Harakatuna.com – Nama Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah sedang marak dibicarakan oleh seluruh masyarakat Indonesia lantaran dalam video pendek yang beredar luas di media sosial, mengatakan ‘goblok’ kepada penjual es teh.
Kekuatan netizen di media sosial hari ini, mampu menggerakan massa yang sangat besar untuk menarik simpati masyarakat kepada penjual es teh. Banyak di antara mereka berbondong-bondong untuk memberikan simpatinya dalam bentuk donasi, memberangkatkan umroh, hingga bentuk apresiasi lain.
Tentu, ini bukan sebuah ‘mukjizat’ yang dibawa oleh sosok Gus Miftah yang memberikan manfaat kepada Sunhaji, pria penjual es teh, seperti yang disampaikan oleh pendukungnya. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengecam perbuatan tersebut dan berbondong-bondong untuk memboikotnya.
Sekalipun kata ‘goblok’ digunakan dalam bahasa sehari-hari oleh seseorang dalam sebuah candaan, wajib hukumnya bagi kita untuk tidak memberikan ruang pada pembully, ataupun orang yang berkata kasar dalam bentuk candaan untuk mempermalukan orang lain. Kita diingatkan kembali oleh pernyataan Gus Dur bahwa, humor terbaik adalah menertawakan diri sendiri dan humor terburuk adalah menertawakan mereka yang daif, lemah dan tak berkuasa.
Budayakan Cancel Culture kepada Pembully
Penulis menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh Gus Miftah dalam candaan yang disampaikan saat ceramah pada penjual es teh, adalah bentuk bully. Oleh karena itu, salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk tidak menormalisasi perbuatan tersebut adalah cancel culture. Kita tidak boleh menormalisasi aksi bullying. Siapa pun pelakunya, wajib kita boikot dan tidak boleh memberikan ruang untuk dia hadir di ruang publik, utamanya menjadi teladan bagi masyarakat banyak.
Cancel culture adalah praktik yang dilakukan untuk memboikot atau menolak seseorang, acara, film secara publik. Tindakan ini dilakukan apabila ada seseorang yang dianggap melakukan hal tidak menyenangkan, seperti rasisme, pelecehan seksual, termasuk tindakan bullying.
Mengapa wajib melakukan cancel culture kepada Gus Miftah? Ia bukan hanya sebagai pendakwah populer yang tampil di mana-mana untuk mengisi ceramah agama. Gus Miftah saat ini merupakan Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto di Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Idealnya, dia mengajarkan tentang keseteraan, akhlak karimah, dan membina masyarakat menuju keadaban. Perilaku yang ditampilkan oleh Gus Miftah adalah perilaku nir-adab yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang influencer agama. Candaan yang berbentuk bully tersebut tidak elok datang dari seorang penceramah, apalagi sedang menjabat dalam pemerintahan dan digaji oleh rakyat.
Pesta Pora Kaum Radikal
Apa hubungannya kasus Gus Miftah dengan pesta pora kaum radikal? Gus Miftah adalah salah satu sosok penceramah moderat yang menjadi salah satu representasi tokoh agama untuk mempromosikan kerukunan umat beragama. Kasus yang dilakukan oleh Gus Miftah dimanfaatkan oleh kaum radikal untuk mencari ruang kepercayaan kepada masyarakat, bahwa ustaz moderat tersebut tidak beradab dan tidak moderat, bahkan perilakunya membuat malu.
Sampai di sini, kita memahami bahwa kampanye upaya pencegahan radikalisme semakin sulit ketika ada suatu kasus yang datang dari ustaz moderat. Artinya, percuma kita mempromosikan ustaz-ustaz moderat jika ustaz moderat tersebut menurunkan marwahnya sendiri sebagai seorang ustaz dengan perilaku nir-adab. Kasus Gus Miftah akan terus digoreng oleh para kelompok radikal, apalagi seluruh masyarakat di media sosial sedang melakukan cancel culture terhadap dirinya.
Perilaku tidak moderat, berkata kasar, ujaran kebencian yang datang dari ustaz moderat menjadi momok berbahaya karena berdampak terhadap isu radikalisme yang terus digoreng oleh kaum radikal. Ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh Gus Miftah menjadi salah satu sumber penyakit bagi isu sosial keagamaan di Indonesia.
Moderasi beragama kini menjadi materi pinggir jurang karena kasus Gus Miftah. Para kelompok radikal terus melakukan aksi propaganda dengan menyebut bahwa ustaz moderat yang sedang dibanggakan, memiliki perilaku tidak beradab. Mereka akan merebut ruang kepercayaan masyarakat sehingga isu radikalisme hanyalah buatan pemerintah. Padahal, kasus Gus Miftah berasal dari personal dan ketidakbecusan seseorang saja. Wallahu A’lam.