkan pada identitas-identitas tersebut. Contohnya, identitas Islam digunakan untuk menggaet pendukung Muslim.

Kelompok identitas menempati posisi yang tidak nyaman dalam demokrasi. Politik identitas mengidentifikasi hitam atau putih, laki-laki atau perempuan, Barat atau Arab, Katolik atau Yahudi, tuli atau bisu, mereka distereotipkan berdasarkan ras, jenis kelamin, etnis, bahkan agama, untuk tujuan politis. Konsekuensinya, permusuhan terhadap kelompok lain dan rasa superior meningkat, mengorbankan keadilan dan perdamaian untuk tujuan elektoral tertentu.

Ironisnya, mobilisasi politik berdasarkan afirmasi identitas ini mengarah pada redistribusi permukaan yang tidak menantang status quo, juga mengarah pada reproduksi dan reifikasi gagasan esensialis tentang identitas yang secara inheren keliru. Melalui politik identitas, mobilisasi atas nama suatu entitas jadi mungkin, dan mereka menjalin kerja sama sebagai upaya berpegang teguh pada identitas tadi, yang padahal identitas tersebut telah didistorsi untuk kepentingan politik semata.

Lawan dari politik identitas adalah politik demokratis. Dalam politik demokratis, politik yang tidak sedikit bergantung pada kelompok identitas dapat bekerja untuk lebih mengamankan kebebasan yang sama, kesempatan, dan kesetaraan sipil untuk semua individu, tidak hanya untuk anggota yang paling istimewa atau paling kuat dari kelompok yang kurang beruntung, juga tidak hanya untuk pemeluk agama tertentu, melainkan setara. Keadilan, kesetaraan, dan persatuan adalah titik tekan politik demokratis.

Lalu, dalam konteks NKRI, apa yang dimaksud politik identitas? Yaitu berkaitan dengan persoalan mayoritas-minoritas. Islam, sebagai agama mayoritas, sering kali dijadikan identitas untuk membuat narasi dan menggaet dukungan. Terutama di suatu daerah mayoritas Muslim, seorang politikus mengatributkan diri sebagai pembela Islam yang siap berjuang bersama untuk Islam dan mengesampingkan non-Muslim dan bahkan potensi perpecahan sekalipun.

Ada dua alasan mengapa politik identitas sangat berbahaya untuk NKRI. Pertama, mencederai demokrasi. Di hadapan demokrasi, semua warga negara adalah setara. Apakah ia Islam, Kristen, atau lainnya, semua memiliki hak politik yang sama. Selama seseorang mempunyai kompetensi, ia berhak jadi pemangku politik, misalnya jadi gubernur. Kedua, mengundang perpecahan. Ini karena politik identitas mengeksklusi diri dan mengundang kebencian pihak lain dan memantik perpecahan.

Betapa bahayanya politik identitas bagi NKRI sehingga hal tersebut wajib dilawan bersama. Namun masyarakat tidak boleh lupa, musuhnya adalah politik identitas itu sendiri dan bukan berarti personal tertentu. Mau Anies, Ahok, dan lainnya silakan berkompetisi di bawah politik demokratis. Demokrasi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk merajut persatuan dan kesatuan, menghilangkan sekat identitas dan bersama sebagai saudara sebangsa. Karena itu, NKRI harus disterilkan dari politik identitas.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru