33.8 C
Jakarta

Perkembangan Islam di Sudan dan Sejarah Bahasa Arab Menjadi Bahasa Resmi Negara

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahPerkembangan Islam di Sudan dan Sejarah Bahasa Arab Menjadi Bahasa Resmi Negara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islam di Sudan merupakan agama mayoritas dengan masyarakatnya yang menganut Mazhab Maliki, dan penganut tasuwuf sebagai masyarakat mayoritas. Dan berkembangnya Islam di Sudan sendiri terdiri dari fase ke fase, hingga akhirnya Islam menjadi agama mayoritas di Sudan. Di antara fase berkembangnya Islam di Sudan adalah pada masa Dinasti Funj.

Sudan sendiri merupakan wilayah yang dulunya juga masuk di bawah kekuasaan Turki Utsmani, namun Islam sudah berkembang ke berbagai daerah bahkan telah menjadi kekuatan besar sebelum Turki Utsmani menguasai negeri tersebut. Hal tersebut terbukti dengan berdirinya sebuah kerajaan besar Islam yang hampir menguasai seluruh wilayah Sudan pada waktu itu. Nama kerajaan tersebut adalah  kerajaan Funj yang menjadikan kota Sinnar sebagai pusat kerajaan. Dalam perkembangannya, kerajaan Funj diwarnai banyak tarekat sufi yang sampai saat ini menjadi masyarakat mayoritas di negeri tersebut. Perkembangan tersebut akhirnya banyak menarik perhatian ulama dari Mesir, Afrika Utara dan Arab atas kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Funj.

Funj sendiri merupakan kelompok masyarakat pengembala yang berasal dari wilayah Blue Nil yang kemudian terkenal dengan suku Funj. Bersama pemimpinnya yang bernama Asmara Dungas, suku ini mampu mengalahkan kerajaan Kristen di Alwa pada 1504 M, dan menjadikan Sinnar sebagai ibu kota kerajaan. Dan di negara bagian utara Kerajaan Funj inilah, wilahnya berbatasan dengan masyarakat Arab Muslim. Mereka kemudian bekerja sama dalam bidang perdagangan dengan menggunakan Bahasa Arab Lingua Franca. Dan dalam perkembangannya, bahasa Arab kemudian menjadi bahasa persatuan pada abad 18 dijadikan sebagai bahasa resmi dokumen negara.

Kerajaan Funj sendiri bersandar pada stabilitas ekonomi dalam bentuk perdagangan emas. Dan semua pertambangan yang berada di wilayah kerajaan menjadi milik Sultan, yang juga mengkordinir perdagangan Internasional. Namun, monopoli perdagangan ini akhirnya berakhir setelah banyak pedagang asing tinggal di Sinnar.

Penyebaran Islam di masa Funj selain masuk di kalangan elit dan komunitas perdagangan, juga karena adanya migrasi ulama dan orang suci ke daerah tersebut. Dan di masa kerajaan Islam inilah, hampir seluruh wilayah Sudan berada di bawah kekuasaannya. Berbagai kemajuan yang dibawa oleh Funj akhirnya menarik perhatian para ulama yang berasal dari Mesir, negara-negara Afrika Utara dan Arab Saudi. Yang kemudian banyak mendapat predikat keahlian bidang Al-Qur’an, Hukum Islam dan Tasawuf.

Tetapi dalam perjalan panjangnya, pada abad ke 18 Kerajaan Funj mengalami disintegrasi. Karena terjadinya sistem perkawinan dan kepangeranan yang kemudian berubah menjadi dinasti-dinasti otonom. Termasuk faktor lainnya adalah perdagangan yang mulai dikuasai oleh kelas menengah, dan para faqih mendapat mandat dari masyarakat petani, yang semua itu mempunyai kontribusi menggerogoti kekuasaan sultan.

Pada sekitar tahun 1786-1800, Abdurrahman Rasyid mengkonsolidasikan kesultanan Darfur di kota Elfashir. Elfashir kemudian menjadi kota pusat pemerintahan, pelatihan dan perdagangan. Pada akhir abad ke 18 M, para pedagang dan tokoh suci Islam medapat kekuasaan baru dari kesultanan Darfur untuk memerintah secara semi independent. Dengan demikian, akhirnya mereka secara partikular berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan lokal mereka. Kerajaan Funj akhirnya tumbang karena penyerbuan bangsa Mesir pada 1820-1821 yang kemudian membuka jalan untuk terbukanya administrasi Islam.

Pada masa kerajaan Funj inilah, Sudan mengokohkan diri sebagai negara Islam. Tetapi kerajaan Funj hanya bertahan sampai tahun 1821 M. Karena setelah itu, Sudan berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani dibawah kepemimpinan Gubernur Muhammad Ali yang memerintah Mesir, dan mendapat dukungan kolonial Inggris. Muhammad Ali yang pada awalnya menjadi gubernur dibawah Turki Utsmani, pada akhirnya mendeklarasikan diri menjadi penguasa independen dan berusaha menguasai Sudan.

Kerajaan Funj sendiri merupakan kerajaan Islam pertama di Sudan, di mana kerajaan ini banyak melakukan islamisasi terhadap kaum pagan. Walaupun begitu, Islam di Sudan sudah berkembang ratusan tahun lamanya sebelum kerajaan Islam besar seperti Funj berdiri. Untuk itulah Islam di Sudan bisa dikatakan Islam yang kuat, dan agama ini telah melekat dengan masyarakat asli Sudan. Banyaknya tarekat-tarekat yang bermunculan di Sudan seperti Qadiriyah, Syadziliyah, Majdubiyah, Sammaniyah, Isma’iliyah, Hindiyah, Khatmiyah, Mahdiyah, dan lain sebagainya tidak lain juga karena pengaruh Islam yang kuat di negeri tersebut.

Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat besar tersebut melahirkan banyak cabang. Bahkan juga lahir tarekat-tarekat asli Sudan seperti Rukainiyah, Mahdiyah, Mirghaniyah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya umat Islam Sudan sebelum datangnya Mesir pada 1821 M, telah mengenal hukum Islam sebagaimana dikatakan oleh Safiya Safwat, lewat tulisannya yang berjudul  Islamic Law in The Sudan, yang ada dalam buku Islamic Law: Social and Historical Contects. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang, kenapa di Sudan praktik Hukum Islam atau penerapan Syari’at Islam masih sangat kuat.

Nilai atau ajaran Islam sendiri bisa dikatakan telah melebur menjadi satu dalam diri masyarakat Sudan. Dimana, masyarakat di negara Sudan sangat memuliakan tamu, selalu disiplin dalam melaksanakan shalat 5 waktu. Bahkan, ketika kita berkunjung ke Sudan. Jika datang waktu shalat, kita akan menemukan pemandangan-pemandangan yang mungkin jarang kita lihat di Indonesia, yaitu orang-orang yang shalat jama’ah di pinggiran jalan, di terminal, di pasar dan tempat-tempat umum lainnya dengan keadaan tempat yang sederhana. Bahkan, masjid-masjid yang ada di Sudan bisa dikatakan jauh dari kata sepi orang shalat jama’ah 5 waktu. Padahal, jarak antara masjid satu dan masjid lainnya tidak terlalu berjauhan. Namun, jama’ah yang ikut shalat jama’ah tetap banyak.

Selain itu, masyarakat Sudan juga terkenal ramah. Kita akan sering disapa oleh mereka, dan ditanya soal kabar kita dengan berbagai kalimat seperti; kaifal hal (gimana kabarmu), kaifal umur (gimana keadaanmu), kaifal dirosah (gimana kuliah), zawaj miten (kapan menikah) dan lain sebagainya. Kalimat-kalimat tersebut selalu keluar dari mulut orang Sudan ketika menyapa orang, termasuk kepada orang asing. Dan tentunya mereka sambil mendo’akan yang disapanya.

Sudan dan Indonesia sendiri mempunyai ikatan batin yang kuat, karena saat Sudan merdeka Indonesialah negara pertama yang mengakui kemerdekaannya lewat presiden Soekarno. Sehingga, nama Soekarno bagi orang Sudan tidaklah begitu asing. Nama pemimpin Indonesia llainnya yang dikenal oleh masyarakat Sudan adalah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sampai sopir bajaj pun kenal dengan nama Gus Dur. Nilai-nilai ajaran Islam yang sudah manunggaling dengan masyarakat Sudan itulah, yang menjadikan mereka ramah dengan orang asing termasuk dengan orang Indonesia.

Sebelum hadirnya Turki Utsmani, Mesir dan Inggris untuk menguasai Sudan. Masyarakat Sudan telah menjadi masyarakat yang memegang, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupannya. Dan tentu saja, kekuatan kelompok Islam di Sudan juga mempunyai pengaruh besar dalam melawan penjajahan Inggris-Mesir. Salah satu kelompok Islam Sudan yang berjuang dalam melawan penjajah adalah kelompok al-Mahdiyah. Kelompok yang berasal dari kalangan tarekat sufi ini, mempunyai peran besar dalam mengusir penjajah.

Nur Hasan, Alumnus International University of Africa, Sudan. Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru