27.9 C
Jakarta

Pesan Penting dalam Menolak Omnibus Law

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPesan Penting dalam Menolak Omnibus Law
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Disepakatinya Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja menjadi pukulan yang keras terhadap masyarakat di Indonesia, lebih-lebih para buruh. Banyak persepsi yang bermunculan. Salah satunya, penindasan pemerintah terhadap rakyat yang hidup serba melarat. Pemerintah terkesan memanjakan para investor yang hidup nyaman dalam kemewahan harta dan menganaktirikan rakyat yang hidupnya serba melarat alias pas-pasan.

Kekecewaan rakyat dieskpresikan dalam berbagai cara. Salah satu cara yang mampu membangkitkan spirit rakyat adalah demonstrasi. Rakyat dari berbagai lapisan turun ke jalan menuntut undang-undang itu dihapus. Sayangnya, tuntutan itu tidak didengar oleh pemerintah, termasuk oleh Presiden Jokowi. Kesannya, Omnibus Law disepakati secara sepihak, sehingga kekecewaan makin mencekam dalam hati semua rakyat.

Penolakan dalam pelbagai cara yang wajar merupakan suatu hak bagi rakyat dalam menyuarakan pendapat. Namun, ada satu penolakan yang tidak dapat diterima, karena penolakan itu tidak murni dari hati, melainkan karena kepentingan yang bersifat sesaat. Penolakan yang dimaksud adalah demonstrasi yang dilakukan karena untuk menggulingkan pemerintah dan bersikeras mengganti sistem republik demokratis menjadi sistem khilafah yang diusung oleh kelompok garis keras.

Beberapa hari yang lalu terdapat tuduhan yang dilayangkan oleh kelompok radikal yang menyebutkan bahwa peluncuran Undang-undang Cipta Kerja merupakan paham pemerintah yang mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis. Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan geopolitik Republik Rakyat China (RRC) dengan tetap mendatangkan tenaga kerja asing yang berpaham komunis. Selain itu, pemerintah tetap menggelar Pilkada di tengah ancaman Pandemi Covid 19 demi politik dinasti (feodalisme). Bahkan, pemerintah melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), persekusi, intimidasi dan kriminalisasi.

Tudingan yang dialamatkan oleh kelompok radikal tersebut tidak selamanya dibenarkan. Tudingan ini bukan malah meredam masalah terjadi di negeri ini, malahan semakin menambah masalah. Merespons suatu persoalan membutuhkan cara berpikir (mindset) yang terbuka, sehingga melihat masalah bukan sebagai jalan buntu, melainkan cara mendewasakan sikap. Pikiran yang terbuka hendaknya dilakukan dengan, yang diperintahkan Al-Qur’an, jadilhum billati hiya ahsan (berdiskusi yang baik). Keterbukaan berpikir tidak akan semakin menambah persoalan, melainkan menghadirkan problem solving, cara mengatasi masalah.

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Tudingan kelompok radikal bahwa pemerintah itu antek kapitalis, China, komunis, dan seterusnya akan semakin memprovokasi rakyat melihat masalah dengan pikiran yang tertutup. Pikiran yang tertutup (eksklusivisme) dapat mengantar seseorang fanatik terhadap pemikirannya sendiri dan tidak mendengarkan pendapat orang lain. Bila paham eksklusif ini mengakar kuat dalam jiwa seseorang akan sangat mungkin menyesatkan, bahkan mengkafirkan orang lain. Saking kerasnya, mereka mengkafirkan negaranya sendiri. Negara dianggap kafir karena menganut sistem kapitalis, bukan sistem syariat Islam.

Lebih jauh, orang yang gemar mengkafirkan sesungguhnya sedang berada di tepi jurang terorisme. Terorisme ini adalah paham radikal yang paling membahayakan, karena dampak negatifnya sangat besar. Tindakan terorisme dilarang karena, selain bertentangan dengan ajaran Islam, mengganggu perdamaian negeri dan merusak fasilitas bumi yang diciptakan oleh Allah sebaik mungkin. Terorisme menghantui hidup banyak orang. Karena, terorisme dilakukan secara tiba-tiba. Tidak ditentukan waktunya kapan dan tempatnya di mana. Tidak dibenarkan melakukan aksi-aksi teror dengan dalih menolak Undang-undang Cipta Kerja.

Peluncuran Undang-undang Cipta Kerja memang tidak selamanya diterima dan dibenarkan dalam benak rakyat. Tetapi, paling tidak untuk menolak undang-undang ini adalah menggunakan cara yang santun. Kritiklah pemerintah dengan narasi-narasi yang tidak provokatif. Kritiklah undang-undang itu dengan gagasan yang solutif. Kritik yang baik tidak menjatuhkan, namun membangkitkan. Kritik hendaknya dibarengi dengan etika yang baik. Kritik yang baik itulah dakwah yang baik. Nabi Muhammad Saw. berdakwah dengan kata-kata yang lembut, menggugah, dan mendidik.

Sebagai penutup, Mari menjadi pendakwah seperti Nabi yang bukan hanya mencintai rakyatnya, melainkan juga mencintai negerinya sendiri. Nabi selalu mendoakan negerinya sendiri: Allahumma habbib ilaina al-Madinata kama habbabta ilaina Makkata aw asyad, Ya Allah jadikanlah cinta kepada kami terhadap kota Madinah sebagaimana Kamu jadikan cinta kepada kami terhadap kota Mekkah atau lebih dari itu. Masihkah kita merusak Indonesia karena kesalahan kita dalam menyikapi Omnibus Law?[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru