30.8 C
Jakarta
spot_img

Pesantren Inklusif: Strategi Baru Melawan Propaganda Ekstremisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifPesantren Inklusif: Strategi Baru Melawan Propaganda Ekstremisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam pergulatan melawan propaganda ekstremisme, pesantren inklusif hadir sebagai jawaban atas tantangan besar yang dihadapi umat dan bangsa. Pesantren tidak hanya sekadar institusi pendidikan berbasis keislaman, tetapi juga benteng nilai-nilai moderat yang membangun kebijaksanaan, toleransi, serta kebangsaan dalam kerangka ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

Di tengah arus globalisasi dan derasnya penyebaran ideologi radikal, peran pesantren menjadi semakin penting sebagai garda terdepan dalam merawat harmoni sosial serta membendung infiltrasi paham-paham destruktif.

Di banyak tempat, propaganda ekstremisme muncul dengan berbagai bentuk. Ia merasuki benak masyarakat melalui media sosial, ceramah provokatif, hingga jaringan keagamaan eksklusif yang membangun pemahaman hitam-putih dalam melihat dunia.

Mereka yang terpapar propaganda ini sering kali berasal dari kalangan muda, yang masih dalam proses pencarian jati diri dan memiliki keingintahuan tinggi terhadap nilai-nilai agama. Kurangnya pemahaman agama yang komprehensif dan minimnya interaksi dengan pemikiran yang lebih inklusif membuat mereka rentan terhadap ajakan kelompok ekstremis yang menawarkan jawaban instan dan tampak meyakinkan.

Di sinilah pesantren inklusif berperan sebagai ruang belajar yang tidak hanya mengajarkan Islam sebagai doktrin keagamaan, tetapi juga sebagai nilai hidup yang menekankan pentingnya keterbukaan, kasih sayang, dan kebersamaan. Pesantren inklusif membuka ruang diskusi dan membangun fondasi berpikir yang kuat bagi santri agar mampu memilah informasi, memahami esensi ajaran Islam secara menyeluruh, dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi ekstrem.

Di pesantren inklusif, pendidikan agama diajarkan dengan pendekatan yang menekankan pada sikap wasatiah, atau moderasi dalam beragama. Para santri diajarkan untuk memahami Islam dengan perspektif yang luas, menghargai perbedaan, serta memahami bahwa keberagaman adalah sunnatullah yang harus diterima dan dijaga.

Hal ini dilakukan dengan metode pendidikan berbasis dialog, diskusi, serta pendekatan yang membangun nalar kritis dalam memahami teks-teks keagamaan. Santri tidak hanya sekadar diajak untuk menghafal dan memahami dalil, tetapi juga dilatih untuk melihat realitas sosial dalam perspektif kemanusiaan dan kebangsaan.

Salah satu keunggulan pesantren inklusif dalam menangkal propaganda ekstremisme adalah adanya hubungan erat antara santri dan kiai atau guru. Berbeda dengan pola pendidikan yang kaku dan eksklusif, di pesantren inklusif, hubungan antara guru dan murid terjalin dalam bentuk interaksi sehari-hari yang lebih fleksibel dan humanis. Para santri tidak hanya belajar dari ceramah formal, tetapi juga dari keteladanan yang ditunjukkan oleh para kiai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan nilai dan karakter lebih mudah terinternalisasi secara alami.

Selain itu, pesantren inklusif juga membangun ruang dialog yang luas dengan berbagai pihak. Para santri diperkenalkan dengan berbagai perspektif keislaman, baik dari madzhab yang berbeda maupun dari tradisi keilmuan yang lebih luas. Keterbukaan ini membantu mereka untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi tunggal yang sering digunakan dalam propaganda ekstremisme. Dengan memiliki pemahaman yang lebih komprehensif, santri menjadi lebih bijak dalam menyikapi isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat.

BACA JUGA  Meluruskan Shiddiq Al-Jawi: Benarkah Khilafah Tidak Boleh Ditolak di Indonesia? (1/2)

Di samping aspek pendidikan formal, pesantren inklusif juga menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang kuat. Santri diajak untuk memahami bahwa Islam dan nasionalisme bukanlah dua entitas yang saling bertentangan, melainkan bisa berjalan beriringan. Mereka diberikan wawasan tentang sejarah perjuangan bangsa, peran ulama dalam kemerdekaan, serta pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan. Dengan demikian, mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa membela negara adalah bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah.

Salah satu tantangan terbesar dalam melawan propaganda ekstremisme adalah menjangkau mereka yang sudah terpapar atau bahkan telah menjadi bagian dari kelompok radikal. Dalam hal ini, pesantren inklusif juga berperan sebagai wadah rehabilitasi bagi mereka yang ingin kembali ke jalan moderasi. Melalui pendekatan yang lembut, dialog yang intensif, serta bimbingan yang penuh kasih sayang, pesantren menjadi tempat bagi mereka untuk memahami kembali Islam dalam wajahnya yang penuh kedamaian.

Di era digital, pesantren inklusif juga tidak ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi sebagai sarana dakwah. Banyak pesantren yang mulai aktif di media sosial untuk menyebarkan konten-konten positif yang membangun pemahaman Islam yang moderat. Video ceramah, diskusi interaktif, hingga kajian daring menjadi bagian dari strategi mereka dalam menghadapi derasnya arus informasi yang sering kali disusupi propaganda ekstremisme. Dengan memanfaatkan platform digital, pesantren mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan memberikan pemahaman agama yang lebih membumi.

Pesantren inklusif bukan sekadar tempat belajar agama, tetapi juga ruang yang membentuk karakter, membangun kecerdasan sosial, dan mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam menghadapi tantangan ekstremisme, pesantren harus terus memperkuat perannya sebagai pusat moderasi yang mampu menjawab kebutuhan zaman.

Dengan pendidikan yang berbasis kasih sayang, keterbukaan, serta kebijaksanaan, pesantren tidak hanya melahirkan generasi yang paham agama, tetapi juga mereka yang mampu menjadi agen perdamaian di tengah masyarakat. Upaya melawan propaganda ekstremisme tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi harus melalui proses panjang yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Pesantren inklusif adalah salah satu benteng utama dalam perjuangan ini, membentuk santri yang tidak hanya saleh secara spiritual, tetapi juga matang secara intelektual dan emosional. Dengan pendekatan yang humanis dan penuh hikmah, pesantren inklusif mampu menjadi solusi dalam menjaga keutuhan bangsa dan membangun dunia yang lebih damai.

Karena itu, dukungan terhadap pesantren inklusif harus terus diperkuat, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun para pemangku kepentingan lainnya, agar mereka dapat terus menjalankan peran strategisnya dalam membangun generasi yang berakhlak, cerdas, dan cinta damai.

Abdur Rahmad
Abdur Rahmad
Santri Pesantren Nurul Jadid, pelayan para pelayannya kader biru kuning, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam di Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Probolinggo, yang tidak lain hanyalah seorang anak pulau Giligenting di seberang pulau Madura.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru