34 C
Jakarta

Permohonan Maaf Habib Rizieq Bukti Revolusi Akhlak?

Artikel Trending

KhazanahTelaahPermohonan Maaf Habib Rizieq Bukti Revolusi Akhlak?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kelihatannya memang benar, meski tak sepenuhnya setuju, bahwa kedatangan Habib Rizieq, sosok yang disebut sebagai Imam Besar ini, tidak lain sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya kegaduhan. Hal tersebut tidak lain selalu berkenaan dengan masalah agama—persoalan yang sangat sensitif. Tidak hanya itu, beberapa orang yang turut serta menjadi garda pendukung di belakang. Ustaz Felix Siauw, umpamanya, turut memberikan komentar melalui Twitter-nya. Keduanya di satu sisi sama: pernah terlibat dalam kasus yang menyebabkan kegaduhan massa dengan membawa misi agama.

Pelbagai keramaian terjadi, sejak dirinya datang. Menciptakan macet di bandara Soekarno-Hatta, menggelar pesta pernikahan, juga Maulid Nabi Muhammad yang diselingi ceramah seksis, keras, dan kontradiktif dengan ajaran Islam yang ramah. Ceramah seksis, idealnya, tidak pantas keluar dari seorang habaib. Di keramaian orang, yang berkerumun dalam rangka memperingati kelahiran Rasulullah, justru tidak menggambarkan dakwah Rasulullah. Lebih dari itu, semuanya dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Di saat semua orang, masyarakat kecil, mencoba untuk meningkatkan kesadaran agar tidak berkerumunan, menghindari kegiatan yang melibatkan orang banyak, para pelaku UMKM merelakan dirinya utuk mengurangi kegiatan di luar padahal kegiatan tersebut menjadi satu-satunya mata pencaharian hidup. Di saat yang sama, kerumunan yang tidak terkontrol tersebut terjadi. Ini tidak adil, dan benar-benar merugikan.

Anehnya, setelah berbagai rentetan peristiwa terjadi, Habib Rizieq enggan hadir dimintai keterangan dalam pemanggilan dari Polda Metro Jaya, pada Selasa (1/12) lalu. Kiranya dari berbagai peristiwa yang terjadi, gagasan “Revolusi Akhlak” sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Habib Rizieq dan para pengikutnya. Tidak masuk akal, lucu, bahkan menjadi sebuah konsep yang mengada-ada.

Telatnya Maaf Habib Rizieq

Dilansir dari CNN Indonesia, pada Rabu (02/12) kemarin, Habib Rizieq kembali menuai kontroversi dengan sebuah permohonan maaf atas semua kejadian yang sudah dilakukan, mulai dari kerumunan yang sudah terjadi, serta masalah lainnya. Belum lagi kasus penyerangan rumah Ibu Mahfud MD di Pamekasan, Madura yang dilakukan oleh massa FPI, menuntut untuk tidak penjarakan Rizieq Shihab. Ini adalah kejutan luar biasa, yang selama ini kita tunggu.

BACA JUGA  Paradoks Toleransi: Kita Tidak Boleh Toleran Terhadap HTI, Perusak NKRI

Mengapa permohonan maaf atas hal tersebut baru dilakukan? Boleh jadi, itu karena adanya berbagai kecaman, mulai dari proses hukum yang berjalan, desakan dari berbagai pihak, hingga pemecatan salah satu pejabat DKI Jakarta akibat gagalnya menangani permasalahan kerumunan yang dibuat Habib Rizieq. Itu semua lantas menjadi salah satu alasan ia mengucapkan permohonan maafnya.

Permohonan maaf yang disampaikan oleh Habib Rizieq bisa dibilang begitu telat, melihat kondisi yang semakin tidak terkendali. Berbagai masalah baru timbul ikut serta menjadi penyebab kegaduhan lain terjadi. Mulai dari kasus Sigi yang dilakukan oleh MIT, kasus ceramah tentang Tumpeng yang berasal dari Buddha, membuat kita semakin merasa bahwa saat ini memang tidak sedang baik-baik. Perkara sensitif seperti agama, selalu menjadi topik hangat untuk dijadikan legitimasi memperkeruh keadaan kebangsaan, persatuan dan kesatuan.

Namun lagi-lagi, ini kejutan dari Habib Rizieq, menunjukkan sikap pro terhadap pemerintah, melalui anjuran untuk mematuhi aturan pemerintah. Ucapannya tidak lagi sangar berada di oposisi, melainkan sebaliknya. Pertanyaan boleh saj dibuat, apakah itu sekadar upaya melepaskan diri dari jerat hokum, sebagaimana kasus-kasus sebelumnya?

Hukum Harus Tetap Berjalan

Dilansir dari Wartaekonomi.id, dalam dialog 212 secara virtual pada Rabu (2/12) kemarin, Revolusi Akhlak yang digagas oleh Habib Rizieq salah satunya tidak lain menjunjung tinggi hukum yang ada di Indonesia. “Urusan penanganan hukum jangan sampai tumpul ke atas tajam ke bawah. Ayo kita hijrah dari penegakan hukum yang tidak beradab ke penagakan hukum yang berkeadilan”. Sepenggal kalimat yang disampaikan oleh Habib Rizieq menjadi catatan, bahwa permohonan maaf yang disampaikan tidak berarti meniadakan proses hukum yang berjalan.

Kalimat yang menjadi salah satu bagian dari Revolusi Akhlak-nya Habib Rizieq kiranya harus benar-benar terimplementasi dengan baik, melalui proses hukum terhadap dirinya sendiri. Berawal dari sinilah ia kemudian menunjukkan kebijaksanaanya menjadi habaib, Imam Besar, yang laik didengungkan banyak orang. Permohonan maaf sudah terucap. Akan tetapi, kasus tetaplah kasus. Pelanggaran tetaplah pelanggaran yang harus ditegakkan secara adil dalam sebuah negara hukum.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru