30 C
Jakarta
Array

Persis: Pesantren Sebagai Pusat Moderasi Islam

Artikel Trending

Persis: Pesantren Sebagai Pusat Moderasi Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Garut. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang sudah mengakar dan menjadi ciri khas di Indonesia. Keberadaannya sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam yang moderat tidak bisa dipungkiri. Hal itu disampaikan oleh Zainurrofieq, tokoh Persatuan Islam Jawa Barat saat menjadi pembicara dalam Halaqah Kepesantrenan pada Kamis, (25/3). Kegiatan yang mengangkat tema Menjadikan Pesantren Sebagai Pusat Wasathiyah Islam Dalam Rangka Pencegahan Radikalisme dan Terorisme menurutnya perlu diperinci dari segi tema. Ia mengambil tiga kata kunci yaitu pesantren, wasathiyah, dan terorisme.

Pesantren dinilai hanya ada di Indonesia. Ia membandingkannya dengan negara lainnya seperti seperti Brunei, Malaysia, Singapura, dan Mesir.

“Di Mesir, sekolah yang sejajar dengan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) itu di rumah. Baru ada asrama setelah masuk kuliah,” ujar pengurus Washatiyah Center itu saat mengisi Halaqah Kepesantrenan di Tarogong Garut, Jawa Barat.

Ia selanjutnya mengutip Zamaksyari Dhofir yang mengatakan bahwa ada beberapa syarat suatu tempat dikatakan sebagai sebuah pesantren. Di antaranya kiai, santri, masjid, dan sebagainya. Namun, ia menekankan bahwa yang paling penting menurutnya adalah tata cara hidup yang dibangun dengan kesederhanaan.

“Kalau tidak ada kesederhanaan berarti bukan pesantren, Kalau tidak mengajarkan moderasi Islam, ia juga tidak bisa dikatakan sebagai Pesantren” ungkapnya.

Selain itu, pria yang akrab disapa Kiai Rofieq itu menguraikan lebih lanjut tentang wasathiyah yang menurutnya menjadi paham yang harus dipegang oleh umat Islam saat ini.

“Pemahaman kita harus ada di posisi tengah. Jangan terlalu kiri atau kanan,” tambahnya.

Wasathiyah ini menurutnya mengedepankan Islam yang damai. kalau sedang membaca dan memahami Islam, tetapi malah semakin marah, menurutnya itu berarti ada pemahaman yang tidak benar atau keliru.

“Jangan marah, jangan marah, jangan marah. Inti Islam itu ya itu. Kalau orang berdakwah dengan marah, ya tidak merepresentasikan Islam,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pranata masyarakat sekarang seharusnya menerima perbedaan.

“Ketika marah ya jangan diledakkan. Apalagi sedang berdakwah,” pungkasnya.

(M. Ilhamul Qolbi)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru