28 C
Jakarta

Perlu Kesiapan Ideologi Cegah Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalPerlu Kesiapan Ideologi Cegah Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Masyarakat perlu memiliki kesiapsiagaan ideologi untuk mencegah radikalisme dan terorisme. Informasi ini disampaikan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, di Jakarta, Selasa (4/1).

“Ideologi perlu sebagai salah satu strategi kesiapsiagaan nasional menghadapi radikalisme dan terorisme,” ujar Ahmad. Jadi, menurut dia, kesiapsiagaan nasional untuk mencegah radikalisme dan terorisme, bukan hanya fisik serta pasukan, melainkan juga ideologi.

Ia mengemukakan tema tersebut saat menjadi narasumber seminar “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Radikalisme serta Terorisme” yang dilaksanakan secara hybrid dan disiarkan langsung kanal Youtube MT Darul Hasyimi Jogja, dipantau dari Jakarta.

Ahmad menjelaskan, kesiapsiagaan tersebut dapat dilakukan melalui vaksinasi ideologi yang memanfaatkan pendekatan agama seperti menanamkan nilai-nilai wawasan kebangsaan, Pancasila, dan nasionalisme. Dia memandang, vaksinasi ideologi berpendekatan agama perlu diterapkan. Sebab kelompok radikal dan teroris Tanah Air kerap membenturkan agama dengan negara, budaya, dan Pancasila.

Melalui kesiapsiagaan ideologi, katanya, masyarakat yang masih moderat akan kebal dari paparan radikalisme ataupun terorisme. BNPT sendiri tahun 2020 mengadakan riset. Hasilnya, 12,2 responden masuk dalam indeks potensi radikalisme. Dia tidak menyebutkan jumlah responden. Maka, Ahmad menilai 87,2 persen responden masih moderat. “Kesiapsiagaan ideology akan membuat yang 87,2 persen responden memiliki imun terhadap paparan radikalisme dan terorisme,” tutur Ahmad.

Di samping kesiapsiagaan ideologi sebagai strategi pencegahan, dia menyampaikan cara mengatasi masyarakat yang telah terpapar radikalisme serta terorisme baik secara sadar maupun tidak. Caranya, pemberian moderasi beragama ataupun kontra-radikalisasi melalui kontranarasi, kontrapropaganda, dan kontra-ideologi.

BACA JUGA  Gesekan Pemilu 2024 Makin Panas, Polri Ingatkan Masyarakat Jaga Kerukunan

“Kontraradikalisasi seperti itu bisa diberikan melalui media sosial,” katanya. Survei Setara (Institute) mengatakan, konten-konten keagamaan di dunia maya, sebanyak 67 persen dipengaruhi konten agama yang intoleran dan radikal.

Antibudaya

Dia juga melihat, kelompok radikal dan teroris berkarakter antibudaya serta antikearifan lokal keagamaan. “Kelompok radikal dan terorisme biasanya berkarakter antibudaya serta antikearifan lokal keagamaan,” ujar Ahmad Nurwakhid.

Lebih lanjut, Ahmad Nurwakhid menyampaikan pengertian “anti” tersebut. Di sini bukan berarti kelompok radikal serta teroris tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan budaya dan kearifan lokal keagamaan. Hanya, mereka membenci kegiatan seperti itu.

Contoh kearifan lokal keagamaan yang mereka benci antara lain tahlilan dan yasinan yang kerap dilakukan umat muslim Indonesia. “Anti di sini adalah sikap membenci dengan menebarkan justifikasi bidaah, sesat, bahkan mengkafir-kafirkan bangsa Indonesia yang melakukan kegiatan seperti tahlilan dan yasinan tadi,” ujar dia.

Kemudian, ditegaskan, seperti umum diketahui, kelompok radikal dan teroris bersikap antipemerintahan. Mereka memengaruhi masyarakat untuk tidak memercayai pemerintah melalui penyebaran hoaks, adu domba, dan fitnah atas kinerja pemerintah. Pemerintah menerima kritik yang membangun dan memuat solusi. Sampaikan kritik dengan beretika.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru